
Pernahkah kamu mendengar cerita rakyat Lutung Kasarung yang berasal dari Jawa Barat? Kalau belum, langsung saja simak kisah yang telah kami siapkan di artikel berikut beserta ulasan unsur intrinsik dan fakta menariknya!
Beberapa orang mungkin pernah mendengar tentang Lutung Kasarung tapi tak mengetahui detail cerita rakyat tersebut. Padahal ada banyak pesan penting yang bisa didapatkan di dalamnya.
Oleh karena itu, cerita ini cocok dijadikan bahan bacaan untuk keponakan atau buah hati tersayang. Setelah itu, kamu bisa mengingatkan si kecil tentang pesan moral yang bisa ia dapatkan.
Di sini, kami sudah menyiapkan ulasan tentang cerita rakyat lutung kasarung, fakta menarik, dan unsur intrinsiknya. Yuk, langsung saja simak artikel berikut!
Cerita Rakyat Lutung Kasarung
Pada zaman dahulu kala, berdirilah sebuah kerajaan bernama Pasir Batang. Kerajaan tersebut terletak di sebuah daerah di Jawa Barat. Kerajaan tersebut dipimpin oleh seorang raja yang arif dan bijaksana, Prabu Tapa Agung.
Ia memiliki tujuh anak perempuan yang cantik jelita, yaitu Purbararang, Purbadewata, Purbaendah, Purbakencana, Purbamanik, Purbaleuih, dan Purbasari. Dari ketujuh putri tersebut, hanya Purbararang dan Purbasari yang belum menikah. Sementara itu, lima putri yang lain telah menikah dengan pangeran dari kerajaan lain dan menjadi permaisuri.
Meskipun begitu, Purbararang sebenarnya sudah memiliki seorang tunangan yang gagah dan tampan bernama Raden Indrajaya. Ia merupakan putra dari salah satu seorang menteri kerajaan.
Kegalauan Prabu Tapa Agung
Suatu hari, Prabu Tapa Agung terlihat duduk termenung di atas singgasananya. Karena khawatir kalau sang raja terbebani pikirannya, permaisuri pun berusaha menghiburnya.
“Kanda, apa yang membuatmu terlihat murung belakangan ini? Adakah yang bisa Dinda bantu?” tanya permaisuri dengan lembut.
“Bukan apa-apa, Dinda,” jawab Prabu Tapa Agung, “Aku hanya merasa kalau aku sudah semakin tua dan tak akan bisa lagi melakukan tugas-tugas kerajaan dengan baik. Sebenarnya aku berniat turun takhta, tapi aku bingung, Dinda.”
“Bingung kenapa?” tanya sang permaisuri.
Prabu Tapa Agung kemudian menceritakan tentang kegalauannya dalam memilih salah satu dari dua putrinya untuk menggantikan kedudukannya. Jika mengikuti hukum yang berlaku di kerajaan, seharusnya yang menggantikannya adalah putri sulungnya, Praburarang.
Namun, Prabu Tapa Agung merasa kalau putri sulungnya itu terlalu sombong, angkuh, dan licik. Oleh karenanya Praburarang dianggap kurang pantas menjadi seorang ratu. Apalagi, sang putri juga sering membuat keputusan tanpa berpikir panjang dahulu.
Jika boleh memilih, sang prabu lebih senang jika Purbasari yang menjadi ratu. Karena sifatnya yang baik hati, arif dan bijaksana. Setelah diskusi yang panjang antara Prabu Tapa Agung dan istrinya, mereka pun memutuskan Purbasari yang akan menjadi ratu.
Amarah Purbararang
Ketika mengetahui kalau adik bungsunya yang akan menjadi ratu, Praburarang langsung terbakar amarah. Tentu saja ia merasa lebih pantas menggantikan posisi ayahnya. Dengan penuh kekesalan, ia mengadukan hal itu kepada tunangannya.
“Kanda, aku kesal sekali pada Ayahanda! Ia sudah pilih kasih dan memilih Purbasari sebagai ratu. Padahal aku adalah putri tertua!” ucap Praburarang.
Tunangannya langsung naik pitam. “Ini tidak boleh dibiarkan, Dinda! Seharusnya kamu yang menjadi ratu! Kita harus segera menyindkirkan adikmu yang tidak tahu diri itu!” ucap Raden Indrajaya dengan penuh kemarahan.
Mereka pun berencana untuk menemui seorang dukun sakti bernama Ni Ronde. Mereka ingin memintanya untuk mengutuk Purbasari. Permintaan itu lantas disetujui Ni Ronde.
Petaka untuk Purbasari
Beberapa hari kemudian, Purbasari terserang penyakit aneh yang membuat tubuhnya dipenuhi bintik-bintik hitam dan terasa gatal. Prabu Tapa Agung yang terkejut melihat hal itu berusaha memanggil tabib-tabib terbaik istana. Sayang, tak ada satu orang pun yang berhasil menyembuhkan sang putri.
Melihat hal itu, Purbararang seakan tak ingin kehilangan kesempatan. Ia langsung menghasut ayahnya. “Ayah! Para leluhur sepertinya telah murka karena kita tidak mengikuti adat hukum yang berlaku. Oleh karena itu mereka mengutuk Purbasari. Jangan sampai setelah ini kerajaan juga dikutuk! Tidakkah lebih baik kalau kita mengasingkan Purbasari ke tempat yang jauh dahulu?”
Dengan berat hati, Prabu Tapa Agung yang termakan hasutan pun langsung mengasingkan putri bungsunya ke hutan. Sementara itu, Putri Purbasari sadar akan kondisinya dan berusaha menerima semua itu dengan hati yang lapang.
Keesokan harinya, Purbasari diantarkan oleh patih yang bernama Uwak Batara Lengser ke sebuah pondok di dalam hutan. Patih itu juga memberikan nasehat kepada sang putri agar menenangkan hatinya dan berjanji akan selalu membawakan makanan setiap hari.
Sejak saat itu, Purbasari tinggal di sebuah pondok di tengah hutan sendirian. Setiap hari ia berjalan-jalan di sekitar pondok untuk melihat pemandangan dan mengobrol bersama hewan-hewan di sekitarnya. Bahkan, ia sering mendapatkan bantuan dari para hewan untuk mencari buah-buahan di hutan.
Pertemuan Pertama
Pada suatu hari, ketika ia tengah bercanda dengan teman-teman hewannya, tiba-tiba ada sepasang mata yang memperhatikannya tanpa sadar. Rupanya itu adalah mata milik seekor lutung atau kera berbulu hitam. Tak lama, lutung itu menghampiri dan mengejutkan sang putri.
“Ampun, Lutung! Kumohon jangan ganggu aku!” Purbasari berteriak ketakutan.
“Jangan takut, putri! Aku tidak akan mengganggumu!” jawab sang Lutung.
Purbasari seketika kaget mendengar hewan tersebut mampu berbicara layaknya manusia. “Siapa kamu? Dari mana asalmu?” tanyanya kemudian.
“Aku adalah Guruminda, putra dari Sunan Ambu di Kahyangan,” jawab Lutung, “Karena melakukan kesalahan, aku dibuang ke bumi dengan bentuk seperti ini. Dan sekarang aku tengah tersesat di hutan ini.”
Mendengar penjelasan itu, hati Putri Purbasari menjadi lebih tenang. Ia pun kemudian memperkenalkan diri dan menjelaskan tentang asal usulnya. Perasaan senasib karena sama-sama dibuang di hutan membuat mereka berdua berteman baik. Purbasari lalu memberinya panggilan Lutung Kasarung, yang memiliki arti Lutung yang tersesat.
Kesembuhan Purbasari
Pada suat malam ketika bulan purnama muncul, Lutung Kasarung bersemedi di suatu tempat yang sepi. Ia meminta kepada Yang Maha Kuasa untuk mengangkat penyakit sang putri. Sebagai jawaban atas doa tersebut, tanah di sekitarnya berubah menjadi telaga kecil yang airnya jernih dan sejuk.
Ketika matahari mulai terbit, Lutung segera menemui Purbasari dan memintanya untuk berendam di telaga tersebut.
“Untuk apa, Tung?” tanya sang putri penasaran.
“Air telaga ini mengandung obat yang mujarab, Putri. Kalau kamu berendam di sini, niscaya penyakitmu akan sembuh!”
Mendengar penjelasan itu, Purbasari langsung menceburkan diri ke dalam telaga. Benar saja, tak lama kemudian bintik-bintik hitam di kulitnya langsung menghilang tanpa bekas. Kulitnya kembali bersih dan ia menjadi putri yang cantik seperti sebelumnya.
“Terima kasih, Tung! Kamu telah menyembuhkan penyakitku!” ucap Purbasari dengan penuh kebahagiaan.
Putri Purbasari pun menjadi semakin sayang pada Lutung Kasarung. Ia kini lebih betah tinggal di dalam hutan dan bahkan melupakan kehidupan istana yang dahulu sering membelenggunya.
Kembali Ke Istana
Pada suatu hari, Patih Uwak Batara Lengser datang ke hutan untuk mengecek keadaan Purbasari. Betapa terkejutnya ia ketika mendapati sang putri sudah sembuh dari penyakit kulit. Sesuai dengan pesan sang Prabu, ia pun mengajak Purbasari untuk kembali ke istana.
Awalnya, Putri Purbasari menolak untuk kembali ke istana karena sudah terbiasa dengan hidup di hutan. Namun, setelah dibujuk oleh Lutung Kasarung, ia mau memenuhi ajakan tersebut dengan satu syarat.
“Baiklah, aku bersedia kembali ke istana bersamamu, Paman. Namun, Lutung Kasarung juga harus ikut bersamaku. Karena bagaimanapun juga, ia yang telah menyembuhkan penyakitku!” tegas Purbasari.
Akhirnya, Putri Purbasari bersama Lutung Kasarung dan Uwak Batara Lengser pun kembali ke istana. Sesampainya di istana, mereka disambut dengan penuh kegembiraan oleh semua anggota istana, kecuali Raden Indrajaya dan Putri Purbararang. Mereka merasa kalau keberadaan Purbasari akan mengancam posisi mereka.
Putri Purbararang pun kemudian mengusulkan pada ayahnya agar mengadakan sayembara pemilihan ratu. Prabu Tapa Agung yang arif dan bijaksana itu langsung mengabulkan permintaan sang putri sulung. Sayembara yang dilakukan adalah lomba memasak dan lomba panjang rambut. Putri Purbasari terpaksa menerima permintaan ayahnya itu.
“Tidak perlu khawatir, Tuan Putri! Aku pasti akan menolongmu!” bisik Lutung Kasarung menghilangkan keraguan Purbasari.
“Terima kasih, Lutung!” Putri Purbasari menjawab dengan perasaan tenang.
Lomba Memasak
Pada hari yang telah ditentukan, seluruh rakyat Pasir Batang berkumpul di halaman istana untuk menyaksikan sayembara tersebut. Sayembara pertama yang dilakukan adalah lomba memasak. Pemenangnya akan dilihat dari masakan yang paling cepat disajikan dan memiliki rasa paling enak.
Setelah semua bahan dan peralatan disiapkan, wasit memukul gong sebagai tanda perlombaan telah dimulai. Putri Purbararang yang dibantu oleh puluhan pelayan istana langsung meracik bumbu-bumbu dengan lincah. Sementara Putri Purbasari yang hanya ditemani Lutung Kasarung hanya bisa panik dan kebingungan.
Melihat hal tersebut, Lutung langsung mengeluarkan kesaktiannya dan memanggil para bidadari di kahyangan agar turun ke bumi untuk membantu Purbasari. Berkat bantuan tersebut, akhirnya Putri Purbasari berhasil menyelesaikan masakannya terlebih dahulu dengan rasa yang lebih lezat. Akhirnya sang putri menjadi pemenang lomba tersebut.
Lomba Panjang Rambut
Namun, pada perlombaan kedua, Putri Purbasari langsung merasa minder. Apalagi setelah Purbararang melepaskan sanggulnya dan menunjukkan rambutnya yang hitam lebat terurai hingga ke betis.
“Ayo, lepaskan sanggulmu, Purbasari! Kali ini kamu tidak akan bisa mengalahkanku!” Putri Purbararang berseru dengan angkuh.
“Kenapa diam saja, Tuan Putri?” bisik Lutung Kasarung pada Putri Purbasari yang terlihat menunduk terdiam.
“Aku tahu aku pasti kalah, Tung. Karena rambutku lebih pendek, hanya sampai punggung,” jawab Purbasari berbisik.
“Tenang saja, Tuan Putri! Aku akan memanggil para bidadari untuk menyambung rambutmu!” ucap Lutung Kasarung. Tak lama, datanglah para bidadari yang langsung membuat rambut Purbasari menjadi lebih panjang tanpa sepengetahuan Purbararang dan para penonton.
Ketika Purbasari melepaskan sanggulnya, terurailah rambutnya yang hitam berkilau dan halus bagai sutra. Rambut bergelombang tersebut terurai hingga tumit. Hal tersebut langsung membuat Purbararang merasa malu dan terpukul karena dikalahkan adiknya. Namun, ia tidak kehabisan akal. Ia kembali membujuk ayahnya untuk diadakan satu perlombaan terakhir, yaitu lomba ketampanan calon suami atau tunangan masing-masing.
Lomba Ketampanan Calon Suami
Awalnya, Prabu Tapa Agung merasa ragu untuk memenuhi keinginan itu. Karena bagaimanapun juga, Purbasari belum memiliki tunangan. Apabila saat itu sang putri ditunangkan dengan siapa saja yang ada di negeri itu, tidak akan ada yang bisa melebihi ketampanan Indrajaya. Meskipun begitu, Purbasari tetap bersedia mengikuti perlombaan tersebut.
Ketika perlombaannya dimulai, dengan penuh kebanggaan Putri Purbararang menggandeng tangan Raden Indrajaya. “Wahai, seluruh rakyat Pasir Batang! Coba lihatlah ketampanan dan kegagahan tunanganku, Raden Indrajaya! Akulah yang akan menjadi ratu di negeri ini! Karena tidak ada satu pun laki-laki yang bisa mengalahkan ketampanan tunanganku ini!” serunya dengan penuh keangkuhan.
Para hadirin yang hadir pun mengakui bahwa Raden Indrajaya adalah pemuda yang sangat tampan. Mereka pun sudah beranggapan kalau Purbasari pasti akan kalah. Apalagi, ketika sang putri menggandeng tangan Lutung Kasarung.
“Inilah calon suamiku!” seru Putri Purbasari dengan bangga.
Hal tersebut langsung membuat Purbararang dan Indrajaya tertawa terbahak-bahak. “Hai, Purbasari! Apakah tidak ada calon suami yang jauh lebih jelek?” seru Purbararang sengaja mengejek adik bungsunya.
Ejekan itu langsung membuat Lutung Kasarung marah dan tersinggung. Ia tidak terima Purbasari direndahkan seperti itu. Dengan kesaktiannya, ia langsung meminta kepada Yang Maha Kuasa untuk mengembalikan bentuknya seperti semula.
Permintaan itu pun dikabulkan dan seketika itu juga Lutung Kasarung berubah menjadi Guruminda yang tampan dan gagah. Semua yang hadir langsung terpesona dan terperangah melihat ketampanan Guruminda.
Putri Purbasari langsung memenangkan sayembara tersebut dan akhirnya menduduki tahta kerajaan. Ia juga memaafkan kakaknya dan tetap membiarkan Putri Purbararang untuk tetap tinggal di istana bersamanya. Rakyat Pasir Batang pun selalu hidup makmur, damai, dan sentosa di bawah kepemimpinan Purbasari
Unsur Intrinsik Kisah Lutung Kasarung
Setelah membaca kisah di atas, sekarang kamu bisa mengetahui beberapa unsur intrinsik seputar cerita rakyat Lutung Kasarung. Di antaranya adalah tema, tokoh dan perwatakan, alur, latar, dan pesan moral yang terkandung di dalamnya. Berikut ini ulasannya:
1. Tema
Inti cerita atau tema dari kisah Lutung Kasarung ini adalah tentang kesabaran. Bahwa ketika ada hal yang tidak terduga terjadi dalam hidupmu, cobalah untuk lebih bersabar. Seperti yang dilakukan oleh Putri Purbasari, ia tetap bersabar dan menerima nasibnya. Pada akhirnya, kebaikannya membuatnya mendapatkan kemenangan terbaik.
2. Tokoh dan Perwatakan
Ada tiga tokoh utama yang diceritakan dalam kisah ini, yaitu Lutung Kasarung, Purbasari, dan Purbararang. Tokoh antagonis dalam kisah ini adalah Purbararang yang memiliki watak jahat yang berusaha mencelakai adiknya. Selain itu, ia juga memiliki sifat iri hati, sombong, dan licik.
Selanjutnya, ada Lutung Kasarung memiliki sifat perhatian dan selalu berusaha melakukan apa saja demi kebahagiaan Purbasari. Sementara Purbasari memiliki watak sabar, penyayang, dan pemaaf.
Selain ketiga tokoh tersebut, ada juga beberapa tokoh lain yang disebutkan di dalam cerita. Di antaranya adalah Prabu Tapa Agung, Patih Uwak Batara Lengser, dan Raden Indrajaya.
3. Latar
Latar tempat yang banyak digunakan dalam kisah ini adalah Istana Pasir Batang dan hutan yang terletak tak jauh dari istana. Sementara latar waktu yang disebutkan adalah pagi hari dan malam hari saat bulan purnama.
4. Alur
Kisah ini menggunakan alur maju. Dongengnya diceritakan secara urut sejak Prabu Tapa Agung memutuskan untuk mengangkat Purbasari menjadi ratu. Kemudian, rasa iri hati Purbararang membuatnya melakukan segala cara untuk menyingkirkan adiknya.
Konflik muncul ketika Purbasari kembali terlihat cantik dan kembali ke istana. Purbararang pun membuat sayembara demi menyingkirkan adiknya lagi. Namun, tetap saja Purbasari yang memenangkan perlombaan itu.
5. Pesan Moral
Setidaknya ada dua amanat yang bisa dipetik dari cerita rakyat Lutung Kasarung ini. Yang pertama adalah dampak buruk dari sifat memandang rendang orang lain. Hal tersebut bisa terlihat dari sikap dan perilaku Putri Purbararang yang menantang adiknya demi merebut tahta kerajaan. Ia merasa yakin kalau adik bungsunya itu tak akan bisa melakukan apa-apa. Namun, siapa sangka kalau ia justru dikalahkan oleh adiknya.
Amanat kedua adalah tentang keutamaan bersabar dan memaafkan, sama seperti sifat Putri Purbasari. Bahkan setelah ia dibuang dan direndahkan oleh kakaknya sendiri, tapi ia tetap memaafkan kakaknya itu dan membiarkannya tinggal di istana.
Selain intrinsik, cerita rakyat Lutung Kasarung ini juga memiliki unsur ekstrinsik sesuai dengan norma yang berlaku di masyarakat sekitar. Di antaranya adalah nilai budaya, moral, agama, dan sosial.
Fakta Menarik tentang Lutung Kasarung
Kalau sudah mengetahui kisah dan unsur intrinsiknya, sekarang kamu juga bisa mengetahui beberapa fakta menariknya. Langsung simak saja, yuk!
1. Aslinya Adalah Pantun
Kisah ini aslinya merupakan pantun Sunda yang menceritakan tentang perjalanan Sanghyang Guruminda yang diturunkan dari Kahyangan. Ia turun ke Buana Panca Tengah alias Bumi dalam bentuk lutung atau monyet hitam berekor panjang.
2. Diangkat Menjadi Drama dan Film
Kisah Lutung Kasarung ini sudah diangkat dalam beberapa drama dan film. Di antaranya dalam bentuk gending karesmen atau drama yang diiringi musik karawitan pada tahun 1921 dengan judul sama.
Pada tahun 1926, sutradara L. Heuveldrop bersama NV Java Film Company mengangkat kisah Lutung Kasarung menjadi sebuah film bisu hitam putih dengan judul Loetoeng Kasaroeng. Film pertama di Hindia Belanda tersebut diputar sejak 31 Desember 1926 sampai 6 Januari 1927 di bioskop Elita (Majestic). Pada tahun 1952 dan 1983, film ini dibuat ulang dengan versi berwarna dan bersuara.
3. Kampungnya Ada di Ciamis
Kabarnya, kisah Lutung Kasarung ini berasal dari sebuah kampung yang terdapat di Desa Gunungcupu, Kecamatan Sindangkasih, Kabupaten Ciamis, Jawa Barat. Bahkan, beberapa situsnya berupa batu Panglanangan dan Pangwadonan masih bisa ditemukan di desa tersebut.
Pada tahun 2014, desa yang tadinya kumuh itu ditata melalui program Kota Tanpa Kumuh (Kotaku) yang diadakan oleh pemerintah pusat. Kini, wilayah tersebut dikenal dengan sebutan Kampung Legenda dan menjadi destinasi wisata kampung penuh warna.
Sudah Puas Membaca Cerita Rakyat Lutung Kasarung di Atas?
Demikianlah cerita rakyat Lutung Kasarung beserta unsur intrinsik dan fakta-fakta menariknya. Seru dan menarik banget, kan? Kamu juga bisa menggunakannya sebagai bahan pembelajaran untuk adik, sepupu, keponakan, atau buah hati tercinta.
Kalau masih ingin mencari dongeng lain yang tak kalah menariknya, cek artikel-artikel di PosKata. Di antaranya ada Malin Kundang, Roro Jonggrang, Timun Mas, dan Bawang Merah Bawang Putih.