
Benarkah Si Pitung pernah hidup sebagai pahlawan pada zamannya atau sekadar mitos? Daripada penasaran, buktikan sendiri benar atau tidaknya hal itu dengan menyimak ulasan seputar cerita rakyat Si Pitung yang kami rangkum di artikel ini!
Meski berasal dari Betawi, tapi barangkali sebagian besar orang di Indonesia sudah pernah mendengar tentang cerita rakyat Si Pitung. Namanya cukup terkenal dan cerita kehidupannya disebut-sebut sebagai kisah nyata tentang Robin Hood dari Batavia.
Melihat betapa populer riwayat ini, kamu mungkin tertarik untuk mengetahui ringkasan cerita rakyat Si Pitung dari Betawi secara singkat. Siapa tahu dengan mengetahuinya, kamu bisa memetik pelajaran sehingga dapat menceritakannya kembali kepada anak-anakmu nanti.
Penasaran ingin tahu informasi lengkapnya, bukan? Kalau begitu tak perlu berlama-lama, kamu bisa langsung menyimak detail mengenai kisah dan ulasan lain seputar sosok pendekar Betawi tersebut di bawah ini! Selamat membaca.
Cerita Rakyat Si Pitung
Menurut cerita rakyat yang beredar, Si Pitung merupakan putra keempat dari pasangan Bang Piun dan Mbak Pinah. Ia lahir dengan nama asli Salihoen di Kampung Pengumben, sebuah permukiman kumuh di Rawabelong. Lokasi tersebut kini dikenal sebagai daerah di kawasan Stasiun Palmerah, Tanah Abang, Jakarta Pusat.
Semasa remaja, Salihoen menuntut ilmu di pesantren milik Haji Naipin. Di sana, ia diajari mengaji dan dilatih pencak silat. Dari ilmu pencak silat yang diterimanya, ia tumbuh menjadi pemuda yang selalu waspada terhadap keadaan di sekitarnya.
Bukan hanya itu, ia juga disebut-sebut sangat sakti dan kebal senjata. Ia selalu menolong sesama, bahkan tak masalah jika caranya membantu adalah dengan mencuri harta dari orang kaya untuk dibagikan kepada orang miskin.
Walau dianggap orang baik oleh masyarakat di tanah air, rupanya dahulu ia dinilai sebagai penjahat oleh Belanda dan Tiongkok. Ia bersama para komplotannya bahkan dikecam dan menjadi buronan kompeni.
Tuan Tanah Rawabelong
Alkisah, Rawabelong dikuasai oleh seorang tuan tanah yang bernama Liem Tjeng Soen. Liem Tjeng Soen kerap mengambil pajak dari rakyat, baik berupa padi dan hasil pertanian lain maupun hewan ternak. Tidak diambil sendiri, Liem meminta sejumlah orang dari kalangan pribumi untuk menagih pajak-pajak tersebut.
Semasa kecil, Salihoen sempat mendapati utusan Liem Tjeng Soen menagih pajak dari ayahnya. Mereka mengambil padi, ayam, dan kambing dari Bang Piun secara semena-mena. “Ayah, mengapa mereka mengambil ayam-ayam kita?” tanya Si Pitung menurut cerita yang kami kutip dari situs resmi pemerintah DKI Jakarta.
Sang ayah pun menjawab bahwa itu karena mereka perlu membayar upeti kepada Belanda. Tak disangka, kejadian itu selalu diingatnya hingga ia beranjak dewasa. Ia tidak melupakannya meski sibuk belajar mengaji dan berlatih ilmu bela diri dari Haji Naipin di kampung lain.
Rupanya dalam menuntut ilmu, Si Pitung muda tergolong cerdas dan tekun, hingga Haji Naipin menaruh harapan besar padanya. Haji Naipin bermaksud menjadikan Si Pitung sebagai penerusnya di kemudian hari.
Si Pitung Menerima Ilmu Pancasona
Hampir semua ilmu silat yang dikuasai Haji Naipin telah diturunkan pula kepada Si Pitung. Suatu hari, sang guru bahkan menurunkan ilmu tingkat tinggi bernama Pancasona yang membuat pemiliknya kebal akan senjata. “Gunakan ilmu ini untuk membela orang lemah dari kezaliman,” begitu pesan Haji Naipin.
Berbekal ilmu yang diperolehnya, pemuda tampan itu pulang ke kampung halamannya di Rawabelong. Ia mengabdikan diri tidak hanya untuk membantu kedua orang tuanya, tetapi juga mengulurkan bantuan kepada para tetangga dan semua yang membutuhkan.
Anehnya, meski telah beberapa tahun ditinggalkan, Kampung Rawabelong tetap tidak berubah di mata Si Pitung. Di sana, ia masih melihat kezaliman penguasa dan sikap yang semena-mena mereka.
Suatu ketika, ia bahkan turun tangan langsung membantu mencegah penagih pajak dari merampas hak milik penduduk. Ia menghajar para penagih pajak yang kemudian mengancam akan melaporkan perbuatannya.
Hilangnya Duit Hasil Menjual Kambing
Sang ayah meminta Si Pitung menjualkan kambing suatu hari saat sedang butuh uang. Tanpa bertanya panjang lebar, Pitung langsung mengeluarkan dua ekor kambing dari kandang dan membawanya ke Pasar Tanah Abang.
Kambing berhasil dijual dan ia segera kembali pulang. Dalam perjalanan, ia sempat berhenti sebentar di sebuah musala untuk menunaikan salat Zuhur. Ketika salat, ia meletakkan kantong tempat uang hasil menjual kambing.
Setelah selesai menunaikan kewajiban, ia mendapati uang tersebut lenyap dari tempatnya. Rupanya, uang itu diambil maling yang diam-diam sudah mengikutinya sejak pulang dari Pasar Tanah Abang. Alhasil, Si Pitung pulang ke rumah dengan tangan hampa.
“Duitnya ilang, Pak. Dicopet orang,” jelasnya kepada sang ayah sesampainya ia di rumah. “Ape? Duitnye ilang? Lu pake kali?!” Seru ayahnya seolah tidak percaya. “Beneran ilang, Pak. Aye kagak pake,” jawab Pitung. “Lu musti nemuin itu duit. Kalau nggak ketemu, Lu jangan pulang!” Amuk Bang Piun.
Si Pitung kembali ke Tanah Abang mencari orang yang ia pikir telah mencuri uangnya. Anehnya sewaktu pencuri itu ketemu, mereka malah memberikan tawaran agar Si Pitung mau menjadi pemimpin mereka. Karena kesal, putra dari Bang Piun dan Mbak Pinah itu lantas menghajar mereka hingga babak belur.
Singkat cerita, ia berhasil mendapatkan uangnya kembali dan menyerahkannya kepada sang ayah. Akan tetapi sejak itu, ia jadi merasa bahwa merampas hak orang miskin yang diambil orang lain merupakan sesuatu yang terpuji. Ia pun berniat membantu warga desa mendapatkan kembali harta mereka yang diambil penguasa, yakni para penjajah dari Belanda.
Si Pitung Diburu Penguasa Seluruh Batavia
Bersama temannya bernama Ji’in dan Rais, Si Pitung menjalankan aksi mengambil harta dari para tuan tanah dan orang-orang kaya. Harta rampasannya itu dikembalikan lagi kepada penduduk, terutama mereka yang hidup miskin.
Tindakan semacam itu ternyata bukan hanya dilakukan oleh komplotan Si Pitung, tetapi juga pihak-pihak lain. Mereka mengatasnamakan Si Pitung, sehingga membuat nama itu dikenal di seluruh pelosok Betawi sebagai sosok pencuri.
Penjajah yang menguasai Batavia mendengar kabar tentang aksi perampokan, kemudian mengerahkan aparat untuk menangkap komplotan perampok. Seorang kontrolir bernama Scout Heyne yang berwenang di wilayah Kebayoran bahkan membuat sayembara bagi siapa pun yang mampu menangkap Si Pitung, dalam keadaan hidup atau mati, akan diberi hadiah.
Sayangnya, usaha memburu Si Pitung belum juga membuahkan hasil karena penduduk membantunya. Mereka yang mencari pemuda itu selalu saja kehilangan jejak, ditambah sang buronan selalu berpindah-pindah tempat.
Namun, tak selamanya pelarian Si Pitung dalam cerita rakyat Betawi ini membuahkan keberhasilan. Suatu saat, ia dan komplotannya pun terpergok pemilik rumah sewaktu sedang mencuri di kediaman seorang tuan tanah. Sekumpulan serdadu Belanda yang memang selalu siap berjaga mengepung mereka.
Para perampok jelas berusaha untuk meloloskan diri. Akan tetapi ketika komplotannya berhasil kabur, Si Pitung sengaja membiarkan serdadu Belanda menangkapnya. Ia pun dijebloskan ke penjara.
Kematian Tragis Sang Robin Hood Betawi
Semalam di dalam penjara, Sang Robin Hood dari Betawi itu dapat mengelabui pengawal dan berhasil kabur. Pihak Belanda kembali kalang kabut mencari Si Pitung. Mereka lantas memutuskan untuk menangkap orang-orang terdekat Sang Robin Hood, termasuk Bang Piun dan Haji Naipin.
Ayah dan guru Si Pitung tersebut disiksa Belanda dan dipaksa untuk mencari di mana keberadaan anak dan murid mereka. Hingga akhirnya, Si Pitung muncul untuk menyelamatkan dua orang yang amat disayangi dan dihormati itu.
“Lepasin guru gue. Yang kalian cari gue, bukan dia. Lepasin!” Gertak Si Pitung. Mendengar hal itu, Scout Heyne memerintahkan para serdadu untuk mengepung sang pemuda, sedangkan beberapa serdadu lain menodongkan senjata ke arah Haji Naipin.
Dalam keadaan demikian, Pitung tidak berani asal bertindak karena khawatir gurunya akan dibunuh. Seolah tak sabar, Scout Heyne tidak berniat untuk membawa buruannya kembali ke penjara tetapi malah langsung memerintahkan anak buahnya menembak pemuda itu di tempat.
“Tembak!!” Serdadu-serdadu Belanda pun menembaki tubuh Si Pitung hingga akhirnya ia tewas. Mayatnya dibawa ke kantor Asisten Residen sebelum dimakamkan. Bahkan setelah dimakamkan, kuburannya masih dijaga ketat karena Belanda takut liang lahatnya bakal dibongkar. Pasalnya, pihak Belanda mendengar bahwa Haji Naipin bisa menghidupkan kembali Si Pitung kalau sampai mayatnya dikeluarkan dari kubur.
Walau berhasil menembak mati seorang buron, Scout Heyne dipecat oleh Asisten Residen. Ia dianggap melakukan tindakan memalukan lantaran menembak musuh yang sudah menyerah dan tidak melakukan perlawanan.
Unsur Intrinsik dari Cerita Rakyat Si Pitung
Selain ringkasan cerita rakyat singkat tentang Si Pitung di atas, kami juga menguraikan unsur-unsur intrinsiknya, lho. Kamu perlu membaca informasi yang kami sediakan berikut ini juga untuk menambah wawasan!
1. Tema
Dari kisah yang kamu baca, mungkin akan langsung terpikir mengenai cerita kepahlawanan. Ya, tema dari kisah ini adalah kepahlawanan dan perjuangan. Yaitu, tentng bagaimana seorang pemuda memperjuangkan nasib warga di kampung tempat dirinya tinggal di mana ia pun rela mengorbankan jiwanya.
2. Tokoh & Perwatakan
Ada sejumlah tokoh protagonis dalam kisah ini selain Salihoen alias Si Pitung, yaitu Bang Piun dan Haji Naipin. Mereka digambarkan sebagai orang-orang yang baik, taat beragama, dan rela berkorban.
Sementara untuk tokoh antagonisnya, yaitu Scout Heyne dan para serdadu Belanda. Scout Heyne digambarkan sebagai orang yang serakah dan mau melakukan apa saja untuk mencapai tujuannya.
3. Latar
Tempat terjadinya legenda Robin Hood dari Betawi ini adalah di wilayah Jakarta yang dulunya bernama Batavia. Lokasi tepatnya seperti yang disebutkan dalam ringkasan ceritanya di atas ialah di kawasan Tanah Abang, Jakarta Pusat.
4. Alur cerita
Kisah ini diceritakan dengan alur maju. Sinopsisnya secara beruntun dimulai sejak tokoh masih kecil, menimba ilmu, hingga bagaimana akhirnya ia memutuskan untuk menjadi pahlawan bagi penduduk miskin yang kelaparan.
5. Pesan Moral
Pesan moral yang dapat dipetik dari kisah ini bukan sebatas tentang sikap kepahlawanan. Bukan itu saja, legenda ini juga mengajarkan kepada kita untuk tidak semena-mena, tidak merampas hak orang lain apa pun alasannya, dan tidak menghalalkan segala cara hanya untuk keserakahan diri sendiri.
Di samping unsur intrinsik, ada pula unsur ekstrinsik yang membangun kisah tersebut. Unsur ekstrinsik dalam legenda ini meliputi latar terjadinya cerita, yaitu di wilayah Batavia. Unsur ekstrinsik lainnya berkaitan dengan budaya masyarakat Betawi kala itu yang para pemudanya sudah berlatih bela diri sejak dini.
Fakta Menarik Seputar Si Pitung dari Betawi
1. Si Pitung Bukan Nama Orang?
Bagaimana jika sosok Si Pitung dalam cerita rakyat Betawi yang sering kamu dengar ternyata bukanlah nama orang? Seperti disebutkan oleh penulis bernama Iwan Mahmoed Al Fattah, sosok jawara asal Betawi itu menurutnya hanyalah simbol semata.
Mengutip dari Okezone, Iwan Mahmoed pernah menjelaskan kalau Si Pitung adalah sebuah organisasi perlawanan rakyat Jakarta atas kekejaman kompeni yang dibentuk pada tahun 1880 oleh Kyai Haji Naipin. Ia merupakan seorang ulama yang ahli silat dan dianggap sebagai pejuang di kawasan Tenabang (Tanah Abang).
Si Pitung sendiri merupakan singkatan dari pituan pitulung (bahasa Jawa), yang jika diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia artinya tujuh sekawan saling tolong menolong. Disebutkan pula, tujuh sekawan yang dimaksud semuanya adalah santri-santri Kyai Naipin yang berjihad melawan kompeni. Jadi, berdasarkan versi Iwan Mahmoed, Si Pitung merujuk pada tujuh pendekar penolong.
2. Kisahnya Diangkat Jadi Film Sejak 1930-an
Hikayat tentang sosok Robin Hood ini tidak hanya disampaikan secara lisan dan tulisan oleh masyarakat dalam berbagai bentuk karya sastra, termasuk rancak (balada), syair, atau cerita Lenong. Akan tetapi, legendanya telah pula beberapa kali diangkat ke dalam film.
Film pertama yang berkisah tentang sang pahlawan dirilis pada tahun 1931 dengan judul Si Pitoeng. Film ini digarap Wong Bersaudara dan dibintangi aktor ternama pada masanya, yakni Herman Shim dan Ining Resmini.
Setelahnya, setidaknya ada lima film layar lebar lain yang bercerita mengenai kehidupan Sang Robin Hood. Sebut saja Si Pitung (1970), Banteng Betawi (1971), Si Pitung Beraksi Kembali (1976), Pembalasan Si Pitung (1977), dan Titisan Si Pitung (1989) yang semuanya dibintangi aktor Dicky Zulkarnaen.
Puas Membaca Kisah Si Pitung yang Legendaris Ini?
Barangkali, kini kamu sudah tidak lagi bertanya-tanya apakah cerita rakyat Si Pitung benar adanya atau hanya fiksi semata. Faktanya, di masa pendudukan Belanda di Batavia zaman dulu, ada sosok pahlawan yang memperjuangkan hak-hak rakyat.
Itulah tadi kisah kepahlawanan dan perjuangannya yang dapat kamu ceritakan kembali kepada siapa saja. Mungkin mereka yang mendengar kisahnya akan terinspirasi juga dengan perjuangannya.
Kalau kamu tertarik dengan legenda-legenda nusantara lainnya, jangan lewatkan ulasan dongeng yang kami sediakan. Di sini, kami memaparkan pula sejumlah dongeng lain seperti Ande Ande Lumut, Roro Jonggrang, Bawang Merah Bawang Putih, dan sebagainya, lho!