Ingin membaca cerita rakyat yang berasal dari Banten? Tentu ada banyak. Salah satu yang kisahnya cukup menarik dan sarat pesan moral adalah cerita legenda Batu Kuwung. Kisah lengkapnya telah kami paparkan di artikel ini.
Cerita rakyat Nusantara adalah bacaan yang tepat untuk menghabiskan waktu senggang. Selain memiliki kisah-kisah menarik, cerita rakyat juga biasanya mengandung pesan moral. Ada banyak kisah yang bisa kamu baca, salah satunya cerita legenda Batu Kuwung.
Legenda Batu Kuwung yang berasal dari daerah Banten ini menceritakan tentang seorang Kepala Desa alias Lurah yang sifatnya keji. Bukannya membantu warga, ia malah kerap berbuat seenaknya sendiri. Tak jarang, ia memanfaatkan warga untuk mendapatkan keuntungan buat dirinya sendiri.
Hingga suatu hari, ada seorang pria tua yang kan memberinya pelajaran. Bagaimanakah kelanjutan kisahnya? Penasaran? Tak perlu banyak basa-basi lagi, mending simak kelanjutan cerita legenda Batu Kuwung di artikel ini. Informasi seputar unsur intrinsik, pesan moral, dan fakta menariknya juga telah kami paparkan. Selamat membaca!
Cerita Legenda Batu Kuwung
Alkisah, pada zaman dahulu, hiduplah seorang kepala desa di sebuah kampung kecil daerah Banten. Orang-orang memanggilnya Pak Lurah.
Ia adalah orang yang paling kaya di desa tersebut. Bagaimana tidak, hampir seluruh lahan pertanian di desa itu adalah miliknya. Tiap musim panen, pundi-pundi rupiah akan terus mengalir.
Meski begitu, Pak Lurah memiliki sifat yang teramat kikir. Ia memimpin desa dengan sewenang-wenang. Walaupun telah memiliki harta melimpah dari hasil panen, ia tetap mengais pundi-pundi uang dari warga.
Ia memungut uang pajak yang teramat tinggi, sehingga warga hidup dalam kesusahan. Hal itu tentu saja membuat para warga sangat membenci Pak Lurah.
Pada suatu pagi yang cerah, ada beberapa petani yang sedang mencangkul sawah milik Pak Lurah. Saat siang tiba, mereka pun beristirahat sejenak di tepi sawah.
“Kenapa pemimpin kita begitu serakah? Ia bahkan mengambil sawahku yang hanya sepetak karena aku tak sanggup membayar pajak. Kini, aku sudah tak punya apa-apa,” ucap salah satu warga.
“Tak hanya kamu saja, beberapa warga juga mengalami hal serupa. Karenanya, Pak Lurah memiliki berhektar-hektar sawah. Hidupnya juga senantiasa makmur,” jawab seorang warga.
“Bagaimana nggak makmur, ia bahkan memperkerjakan kita dengan upah yang sangat sedikit. Kalau ada yang berani melawan, ajudan-ajudannya itu pasti akan menghajar kita,” ucap salah satu petani.
“Bahkan, ia tak ingin memiliki istri dan anak. Kalian tahu alasannya apa? Karena baginya, punya anak dan istri hanya buang-buang uang saja,” ucap salah satu warga menimpali percakapan.
“Sendainya saja ada orang yang bisa menolong kita, ya. Aku sudah muak hidup seperti ini,” jawab seorang petani.
Pak Lurah Datang dengan Pengawalnya
Saat sedang beristirahat sembari makan siang dan mengobrol, tiba-tiba saja Pak Lurah datang dengan para pengawalnya. Ia tak terima melihat para petani itu beristirahat.
“Apa yang kalian lakukan? Kenapa hanya duduk-duduk saja?” teriak Pak Lurah.
“Ka..kami sedang beristirahat sejenek, Pak Lurah,” jawab salah satu petani.
“Istirahat katamu? Lihatlah! Kalian belum selesai membajak sawahku! Cepat selesaikan! Kalian kubayar bukan untuk berleha-leha. Enak-enak saja!” ucap Pak Lurah.
“Tapi, Pak. matahari sedang panas-panasnya. Izinkan kami menghabiskan makan siang dulu. Barulah nanti kami akan melanjutkan pekerjaan,” ucap seorang petani.
“Berani-beraninya kau melawan perintahku! Jarwo! Pukuli petani itu,” ucap pria keji itu sembari meminta salah satu pengawalnya memukuli salah seorang petani.
“Lihatlah! Jika ada yang berani melawan perintahku, kalian akan berakhir seperti pembangkang ini. Kalian mau babak belur?” bentak Pak Lurah.
“Tidak, Pak. Ampuni kami,” ucap seorang petani yang ketakutan.
“Makanya, sekarang kalian harus bekerja lagi! Awas saja jika aku lihat ada yang bermalas-malasan,” ucap Pak Lurah.
Kemudian, para petani itu kembali ke sawah. Makan siang mereka pun habis dilahap oleh para anak buah Pak Lurah.
Musim Kemarau Tiba
Saat musim kemarau tiba, sawah milik Pak Lurah mengering. Para warga jadi tidak bisa bekerja. Mereka hidup serba kekurangan.
Sementara itu, Pak Lurah tetap hidup dengan makmur. Ia memiliki lumbung yang penuh dengan beras. Soal lauk-pauk, tak perlu khawatir, uangnya tak akan kurang membeli makanan lezat.
Salah satu warga ada yang memberanikan diri untuk menemui Pak Lurah. Ia dan keluarganya sudah beberapa hari tak makan.
“Permisi, Pak,” ucapnya sambil mengetuk pintu.
“Kenapa kau datang kemari? Apa maumu? Kalau ingin meminjam uang, tak akan kuberikan. Jangan harap aku berbaik hati padamu,” ucap Pak Lurah.
“Aku kemari bukan untuk meminjam uang, Pak. Barangkali ada nasi dan lauk berlebih, bolehkah saya meminta kepadamu? Sudah beberapa hari ini aku dan keluargaku tak makan,” pinta seorang warga itu.
“Hmm, karena aku sedang bahagia. Akan kuberikan padamu nasi dan lauk. Tunggu sebentar,” ucap Pak Lurah.
Beberapa saat kemudian, Pak Lurah membawa sekotak nasi lengkap dengan lauk-pauknya. Ia lalu menyerahkan kotak itu pada seorang warga.
“Terima kasih, Pak. Terima kasih sudah memberiku nasi. Aku akan mengingat kebaikanmu,” ucap warga itu.
Ia lalu membawa pulang sekotak nasi itu dengan perasaan senang. Sesampainya di rumah, ia bergegas menemui istrinya dan membuka kotak nasi itu.
Betapa terkejutnya mereka, karena yang Pak Lurah berikan adalah nasi dan lauk-pauk yang telah membusuk. Tak ada hentinya sang istri menangisi keadaan mereka.
“Sungguh kurang ajar Pak Lurah. Allah akan membalas perbuatan kejammu,” ucap pria itu dalam hati.
Datangnya Seorang Penolong
Pada suatu hari, ada seorang pria sakti yang mendengar penderitaan warga dari desa ini. Hendak memberi pelajaran pada Pak Lurah, ia pun menyamar menjadi pengemis tua yang berkaki pincang.
Ia lalu mendatangi rumah Pak Lurah. Saat hendak masuk, para pengawal menghadangnya. Mereka memang sama kejinya dengan si kepala desa.
“Hai kau kakek tua! Siapa yang menyuruhmu menginjakkan kaki di rumah tuanku! Lihatlah bajumu, compang-camping dan bau. Tak layak kau masuk sini!” ucap salah satu pengawal.
“Aku hanya ingin bertemu dengan Kepala Desa yang kaya raya ini. Bisakah kau memanggilnya jika aku tak boleh masuk?” ucap pria sakti itu.
“Hahaha, kau kira kau ini siapa? Tuanku tak akan mau menemui orang sepertimu!” ucap salah satu anak buah sambil menyeret tangan kakek tua itu.
Karena mendengar keributan, Pak Lurah pun keluar dari rumahnya. Ia penasaran dengan keributan itu.
“Ada apa ini? Kenapa kalian begitu berisik? Mengganggu tidur siangku saja,” ucap Pak Lurah.
“Akhirnya aku bisa menemuimu. Pak Lurah, kabarnya kau orang terkaya di desa ini. Aku lapar, tolong berikan aku sedikit makanan,” ucap kakek itu.
“Jadi, tujuanmu kemari untuk meminta nasi? Sungguh tak tahu diri! Pengawal, usir pria tua ini! Aku muak melihat wajah orang miskin,” perintah kepala desa yang keji itu.
Salah satu pengawal lalu menendang kakek tua itu. Ia jatuh dan tersungkur. Para pengawal menyeretnya keluar.
Lalu, pengemis itu bangkit, “Wahai kau orang yang angkuh! Kau telah membuat banyak orang sengsara. Kau akan segera mendapat balasan atas perbuatanmu!” ucap pengemis itu.
Kepala Desa Sakit Parah
Setelah pengemis itu pergi, malam pun datang. Tiba-tiba saja, Pak Lurah merasa tak enak badan. Sekujur tubuhnya menggigil kedinginan.
Keesokan harinya, demamnya telah sembuh. Namun, kepala desa yang kikir ini tak bisa merasakan kakinya. Ia tiba-tiba saja lumpuh.
Panik dengan kondisinya, ia segera meminta pengawal untuk memanggil tabib. Dari sekian banyak tabib yang datang, tak ada satu pun yang berhasil menyembuhkannya.
Karena tak kunjung bisa berjalan, ia lalu membuat sayembara. Siapa pun yang dapat menyembuhkan kakinya, ia akan mendapatkan setengah dari harta kekayaannya.
Tak berselang lama setelah sayembara itu dibuat, datanglah seeorang pengemis yang dulu pernah Pak Lurah usir.
“Hai, orang kaya yang tamak! Ini semua adalah akibat dari sifat sombong dan kikirmu. Kalau kau mau sembuh, ada tiga hal yang harus kamu lakukan,” ucap pria sakti itu.
“Katakanlah apa yang harus aku lakukan!” sahut kepala desa itu.
“Pertama, berhentilah bersifat sombong dan kikir. Kedua, bertapalah di sebuah batu kuwung yang berada di Gunung Karang selama tujuh hari tujuh malam. Ketiga, jika kau sembuh, penuhilah janjimu. Bagikan setengah harta kekayaanmu kepada wargamu yang menderita karena ulahmu,” ucap pria sakti itu.
Bertapa ke Batu Kuwung
Pak Lurah pun melakukan hal-hal tersebut. Ia pergi ke Gunung Karang diantar oleh pengawal-pengawalnya. Sesampainya di batu kuwung, ia berdoa dan bertapa selama tujuh hari tujuh malam.
Pada hari ketujuh, tiba-tiba batu berbentuk cekung itu mengeluarkan air hangat. Sang kepala desa itu pun segera mandi dengan air itu. Secara ajaib, ia pun sembuh dari kelumpuhan.
Pak Lurah lalu kembali ke desa dan memenuhi janjinya. Setengah dari harta kekayaannya, ia bagikan kepada para warga miskin. Ia juga mengembalikan sawah-sawah milik warga yang dulu ia minta.
Bahkan, ia jatuh hati pada seorang wanita cantik anak seorang petani miskin dan menikahinya. Pada akhirnya, Pak Lurah yang dulu terkenal sombong dan tamak itu berubah menjadi orang yang dermawan. Para warga pun mulai menyukainya.
Baca juga: Gajah yang Baik Hati, Cerita Penuh Pesan Moral untuk Anak-Anak Beserta Ulasan Lengkapnya
Unsur Intrinsik Batu Kuwung
Cerita legenda Batu Kuwung cukup menarik, bukan? Setelah membaca keseruan kisahnya, kini saatnya kamu mengulik unsur intrinsik dari legenda ini. Apa sajakah itu? Berikut ulasannya;
1. Tema
Tema legenda Batu Kuwung adalah tentang keserakahan dan kesombongan seorang yang kaya raya. Akibat dari kesombongannya, orang kaya raya itu lalu mendapat balasan yang setimpal.
2. Tokoh dan Perwatakan
Siapa saja tokoh antagonis dan protagonis pada cerita legenda Batu Kuwung? Tentu saja tak sulit untuk menjawab pertanyaan itu, kan?
Tokoh antagonis dalam cerita rakyat ini adalah Pak Lurah. Ia adalah orang yang sombong, kikir, dan kejam. Ia bahkan tega memberi upah pada para warga yang bekerja dengannya.
Sementara itu, tokoh protagonis dalam kisah ini adalah seorang pria sakti yang menyamar sebagai seorang pengemis. Berkat kesaktiannya, ia mampu memberikan pelajaran kepada Pak Lurah. Sehingga, ia bisa menyelamatkan nasib para warga yang menderita karena kemiskinan.
3. Latar
Cerita legenda Batu Kuwung menggunakan beberapa latar tempat yang berpusat di Banten. Sebut saja seperti rumah Pak Lurah, sawah, Gunung Karang, dan tentu saja Batu Kuwung.
4. Alur Cerita Legenda Batu Kuwung
Alur dari cerita rakyat dari Banten ini adalah maju. Cerita bermula dari seorang kepala desa yang memiliki sifat kikir dan sombong. Sebagai pemimpin, bukannya menolong warga-warganya, ia malah menyusahkan mereka.
Hingga suatu hari, datanglah seorang pria sakti. Ia membuat pelajaran pada Pak Lurah. Sehingga, kepala desa ini pun lumpuh tak berdaya.
Untuk bisa kembali normal, Pak Lurah harus melakukan tiga hal, yaitu berhenti bersikap sombong dan kikir, bertapa tujuh hari tujuh malam di batu kuwung, dan menyerahkan setengah hartanya kepada para warga miskin.
Benar saja, setelah menuntaskan ketiga tugas itu, Pak Lurah berhasil sembuh. Para warga pun kini hidup makmur karena Pak Lurah telah menjadi orang dermawan.
5. Pesan Moral
Cerita rakyat ini memiliki beberapa pesan moral, salah satunya adalah jangan bersikap sombong dan kikir. Bila memiliki harta yang berlebih, maka bersedahkahlah kepada orang-orang yang membutuhkan.
Selain itu, jadilah seorang pemimpin yang mengayomi dan senantiasa membantu orang-orang. Jangan seperti Pak Lurah yang malah memanfaatkan warganya untuk keuntungan diri sendiri.
Tak hanya unsur intrinsik, cerita rakyat ini juga mempunyai unsur ekstrinsik. Sebut saja seperti kepercayaan masyarakat setempat dan budaya yang berkembang di tengah-tengahnya.
Baca juga: Kisah Sawerigading dari Sulawesi Selatan & Ulasan Menariknya, Penyemangat Agar Pantang Menyerah
Fakta Menarik
Ada satu fakta menarik dari cerita legenda Batu Kuwung. Apakah itu? Berikut ulasan singkatnya;
1. Menjadi Destinasi Wisata
Awalnya, batu berbentuk cekung alias kuwung ini hanyalah batu biasa. Hingga akhirnya, Pak Lurah menggunakannya sebagai tempat bertapa. Lalu, batu itu mengeluarkan air hangat.
Karenanya, Batu Kuwung lalu menjadi salah satu wisata alam pemandian air panas. Lokasi pemandian ini berada di Jalan Palima KM 57, Cinangka, Padarinca, Banten. Kabarnya, air panas dari Batu Kuwung dapat menyembuhkan beberapa penyakit, seperti rematik, pegal linu, kesemutan, dan lain-lain.
Baca juga: Legenda Putri Aji Bidara Putih, Asal Usul Terbentuknya Danau Lipan Beserta Ulasan Lengkapnya
Sudah Puas dengan Cerita Legenda Batu Kuwung?
Inilah akhir dari artikel yang mengulik cerita legenda Batu Kuwung dari Banten. Kamu sudah cukup puasn dengan cerita yang kami paparkan? Kalau suka dengan kisahnya, bagikan artikel ini kepada teman-temanmu, ya.
Kalau masih butuh kisah lainnya, langsung saja telusuri kanal Ruang Pena pada situs Poskata.com. Ada banyak legenda yang bisa kamu baca, seperti legenda Danau Toba, cerita asal mula Telaga Biru, atau kisah Cikaputrian. Selamat membaca!