
Jika Pulau Jawa memiliki dongeng Jaka Tarub, maka Pulau Sumatera mempunyai Sidang Belawan. Cerita rakyat Sidang Belawan lebih tepatnya berasal dari Provinsi Lampung. Bila belum tahu kisahnya, kamu bisa menyimak uraian lengkapnya dalam artikel ini. Yuk!
Bila berbicara tentang dongeng yang mengisahkan manusia laki-laki dengan bidadari kahyangan, kamu mungkin akan teringat kisah Jaka Tarub. Padahal, ada juga cerita rakyat Sidang Belawan dari Lampung yang tak kalah menarik untuk disimak.
Di sini, kamu akan menjumpai ulasan lengkap mengenai legenda pemuda dari Lampung tersebut. Mulai dari unsur-unsur intrinsik hingga fakta menarik yang berkaitan dengan cerita rakyat itu.
Tertarik untuk mengetahui seperti apa cerita rakyat Sidang Belawan dari Lampung? Kamu bisa menyimak uraian lengkapnya dalam penjelasan berikut ini. Semoga saja setelah membaca dongengnya, ada pesan moral yang bisa kamu ambil dan terapkan di kehidupan sehari-hari.
Cerita Rakyat Sidang Belawan dari Lampung
Pada zaman dahulu kala, terdapat sebuah kerajaan yang dipimpin oleh seorang raja yang memiliki tujuh orang istri. Namun, dari tujuh istri tersebut, sang raja hanya dikaruniai seorang anak laki-laki dari istri terakhir.
Raja kemudian memberikan nama Sidang Belawan kepada putra tunggalnya itu. Sang anak dibesarkan dengan penuh kasih sayang dan dilatih untuk menjadi pemimpin yang bijaksana untuk mewarisi tahta kerajaan kelak.
Selain disibukkan dengan urusan kerajaan, Sidang Belawan ternyata gemar menangkap ikan di sungai menggunakan jala di waktu senggangnya. Laki-laki itu kerap membawa ikan hasil tangkapannya ke istana.
Pada suatu hari ketika Sidang Belawan menjala ikan di sungai, ia ternyata tidak mendapatkan tangkapan ikan yang banyak seperti biasanya. Ia justru mendapatkan sebuntal rambut yang amat panjang di jalanya.
“Ha, kenapa bisa ada buntalan rambut di sungai ini?” tanya laki-laki itu dengan heran.
Karena penasaran dengan asal-usul buntalan rambut itu, Sidang Belawan kemudian memasukkannya ke dalam saku celananya dan berjalan menuju ke hulu sungai. Sebelum sempat menebar jalanya, tiba-tiba pandangan laki-laki itu tertuju pada tujuh bidadari cantik yang sedang mandi di pinggir sungai.
Sidang Belawan pun segera bersembunyi di balik batu-batu yang ada di sungai dan mengamati gerak-gerik para wanita itu. Saat mereka sibuk berbicara dengan satu sama lain, dikisahkan dalam cerita rakyat Sidang Belawan dari Lampung bahwa laki-laki tersebut kemudian mengambil salah satu selendang yang tergeletak di pinggir sungai.
Pertemuan Sidang Belawan dan Bidadari Bungsu
Tak berapa lama, ketujuh bidadari itu mulai sadar akan kehadiran manusia di sekitar tempat mereka mandi. Para bidadari itu bergegas untuk merapikan pakaian dan bersiap terbang kembali ke kahyangan.
Sayangnya, tidak seperti keenam kakaknya yang sudah bersiap-siap, Bidadari Bungsu masih kebingungan mencari selendangnya.
“Kak, apakah kalian melihat selendangku? Selendangku tidak ada,” ucap Bidadari Bungsu dengan nada panik.
“Selendangmu hilang? Tidak adikku, kami tidak melihatnya,” jawab Bidadari Sulung.
Keenam bidadari itu berusaha membantu mencari selendang adik bungsu mereka. Namun, karena tidak bisa berlama-lama, mereka akhirnya terpaksa meninggalkan Bidadari Bungsu dan terbang kembali ke kahyangan.
Bidadari Bungsu mau tidak mau harus menerima kenyataan kalau dia tidak bisa kembali ke kahyangan tanpa selendangnya. Perempuan cantik itu akhirnya menangis tersedu-sedu karena hanya bisa meratapi nasibnya. Sidang Belawan yang melihat bidadari itu menangis pun segera keluar dari tempat persembunyian dan menghampirinya.
“Hai, perempuan cantik. Kenapa kamu menangis?” tanya Sidang Belawan yang berpura-pura tidak tahu keadaan yang sebenarnya.
“Selendangku hilang, Tuan. Aku ditinggalkan oleh kakak-kakakku sendirian di sini,” jawab Bidadari Bungsu dengan nada sedih. “Aku tidak bisa lagi kembali ke negeriku di kahyangan tanpa selendangku,” lanjutnya.
“Sudahlah, Putri. Mungkin itu sudah menjadi takdir. Barangkali sudah menjadi nasibmu untuk tinggal di bumi dan bertemu denganku,” kata Sidang Belawan.
“Apa maksud dari perkataan Tuan?” tanya Bidadari Bungsu dengan bingung.
“Aku adalah laki-laki lajang dan aku ingin menjadikanmu sebagai istriku. Itu kalau putri berkenan,” ucap laki-laki itu dalam cerita rakyat Sidang Belawan dari Lampung dengan nada membujuk.
Mendengar permintaan dari laki-laki asing di hadapannya, Bidadari Bungsu itu pun termenung sejenak. Ia belum terbiasa dengan dunia manusia dan ditambah lagi selendangnya yang hilang yang membuatnya mustahil untuk kembali ke kahyangan.
“Baiklah. Aku bersedia menikah dengan Tuan,” jawab Bidadari Bungsu.
Mendengar jawaban wanita cantik itu, kebahagiaan menyelimuti hati Sidang Belawan. Laki-laki itu pun segera membawa sang bidadari pulang ke istana untuk diperistri.
Baca juga: Kisah Caadara dari Irian Jaya dan Ulasannya yang Mengandung Pesan Heroik
Kehidupan Rumah Tangga Sidang Belawan
Beberapa hari kemudian, pernikahan Sidang Belawan dengan Bidadari Bungsu pun dilaksanakan dengan meriah di istana. Pasangan suami istri itu hidup dengan tentram, nyaman, dan bahagia karena kedudukan Sidang Belawan sebagai calon pewaris tahta.
Namun, kebahagiaan itu ternyata tidak berlaku untuk keenam istri raja lainnya yang merasa iri dengan Sidang Belawan dan ibunya. Setelah melakukan beragam tipu daya, mereka akhirnya berhasil membujuk raja untuk mengasingkan Sidang Belawan dan keluarganya ke luar istana.
Sejak pengasingan itu, Sidang Belawan dan keluarganya tinggal di sebuah kampung. Laki-laki itu memenuhi kebutuhan keluarganya dengan bercocok tanam dan mencari ikan di sungai. Sebagian hasil panen juga ia simpan di lumbungnya jika mendapat hasil yang lebih.
Tak disangka, satu tahun telah berlalu dan Bidadari Bungsu melahirkan seorang anak laki-laki yang sehat dan tampan. Kehadiran putra itu semakin melengkapi kebahagiaan yang dirasakan oleh Sidang Belawan. Laki-laki itu semakin giat bekerja, sementara istrinya juga semakin menyayangi keluarganya.
Pada suatu hari, Bidadari Bungsu harus pergi ke pasar untuk berbelanja kebutuhan sehari-hari. Sebelum berangkat, wanita itu meninggalkan pesan kepada suaminya.
“Kakanda, aku akan berangkat ke pasar. Tolong kanda jangan buka panci di atas tungku di dapur sebelum aku pulang,” ujar Bidadari Bungsu.
Sidang Belawan yang tengah duduk di kursi hanya mengangguk. Setelah istrinya pergi, laki-laki itu dalam cerita rakyat Sidang Belawan dari Lampung dikisahkan pergi ke dapur dan membuka tutup panci yang tengah dimasak di dapur. Ternyata, di dalam panci hanya ada sebutir beras.
“Sebutir beras? Selama ini istriku hanya memasak sebutir beras untuk makanan keluarga sehari-hari? Pantas saja beras di lumbungku seperti tidak pernah berkurang,” ucap Sidang Belawan dengan nada heran.
Kembalinya Selendang yang Hilang
Menjelang siang, Bidadari Bungsu pulang dari pasar dan segera mengecek panci yang ada di dapur. Wanita itu terkejut karena sebutir beras yang ia masak tidak tanak menjadi nasi. Ia sangat marah karena itu tandanya suaminya telah melanggar pesannya.
“Kakanda! Kenapa Kanda melanggar pesanku?! Lihat, sekarang beras yang aku masak tidak bisa tanak menjadi nasi!” ujar Bidadari Bungsu dengan kesal.
“Maafkan aku, Dinda. Aku menyesal karena telah melanggar pesanmu hanya karena aku penasaran,” jawab Sidang Belawan.
Mendengar permintaan maaf suaminya, Bidadari Bungsu hanya bisa menghela napas. Wanita itu sebenarnya tidak bisa menumbuk padi layaknya penduduk bumi lainnya. Maka dari itu, ia menggunakan kemampuan saktinya untuk mengubah sebutir beras menjadi satu panci nasi.
Namun, kemampuan sakti itu akan hilang jika diketahui oleh manusia. Karena ulah suaminya, Bidadari Bungsu terpaksa harus menumbuk padi sendiri. Meskipun tidak ahli, ia berusaha dengan giat supaya bisa memasak nasi untuk keluarganya.
Saat Bidadari Bungsu hendak mengambil tumpukan beras di lumbung, ia melihat sebuah selendang yang tak asing. Kain berwarna ungu itu merupakan selendang yang ia kira hilang dulu. Ia sadar ternyata selama ini suaminya telah berbohong dan menyembunyikan selendangnya.
Bidadari Bungsu segera mengenakan selendang itu dan menggendong anaknya untuk dibawa terbang ke kahyangan. Sidang Belawan yang saat itu berada di rumah segera menyusul Bidadari Bungsu, tapi ia dihalangi oleh lautan api yang dibuat oleh istrinya.
Baca juga: Legenda Tanjung Menangis Asal Sumbawa dan Ulasannya, Kisah Cinta Tak Sampai yang Begitu Pedih
Perjuangan untuk Mendapatkan Kembali Bidadari Bungsu
Sidang Belawan tidak putus asa, ia lalu menangkap seekor ayam jantan dan berdoa kepada Tuhan.
“Tuhan, jika aku memang benar keturunan dari raja sakti, tolong ubah ayamku ini menjadi burung rajawali!” pinta laki-laki itu.
Ternyata, doa Sidang Belawan dikabulkan oleh Yang Maha Kuasa karena ayam jantannya benar-benar berubah menjadi burung rajawali raksasa. Ia kemudian mengikatkan tubuhnya dengan rajawali itu menggunakan buntalan rambut panjang yang ia temukan di sungai dulu dan terbang melewati lautan api.
Sayangnya, rambut yang menjadi tali pengikat tubuhnya dengan burung rajawali terbakar satu per satu hingga habis. Ia pun jatuh ke dalam lautan api dan burung rajawalinya segera mencari pertolongan. Burung itu berjumpa dengan orang tua bertongkat di tepi pantai.
“Permisi Pak Tua. Tolong selamatkan Tuanku yang jatuh ke dalam lautan api,” pinta rajawali yang ternyata memiliki kemampuan berbicara layaknya seorang manusia.
“Baiklah. Kamu tolong carikan 7 batang lidi daun kelapa hijau dan 7 tangkai padi ketan hitam,” jawab si Pak Tua.
Rajawali itu segera mencari semua barang yang diminta Pak Tua. Setelah mendapatkannya, Pak Tua lalu membakar tujuh batang lidi dan berdoa.
“Tuhan, bila Sidang Belawan merupakan keturunan raja yang sakti, maka mohon hidupkanlah dia kembali!” pinta Pak Tua.
Permohonan yang diucapkan oleh Pak Tua itu dikabulkan Sang Maha Pencipta karena Sidang Belawan kembali hidup dan berjalan keluar dari lautan api. Pak Tua tersebut kemudian membakar tujuh tangkai padi ketan hitam dan kembali berdoa kepada Tuhan.
“Tuhan, jika memang benar Sidang Belawan merupakan keturunan raja yang sakti, tolong antarkan dia ke kahyangan!” pinta Pak Tua.
Sama seperti permohonan sebelumnya, permohonan itu juga dikabulkan oleh Sang Maha Kuasa. Tubuh Sidang Belawan tiba-tiba menghilang dan muncul di kahyangan. Laki-laki itu berdiri di hadapan tujuh bidadari cantik yang mempunyai wajah dan gaya yang sama.
Tiga Ujian dari Keenam Saudara Bidadari Bungsu
Sidang Belawan merasa bingung dan tidak bisa mengenali bidadari mana yang merupakan istrinya. Melihat tingkah laki-laki itu, salah satu dari tujuh bidadari tersebut lalu angkat bicara.
“Kau Sidang Belawan? Mau apa kau ke sini?” tanya bidadari itu.
“Saya ke sini ingin bertemu dengan istri saya,” jawab Sidang Belawan.
“Jika ingin berjumpa dengan istrimu lagi, maka kau harus melalui tiga ujian dari kami terlebih dahulu,” ujar salah satu bidadari.
“Apa pun ujian yang kalian berikan padaku, aku akan melakukannya dengan sepenuh hati demi mendapatkan istriku tercinta kembali,” ucap Sidang Belawan dengan tegas.
Ujian pertama dari ketujuh bidadari itu adalah memilih makanan mana yang tidak beracun dari tiga jenis makanan yang dihidangkan di hadapannya oleh ketujuh bidadari. Bila laki-laki itu salah memilih, maka ia akan mati dan gagal membawa istrinya pulang.
Saat Sidang Belawan akan memilih makanan, ternyata ia didahului oleh seekor kucing yang tiba-tiba menyantap salah satu makanan di hadapannya. Betapa beruntung nasib laki-laki itu karena si kucing ternyata menyantap makanan yang beracun dan mati.
Sidang Belawan berhasil lolos dari maut dan melewati ujian pertama dengan sukses. Ketujuh bidadari itu lalu memberikan ujian kedua kepadanya, yakni mengisi bak kosong yang berlubang dengan air sungai.
Namun, mau seberapa cepat Sidang Belawan membawa air, bak kosong yang berlubang itu tidak pernah terisi. Ketika laki-laki itu hampir putus asa, menurut cerita rakyat Sidang Belawan dari Lampung, datanglah gerombolan belut yang menjadi penyelamatnya.
Gerombolan belut itu menggosok-gosokkan tubuh mereka pada lubang bak. Lendir yang keluar dari tubuh mereka lama-lama terkumpul dan menutupi lubang dari bak itu. Akhirnya, Sidang Belawan bisa mengisi bak dengan air hingga penuh.
Melihat kejadian itu, ketujuh bidadari mau tidak mau menerima hasil kalau Sidang Belawan lulus ujian kedua. Mereka pun akhirnya menyampaikan ujian terakhir yang mesti dilalui oleh Sidang Belawan.
Pertolongan Kunang-Kunang dan Pulang ke Bumi
“Kau lolos ujian pertama dan kedua. Kali ini, ujian terakhir yang akan kami berikan padamu adalah siapa di antara kami bertujuh yang kau yakini sebagai istrimu,” tutur salah seorang bidadari.
Sidang Belawan tentu saja bingung dan khawatir karena ia sama sekali tidak bisa membedakan istrinya dengan keenam kakaknya yang lain. Di tengah-tengah kebingungannya, tiba-tiba datanglah seekor kunang-kunang di dekatnya.
“Sidang Belawan, aku akan membantumu menunjukkan siapa bidadari yang juga adalah istrimu. Bila aku hinggap di salah satu sanggul bidadari itu, berarti dialah istrimu,” terang kunang-kunang ajaib yang bisa berbicara tersebut.
“Baiklah. Aku akan mengikuti perintahmu. Terima kasih kunang-kunang,” ujar Sidang Belawan.
Kunang-kunang itu lalu terbang dan hinggap di sanggul kepala bidadari yang berdiri di paling ujung kiri. Sidang Belawan dengan tak menunjukkan keraguan sama sekali segera berjalan menghampiri wanita itu dan memeluknya.
“Maafkan aku, istriku. Aku berjanji akan mengikuti perkataanmu dan tidak akan mengingkari janji lagi,” ujar laki-laki itu dengan perasaan haru.
Bidadari Bungsu yang mendengar pernyataan tulus dari suaminya itu merasa tersentuh.
“Maafkan aku juga, Kanda, karena telah meninggalkan Kanda dan Ibu secara tiba-tiba,” balas Bidadari Bungsu.
Keenam bidadari itu ikut tersentuh dengan sikap adik dan suaminya itu. Mereka lalu mendekati Sidang Belawan dan memberikan ucapan selamat kepadanya karena telah lolos dari semua ujian yang telah diberikan.
“Selamat Sidang Belawan. Sepertinya kau memang berjodoh dengan adik kami. Kau bisa membawa istrimu pulang ke bumi. Jaga dan rawatlah dia dengan baik,” pesan salah satu dari keenam bidadari itu.
“Terima kasih, wahai para bidadari. Aku berjanji akan merawat istriku dengan baik,” ujar laki-laki itu.
Pada akhirnya, Sidang Belawan sukses memboyong istri beserta anaknya kembali ke bumi. Kedatangan mereka disambut dengan penuh kebahagiaan oleh ibu dan para warga kampung.
Semenjak kejadian itu, tidak ada lagi kesalahpahaman antara Sidang Belawan dan Bidadari Bungsu. Keluarga itu hidup dengan bahagia hingga akhir hayat mereka. Begitulah akhir dari cerita rakyat Sidang Belawan dari Provinsi Lampung.
Baca juga: Legenda Putri Gading Cempaka dari Bengkulu, Pesan tentang Menuruti Nasihat Orang Tua
Unsur Intrinsik Dongeng Sidang Belawan
Sebelumnya kamu telah menyimak kisah lengkap dari Sidang Belawan. Namun, rasanya belum lengkap kalau kamu tidak sekalian mengetahui apa saja unsur-unsur intrinsik yang terkandung dalam dongeng tersebut. Berikut ini penjelasannya:
1. Tema
Inti cerita atau tema dari cerita rakyat Sidang Belawan dari Lampung mengisahkan tentang kisah cinta antara manusia dan bidadari. Sidang Belawan merupakan putra tunggal dari seorang raja dan istrinya adalah Bidadari Bungsu dari kahyangan.
2. Tokoh dan Perwatakan
Ada beberapa tokoh yang memiliki peran penting dalam perkembangan cerita dari Lampung di atas. Sebut saja Sidang Belawan, Bidadari Bungsu, burung rajawali, Pak Tua, serta keenam bidadari.
Sebagai tokoh utama, Sidang Belawan mulanya dijelaskan sebagai karakter yang egois dan berbohong demi kepentingan dirinya sendiri. Namun, di akhir dongeng ia menjadi karakternya yang bertanggung jawab atas kesalahannya dan mau berubah untuk menjadi pribadi yang lebih baik.
Bidadari Bungsu memiliki watak sebagai perempuan yang polos, pekerja keras, tegas, dan sakti. Sementara itu, burung rajawali yang merupakan jelmaan dari ayam jantan Sidang Belawan memiliki karakter patuh kepada tuannya dan mempunyai kecerdasan serta kemampuan berbicara layaknya manusia.
Tokoh Pak Tua yang membantu menghidupkan Sidang Belawan digambarkan sebagai orang sakti yang mau menolong. Sedangkan keenam bidadari awalnya dijelaskan sebagai kakak-kakak yang dengan tega menelantarkan adiknya di bum, tapi di akhir cerita mereka menunjukkan kepedulian kepada si adik bungsu dan memberikan tiga ujian untuk mengetes kesungguhan cinta suami adik mereka.
3. Latar
Tempat kejadian atau latar yang digunakan dalam cerita rakyat Sidang Belawan dari Lampung adalah istana kerajaan, sungai, rumah di kampung, lautan api, dan kahyangan.
4. Alur
Alur dari kisah Sidang Belawan termasuk dalam jenis maju atau progresif. Awalnya, cerita dimulai dengan pengenalan karakter Sidang Belawan yang kemudian jatuh cinta dengan bidadari dari kahyangan.
Meskipun pada akhirnya Sidang Belawan dan Bidadari Bungsu menikah, konflik muncul saat laki-laki itu melanggar pesan yang disampaikan istrinya. Puncak permasalahan terjadi ketika Bidadari Bungsu menemukan selendang yang ia kira hilang dan kemudian terbang kembali ke kahyangan bersama putranya.
Sidang Belawan berusaha sekuat tenaga untuk menjemput istrinya kembali. Ia pun harus melalui tiga ujian yang diberikan oleh kakak-kakak istrinya untuk mengetes ketulusan cintanya. Pada akhirnya, ia berhasil memboyong pulang istri beserta putranya dari kahyangan dan hidup bahagia di bumi.
5. Pesan Moral
Amanat atau pesan moral dari cerita rakyat Sidang Belawan dari Lampung yang bisa diambil adalah tidak mengingkari janji yang telah kamu ucapkan. Kepercayaan yang sudah kamu miliki sebaiknya jangan disia-siakan karena sekali kepercayaan itu dirusak, akan susah untuk didapatkan kembali.
Selain itu, mau serapat apa pun kamu menutup kebohongan, pada akhirnya akan terungkap juga seperti yang dikisahkan dalam dongeng di atas. Sikap Sidang Belawan yang mau mengakui kesalahannya dan berusaha menunjukkan kesungguhannya untuk berubah juga menjadi tindakan yang patut dihargai.
Tidak hanya unsur intrinsik, ada juga unsur ekstrinsik yang terkandung dalam legenda Sidang Belawan. Sebut saja nilai-nilai yang berlaku di masyarakat setempat, contohnya adalah nilai budaya, moral, dan sosial.
Fakta Menarik
Jika sebelumnya menyimak tentang cerita rakyat Sidang Belawan dari Lampung beserta unsur-unsur intrinsiknya, kali ini kamu perlu mengetahui apa saja fakta menarik dari kisah tersebut. Yuk, simak informasinya dalam uraian berikut:
1. Diangkat Menjadi Video Animasi Singkat
Tak hanya tersedia dalam bentuk tulisan, kisah Sidang Belawan juga disajikan dalam format video animasi singkat yang bisa menarik perhatian anak-anak kecil. Selain itu, video animasi singkat tersebut juga bisa menjadi alternatif kalau sang buah hati mungkin lebih mudah memahami suatu hal melalui media pembelajaran visual.
Video animasi singkat Sidang Belawan dapat dengan mudah kamu temukan di platform YouTube. Selain bisa menjadi media pembelajaran, dongeng dari Lampung tersebut juga dapat menjadi tontonan menghibur yang bermanfaat untuk anak-anak.
Baca juga: Legenda La Moelu dari Sulawesi Tenggara Beserta Ulasannya, Kisah Seorang Anak Yatim dan Ikan Ajaib
Cerita Rakyat Sidang Belawan dari Lampung yang Mengandung Pesan Inspiratif
Begitulah kira-kira uraian lengkap tentang kisah Sidang Belawan beserta unsur-unsur intrinsik dan fakta menariknya yang dapat kami rangkum. Semoga setelah membacanya, kamu dapat mengambil pesan moral yang bisa diterapkan untuk kehidupan yang lebih bijak.
Tak hanya cerita rakyat, masih banyak dongeng menarik lainnya yang bisa kamu temukan di PosKata. Beberapa di antaranya adalah tentang legenda Sungai Kawat, cerita rakyat Reog Ponorogo, dan asal mula Bukit Kelam. Selamat membaca!