
Cerita rakyat Suri Ikun dan Dua Burung merupakan salah satu dongeng bagus yang bisa menginspirasi anak-anak. Jika belum tahu, kamu bisa menyimak kisah lengkapnya dalam artikel ini. Mari simak!
Menceritakan dongeng kepada anak-anak menjadi salah satu aktivitas seru yang bisa digunakan untuk mengisi waktu luang. Salah satu dongeng yang bisa dipilih adalah cerita rakyat Suri Ikun dan Dua Burung.
Kisah anak laki-laki dan dua burung tersebut berasal dari Nusa Tenggara Timur (NTT). Selain ceritanya, kamu juga akan menjumpai pembahasan unsur intrinsik, pesan moral, dan fakta menarik dongeng Suri Ikun dalam artikel ini.
Lantas, kira-kira bagaimana gambaran cerita rakyat Suri Ikun dan Dua Burung? Daripada semakin penasaran, lebih baik kamu langsung simak informasi lengkapnya dalam penjelasan berikut ini, yuk!
Cerita Rakyat Suri Ikun dan Dua Burung
Pada zaman dahulu kala, terdapat sebuah keluarga besar yang tinggal di Pulau Timor. Keluarga itu terdiri dari pasangan suami istri beserta empat belas orang anaknya, tujuh anak laki-laki dan tujuh anak perempuan.
Dari empat belas anak itu, ada anak bungsu yang bernama Suri Ikun. Anak laki-laki ini penampilannya tergolong kecil dan kurus jika dibandingkan dengan teman sebayanya. Meskipun begitu, ia dikenal sebagai anak yang berbakti pada orangtua, suka menolong, berani, dan jago memanah.
Suami istri dari keluarga tersebut berprofesi sebagai petani. Mereka mencukupi kebutuhan hidup sehari-hari dari hasil kebun yang mereka miliki di tepi hutan. Kebun itu cukup luas sehingga hasilnya bisa dinikmati untuk keluarga besar itu.
Pada suatu hari, ayah keluarga itu menjumpai sebagian keadaan kebun mereka yang amburadul. Tak pelak, hasil panen yang sudah mereka idam-idamkan terpaksa hanya menjadi harapan semu semata. Sang ayah percaya bahwa kebun mereka dirusak oleh babi-babi hutan.
Laki-laki itu kemudian pulang ke rumah dan berdiskusi dengan istrinya. “Bu, sepertinya hasil panen musim ini tidak sebanyak musim lalu. Tanaman kebun kita dirusak oleh babi hutan,” ujar sang suami kepada istrinya.
“Aduh, lalu bagaimana, Pak? Hasil panen yang penuh saja kadang kita masih kekurangan untuk memberikan makanan untuk anak-anak kita. Apalagi kalau hasilnya berkurang,” keluh sang istri.
Keinginan Suri Ikun untuk Menolong Orangtuanya
Ternyata, perbincangan pasangan suami istri itu tak sengaja didengar oleh Suri Ikun. Mendengar kesulitan yang dialami oleh orangtuanya, keinginan untuk menolong timbul dalam hati anak laki-laki itu.
“Pak, Bu, kalau boleh, biarkan Suri Ikun dan kakak-kakak membantu menjaga kebun kita. Kami akan berusaha mengusir babi-babi hutan yang ingin merusak kebun,” pinta Suri Ikun dengan penuh percaya diri.
Kedua orangtua itu menatap anak mereka yang paling bungsu itu. Hati mereka tersentuh karena Suri Ikun yang badannya kecil telah menunjukkan keberanian yang melebih teman-teman sebayanya.
“Baiklah, Suri Ikun. Bapak dan ibu mengizinkanmu untuk membantu menjaga kebun. Jangan lupa kabari kakak-kakak laki-lakimu supaya kalian bisa menjaga satu sama lain,” balas sang ayah.
Suri Ikun yang mendengar balasan ayahnya mengangguk dengan penuh semangat. Ia lalu menemui keenam kakak laki-lakinya dan menyampaikan pesan itu. Keenam kakak laki-laki itu merasa kesal karena mereka sebenarnya malas dan lebih suka tidur-tiduran di rumah.
Kekesalan yang dirasakan keenam kakak Suri Ikun hanya disimpan dalam hati. Mereka kemudian secara diam-diam mendiskusikan sebuah cara supaya hanya adik mereka yang paling bungsu yang menjaga kebun.
Keenam Kakak Suri Ikun yang Malas
Keesokan harinya, ketujuh anak laki-laki itu kemudian berjalan menuju arah kebun milik orangtua mereka. Suri Ikun yang pandai memanah tak lupa membawa busur dan panah miliknya. Sementara itu, keenam kakak laki-lakinya hanya berbekal senjata parang.
“Suri Ikun, di antara kita bertujuh, kamulah yang paling jago memanah. Kamu bisa menjaga di pondok dekat kebun yang mengarah ke hutan. Aku dan kakak-kakakmu yang lain akan berada di pondok belakang kebun sini,” ujar salah satu kakak Suri Ikun.
Suri Ikun menyanggupi permintaan kakak-kakaknya tanpa bertanya lebih jauh. Padahal, keenam kakaknya sebenarnya tidak mau membantu adik bungsu mereka untuk menjaga kebun. Mereka berencana untuk tidur-tiduran di pondok.
Pagi menjelang siang, Suri Ikun yang sibuk mengamati pergerakan dari arah hutan melihat seekor babi hutan yang hendak menuju kebun orangtuanya. Ia pun dengan segera melepaskan anak panahnya sebelum si babi berhasil menerobos pagar kebun.
Panah Suri Ikun sukses menancap di tubuh babi hutan itu. Agar babi hutan itu tidak kabur, anak laki-laki itu segera meluncurkan anak panahnya yang lain. Alhasil, babi hutan itu mati karena kehabisan darah setelah tubuhnya tertancap beberapa panah dari anak bungsu itu.
Suri Ikun pun mendekati tubuh babi hutan yang terkapar. Dengan tubuh kecilnya, ia menyeret mayat babi itu ke pondok di mana keenam kakaknya berada. Dengan suara girang, anak laki-laki itu memanggil nama-nama kakaknya.
Keenam kakak Suri Ikun segera bangun dari tidur siang mereka karena teriakan sang adik. Mereka beramai-ramai mendekati Suri Ikun. Tak disangka, adik bungsu mereka membawa babi hutan yang bisa dimakan untuk mereka sekeluarga.
Baca juga: Kisah Asal Mula Kota Banjarmasin dan Ulasannya, Bukti Ketulusan akan Mengalahkan Kebatilan
Kedengkian yang Semakin Menjadi-jadi
Ketujuh anak laki-laki itu lalu pulang ke rumah. Tiba di rumah, Suri Ikun dengan antusias menceritakan keberhasilannya memanah babi hutan. Bapak dan ibu Suri Ikun merasa bangga dan terus memuji anak laki-laki bungsu mereka.
Namun, pujian yang dilontarkan oleh kedua orangtua itu menimbulkan rasa iri dan dengki dalam hati keenam kakak laki-laki Suri Ikun. Dalam cerita rakyat Suri Ikun dan Dua Burung, mereka dikisahkan semakin membenci sang adik bungsu.
Kakak laki-laki pertama yang bertugas mengolah daging babi hutan itu dengan sengaja menyisihkan bagian kepada kepada Suri Ikun. Mau tak mau, adik laki-laki bungsu itu terpaksa menikmati bagian makanannya walaupun hanya ada sedikit daging yang bisa ia santap.
Malam harinya, keenam kakak laki-laki Suri Ikun berkumpul untuk membicarakan bagaimana caranya menyingkirkan adik laki-laki bungsu mereka selamanya. Salah satu dari mereka kemudian mengusulkan untuk meninggalkan Suri Ikun ke dalam hutan yang dipenuhi dengan hantu-hantu jahat.
Keesokan harinya, ketujuh anak laki-laki itu kembali berangkat ke arah kebun orangtua mereka. Sesampainya di kebun, Suri Ikun berjaga di pondoknya kemarin. Sementara itu, keenam kakaknya mempersiapkan rencana yang telah mereka diskusikan malam sebelumnya.
Ketika senja datang, kakak laki-laki pertama lalu menghampiri Suri Ikun di pondoknya. Adik laki-laki bungsunya itu tengah sibuk mempersiapkan diri untuk pulang.
“Dik, supaya lebih yakin, bagaimana kalau kita mengecek apakah ada babi hutan di pinggiran hutan dekat kebun kita? Kala tidak ada, hati kita akan lebih tenang ketika pulang ke rumah,” ujar kakak laki-laki pertama Suri Ikun.
“Baiklah, Kak. Tapi jangan lama-lama soalnya sebentar lagi malam akan datang. Aku takut,” balas adik bungsu itu. Kakak sulung laki-laki itu lalu menyuruh adiknya untuk berjalan duluan, ia akan berada di belakang untuk menjaga mereka berdua.
Terjebak di Dalam Hutan dan Menjadi Sandera Para Hantu Jahat
Di dalam hutan, kakak sulung laki-laki Suri Ikun dengan sengaja berjalan lambat di belakang adiknya. Ketika adiknya memanggil namanya, ia menjawab dan berpura-pura terus mengikuti Suri Ikun. Ketika jarak di antara mereka sudah jauh, sang kakak lalu mencari jalan pintas keluar dari hutan dan meninggalkan adiknya.
Sementara itu, Suri Ikun yang sudah masuk jauh ke dalam hutan merasa was-was. Ia kemudian memanggil nama kakak sulungnya lagi. Dalam cerita rakyat Suri Ikun dan Dua Burung, ia dikisahkan mendengar balasan kakaknya.
Tanpa diketahui Suri Ikun, jawaban itu ternyata adalah suara hantu-hantu jahat yang telah mengamati kedua anak laki-laki itu. Mereka mengimitasi suara sang kakak dan terus menjerumuskan Suri Ikun ke dalam hutan.
Suri Ikun tiba-tiba menengok ke belakang untuk memastikan ia masih bersama kakak sulungnya. Melihat bahwa ia sendirian, Suri Ikun mencoba berlari ke arah ia datang bersama sang kakak. Namun, ia tidak hapal dengan jalur di hutan dan justru hanya berjalan memutar.
Para hantu jahat yang telah mengamati segera menangkap Suri Ikun. Mereka kemudian menaruh anak laki-laki itu ke dalam sebuah gua. Niat awal mereka adalah untuk memangsa Suri Ikun.
Namun, melihat tubuh kecil dan kurus anak laki-laki itu, para hantu jahat itu memilih untuk memberi makan Suri Ikun terlebih dahulu. Mereka berencana untuk memakan anak laki-laki itu ketika tubuhnya sudah gemuk.
Hari demi hari berlalu. Suri Ikun terkurung dalam gua dan mulai beradaptasi dengan kegelapan yang menyelimutinya. Ia tidak berani keluar karena takut berhadapan dengan para hantu jahat yang menculiknya.
Setiap hari, para hantu jahat memberikan makanan kepada Suri Ikun. Sayangnya, anak laki-laki itu telah kehilangan nafsu makan dan hanya menyisihkan makanan-makanan yang diberikan oleh para hantu jahat.
Kedatangan Dua Burung
Pada suatu hari, tiba-tiba masuklah dua burung besar ke dalam gua di mana Suri Ikun diculik. Kedua burung itu langsung jatuh di dekat tempat anak laki-laki itu duduk. Dengan pencahayaan yang minim, Suri Ikun berusaha mengecek kondisi kedua burung itu.
Ternyata, sayap kedua burung itu terluka. Suri Ikun pun berusaha membersihkan darah di sekitar luka sayap kedua burung itu. Ia juga memberikan makanan-makanannya kepada kedua burung itu agar cepat sembuh.
“Ini adalah makanan-makanan yang aku punya. Kalian bisa menikmatinya karena aku tidak nafsu. Semoga saja kondisi kalian bisa segera pulih,” ucap Suri Ikun. Kedua burung yang diajak berbicara oleh anak laki-laki itu dengan lahap menyantap makanan di hadapan mereka.
Tak terasa, waktu telah lama berlalu. Kedua burung yang mulanya kesulitan untuk mengepakkan sayap, bisa dengan bebas terbang tanpa hambatan. Suri Ikun yang melihat kondisi kedua burung itu tersenyum bahagia.
Tiba-tiba saja, salah satu burung berbicara kepada Suri Ikun, “Hei, anak muda. Kamu adalah anak laki-laki yang baik hati dan suka menolong tanpa pamrih. Kami ingin membalas budi atas kebaikanmu dengan cara mengeluarkanmu dari gua ini.”
Suri Ikun terkejut dengan apa yang disampaikan oleh salah satu burung itu. “Tapi, bagaimana dengan para hantu hutan jahat yang mengawasiku dari luar gua?” tanya anak laki-laki itu dengan nada khawatir.
Burung yang satunya dalam cerita rakyat Suri Ikun dan Dua Burung dikisahkan segera menimpali, “Kamu tidak perlu takut. Kami akan membawamu terbang tinggi sehingga mereka tidak akan bisa menangkapmu lagi.”
Ketenangan menyelimuti hati Suri Ikun setelah mendengar pernyataan hewan bersayap itu. Ia pun mengizinkan kedua burung tersebut untuk masing-masing mencakar tangannya.
Telapak kaki Suri Ikun kemudian tidak lagi menapak di tanah. Kedua burung itu dengan hati-hati membawa anak laki-laki itu terbang keluar dari gua. Sesampainya di luar, kedua hewan bersayap itu segera mengepakkan sayapnya dengan cepat dan membawa Suri Ikun terbang tinggi ke angkasa.
Akhir Nasib Suri Ikun dan Dua Burung
Para hantu hutan yang tidak siap dengan kehadiran kedua burung itu hanya bisa menatap kepergian Suri Ikun dengan perasaan kesal. Anak laki-laki itu menghembuskan napas lega karena bisa menikmati cahaya matahari lagi dan terbebas dari kegelapan.
“Wahai burung-burung, kemana kalian akan membawaku? Aku tidak yakin kalau aku bisa pulang ke rumah karena saudara-saudaraku yang lainnya pasti tidak suka dengan kepulanganku,” ujar Suri Ikun.
“Kami akan membawamu ke daerah berbukit yang ada jauh di sana. Kamu akan kami jadikan sebagai raja di daerah tersebut,” jawab salah satu burung.
Setelah melintasi hutan dan sungai, Suri Ikun melihat sebuah istana megah yang terletak di daerah berbukit. Kedua burung itu menurunkan Suri Ikun di istana tersebut. Dengan menggunakan kekuatan gaibnya, kedua burung itu menciptakan prajurit, hulubalang, pelayan, dan dayang istana.
Kedua hewan bersayap itu mempersilakan Suri Ikun untuk tinggal dalam istana tersebut. Anak laki-laki itu kemudian tumbuh menjadi seorang raja yang bijaksana dan peduli dengan rakyat negerinya.
Banyak orang dari wilayah-wilayah tetangga yang pindah ke daerah kerajaan itu karena dipimpin oleh raja yang mumpuni. Selain itu, daerah kerajaan itu memiliki tanah yang subur sehingga bisa ditanami beragam tanaman.
Suri Ikun menghabiskan waktunya untuk bisa membuat hidup rakyat di kerajaannya menjadi sejahtera. Kedua burung yang memperhatikan pertumbuhan anak laki-laki itu pun merasa bangga. Begitulah akhir dari cerita rakyat Suri Ikun dan Dua Burung dari Nusa Tenggara Timur.
Unsur Intrinsik Dongeng Suri Ikun dan Dua Burung
Sebelumnya, kamu sudah menyimak kisah lengkap dari Suri Ikun, kan? Selanjutnya, kamu juga akan menemukan penjelasan singkat mengenai unsur-unsur intrinsik dari cerita tersebut.
1. Tema
Gagasan utama atau tema dari cerita rakyat Suri Ikun dan Dua Burung adalah tentang kebaikan yang tiada henti. Keluhuran budi pekerti Suri Ikun menjadi alasannya hidupnya berubah menjadi lebih baik.
2. Tokoh dan Perwatakan
Beberapa tokoh yang memiliki peran penting dalam dongeng di atas adalah Suri Ikun, keenam kakak laki-laki, orangtua Suri Ikun, para hantu hutan, dan dua burung. Suri Ikun digambarkan memiliki watak penolong, baik hati, sabar, dan ikhlas.
Sementara itu, kedua orangtua anak laki-laki itu dijelaskan sebagai ayah dan ibu yang peduli dengan keempat belas anaknya. Mereka juga merupakan pekerja keras yang ingin mencukupi kebutuhan keluarga mereka sehari-hari.
Keenam kakak laki-laki Suri Ikun dijelaskan sebagai tokoh-tokoh yang mempunyai watak dengki, iri, dan licik. Mereka dengan tega meninggalkan Suri Ikun di dalam hutan walaupun sang adik laki-laki bungsu selalu berbuat baik.
Para hantu hutan mempunyai sikap serakah dan licik karena menculik Suri Ikun supaya bisa memangsa badannya. Dua burung yang menolong anak laki-laki itu sendiri diungkapkan sebagai hewan yang memiliki kekuatan sakti dan sikap yang bijaksana.
3. Latar
Latar atau tempat kejadian di mana cerita rakyat Suri Ikun dan Dua Burung terjadi adalah di rumah, kebun, pondok kebun, hutan, dan gua. Selanjutnya, ada juga istana di daerah perbukitan yang menjadi tempat anak laki-laki itu menghabiskan sisa hidupnya.
4. Alur
Alur atau jalan cerita dari dongeng yang berasal dari NTT di atas termasuk dalam alur maju atau progresif. Kisah diawali dengan introduksi keluarga besar yang memiliki seorang anak laki-laki pemberani dan baik hati bernama Suri Ikun.
Selanjutnya, cerita berkembang ketika Suri Ikun mengajukan diri untuk menghalau babi hutan yang akan merusak kebun keluarganya. Dari situlah, timbul perasaan dengki dan iri hati dari keenam kakak anak laki-laki itu.
Puncak konflik terjadi ketika Suri Ikun diculik oleh para hantu hutan dan dimasukkan ke dalam gua. Sedihnya, hal itu terjadi karena ia dijebak oleh kakak sulungnya sendiri.
Kehadiran dua burung menjadi penyelamat anak laki-laki bungsu yang akan menjadi mangsa para hantu hutan tersebut. Akhir dongeng mengisahkan Suri Ikun yang menjadi seorang raja di sebuah kerajaan yang sejahtera, tentram, dan damai.
5. Pesan Moral
Amanat dari cerita rakyat Suri Ikun dan Dua Burung adalah jangan berhenti menebar kebaikan walaupun sekiranya kamu tidak mendapatkan balasan. Bisa saja, kebaikan yang kamu tanam sekarang akan menolongmu di masa yang akan datang.
Selanjutnya, perasaan dengki dan iri hati hanya akan merugikan diri sendiri. Lebih baik kamu fokus untuk mengembangkan potensi diri daripada menghabiskan waktu memikirkan nasib orang lain.
Tidak hanya unsur-unsur intrinsik, sebenarnya kamu juga bisa menyimpulkan unsur ekstrinsik dari dongeng di atas. Sebut saja nilai yang berlaku pada masyarakat setempat, misalnya saja nilai budaya, sosial, dan moral.
Baca juga: Kisah Nenek Pakande dan Ulasannya, Legenda Wanita Tua Pemakan Manusia dari Sulawesi Selatan
Fakta Menarik
Dalam penjelasan di atas, kamu sudah mengetahui tentang kisah Suri Ikun dan Dua Burung beserta unsur-unsur intrinsiknya. Berikut ini, ada uraian tentang fakta menarik tentang kisah tersebut. Langsung simak, yuk!
1. Ada Versi Lain
Cerita rakyat Suri Ikun dan Dua Burung dari NTT sebenarnya memiliki beragama versi. Selain penjelasan di atas, terdapat versi lain yang beredar di masyarakat. Ada yang berpendapat bahwa anak laki-laki itu ditangkap oleh pemburu hutan.
Sementara itu, dongeng lainnya menceritakan bahwa kedua burung itu sebenarnya menyerang para hantu hutan jahat sebelum membebaskan Suri Ikun. Meskipun begitu, akhir cerita dari dongeng anak-anak asal NTT itu masih sama.
Baca juga: Kisah Asal Mula Tombak Kyai Pleret dan Ulasannya, Peninggalan Kerajaan Mataram yang Legendaris
Cerita Rakyat Suri Ikun dan Dua Burung yang Inspiratif
Begitulah kira-kira ringkasan cerita rakyat Suri Ikun dan Dua Burung yang bisa kami rangkum. Semoga saja amanat yang terkandung di dalam dongeng di atas bisa memberikan pesan inspiratif yang berguna dalam kehidupan sehari-hari.
Selain artikel ini, masih banyak kisah-kisah menarik lainnya yang dapat kamu jumpai di PosKata. Beberapa di antaranya adalah kisah Abu Nawas dan Keledai, cerita mukjizat Nabi Isa, dan legenda Batu Gantung Danau Toba. Selamat membaca!