
Kamu suka membaca cerita rakyat Nusantara? Dari Sulawesi Selatan, ada kisah yang cukup inspiratif dan menarik tuk dibaca, yakni cerita rakyat La Moelu. Bila ingin membacanya, langsung saja baca artikel berikut ini!
Membaca adalah kegiatan positif dan bermanfaat yang bisa kamu lakukan di waktu luang. Untuk lebih mengenal budaya Nusantara, kamu bisa perbanyak membaca legenda atau cerita rakyat dari berbagai daerah di Indonesia. Di Sulawesi Tenggara, ada cerita rakyat La Moelu yang kisahnya cukup menarik dan inspiratif.
La Moelu adalah seorang anak-anak laki yang tinggal bersama ayahnya. Ibunya sudah meninggal sejak ia masih bayi. Sedihnya, ayahnya telah berusia senja dan tak bisa lagi mencari nafkah.
Lantas, bagaimanakah anak yatim tersebut bertahan hidup? Penasaran dengan kisah selengkapnya? Tak perlu berlama-lama lagi, yuk, langsung saja simak cerita selengkapnya di artikel ini! Tak hanya ceritanya saja, ulasan seputar unsur intrinsik, pesan moral, dan fakta menariknya juga telah kami paparkan!
Cerita Rakyat La Moelu
Pada zaman dahulu, di suatu desa kecil di Sulawesi Tenggara, hiduplah seorang anak laki-laki bernama La Moelu. Saat ia masih bayi, ibunya meninggal sehingga dirinya hanya tinggal dengan ayahnya saja.
Sayangnya, sang ayah telah tua renta dan tak bisa mencari nafkah. Jangankan bekerja, untuk berjalan saja ayahnya kesusahan. Untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari, La Moelu yang tiap hari harus bekerja keras.
Setiap pagi, ia pergi ke hutan tuk mencari kayu bakar yang kan dijualnya ke pasar. Hasil penjualan biasanya ia gunakan untuk membeli beras. Setelah itu, ia pergi ke sungai tuk menangkap ikan buat lauk makan.
Pada suatu hari, anak pekerja keras ini telah menyiapkan banyak cacing tanah yang kan ia gunakan sebagai umpan. Setibanya di tepi sungai, ia melihat segerombolan ikan muncul di permukaan sungai.
“Wah, banyak sekali ikannya. Tampaknya, hari ini aku bisa mendapatkan banyak ikan. Aku sudah tak sabar ingin segera memancingnya,” ucapnya antusias.
Ia bergegas menyiapkan peralatannya memancing. Di sebuah batu dekat tepi pantai, ia duduk dan menjulurkan pancingnya. Ia menunggu ikan memakan umpannya sembari bersiul-siul. Sayangnya, sudah hampir satu jam ia menunggu, tak ada seekor pun yang terperangkap umpannya.
“Lah, ke mana perginya ikan-ikan tadi? Jelas-jelas tadi aku melihat mereka bergerombol. Kenapa sekarang tak ada satu pun yang terperangkap pada pancingku,” gumamnya.
Hari pun semakin siang. Tapi, tak satu pun ikan berhasil ia tangkap. Sempat ingin menyerah, La Moelu lalu teringat akan ayahnya di rumah. “Kalau menyerah, nanti aku dan ayah makan apa?” ucapnya dalam hati.
Menangkap Ikan Mungil
Alhasil, ia pun tetap memancing dan bersabar menunggu ikan. Beberapa saat kemudian, pancingnya bergetar. Tampaknya, ada ikan yang memakan umpannya. Dengan penuh hati-hati, ia menarik kailnya.
Namun, yang berhasil ia tangkap adalah seekor ikan kecil. Meski begitu, La Moelu tetap senang karena ikannya sangat indah. Warnanya oranye dengan ekor meliuk-liuk. “Aku tak akan memakannya. Akan kujadikan ikan ini sebagai peliharaan,” gumamnya dalam hati.
Lalu, ia lanjut memancing dan berhasil mendapatkan ikan besar. Karena matahari sudah semakin panas, ia pun pulan dengan hati gembari. Setibanya di rumah, ia memamerkan hasil tangkapannya ke sang ayah.
“Ayah, lihatlah! Aku mendapatkan ikan kecil yang sangat bagus,” teriaknya bahagia.
“Wah, warnanya sungguh cantik, anakku. Ikan jenis apa ini?” ucap sang ayah terkagum.
“Aku juga tak tahu, Yah. Apakah boleh aku memeliharanya, Yah?” tanya sang anak.
“Tentu saja boleh. Kalau pun dimakan, ikan ini tak akan membuat kita kenyang,” ujar sang ayah.
La Moelu lalu memindahkan ikan tangkapannya itu ke dalam baskom yang berisi air. Ikan itu ia beri makan agar tak kelaparan. Keesekan harinya, ia terkejut karena ikannya telah sebesar baskom.
“Ayah, lihatlah! Ikan ini kenapa sudah sebesar ini? Kemarin bukankah sangat kecil? Bagaiamana bisa ia tumbuh begitu cepatnya?” ujarnya kebingungan.
Sang ayah pun terkejut. Ia pun tak menyangka bila ikan itu bisa membesar dengan cepatnya. “Segera pindahkan ikannya ke dalam lesung, Nak. Kasihan jika ia merasa kesempitan,” pinta sang ayah.
Dengan cepat, La Moelu langsung mengisi lesung dengan air. Ia lalu memindahkan ikannya ke dalam lesung. Setelah memberikan sedikit makanan, ia berkata pada ikan itu, “Kenapa kamu cepat tumbuh, Kan? Apakah kamu ikan ajaib?”
Semakin Membesar
Keajaiban itu kembali terjadi di keesokan harinya. Ikan yang semula sebesar baskom, kini sebesar lesung. Sontak, hal itu membuat La Moelu dan ayahnya terkejut. Mereka lalu memindahkannya ke tempat yang lebih besar, yakni di dalam guci.
Pada hari berikutnya, ikan berwarna oranye itu kembali menghebohkan si anak dan ayahnya. Tubuhnya kembali membesar seukuran dengan wadahnya. Kali ini, La Moelu bingung memindahkannya di mana.
Setelah mencari tempat, akhirnya ia menemukan drum besar. Ikan itu lalu ia pindahkan ke dalam drum tersebut. Mereka beranggapan bila hewan tersebut tak akan membesar seukuran drum.
Namun, perkiraaan mereka salah. Saat esok tiba, betapa terkejutnya mereka melihat ikan itu sudah memenuhi drum tersebut. Karena khawatir ikan itu terus membesar, pada akhirnya La Moelu membawanya ke laut. Sebelum melepasnya ke laut, ia berpesan pada sang ikan.
“Hai, ikan ajaib! Aku memberimu nama Jinnande Teremombonga. Jika kelak aku memanggilmu, datanglah ke tepi laut. Aku akan memberimu makan. Aku tak dapat lagi memeliharamu di rumah, karena tubuhmu terus-terusan membesar,” ujar anak baik itu.
Ikan itu pun mengibas-ngibaskan ekornya. Kemudian, La Moelu melepaskannya ke lautan. Ikan itu tampak senang karena dapat bergerak dengan bebas di samudera luas.
Sesuai janji, anak kecil itu keesokan harinya datang ke tepi laut. Ia lalu berteriak memanggil nama ikannya, “Jinnande Teremombonga!”
Tak berapa lama, Jinnande Teremombonga datang menghampirinya. Ia lalu memberikan ikan itu makanan sembari mengajaknya bicara. “Tubuhmu makin besar saja. Kau tampak makin indah,” ujarnya. Jinnande Teremombonga memberi respon dengan cara mengibas-ngibaskan ekor.
Jinnande Teremombonga Terancam Bahaya
Pada suatu pagi yang cerah, seperti biasa La Moelu datang ke tepi laut untuk memberi makan Jinnande Teremombonga. Ternyata, ada tiga pemuda yang mengikuti La Moelu. Ketiga pemuda itu rupanya tetangga La Moelu yang penasaran ke mana perginya anak laki-laki ini tiap pagi.
Betapa terkejutnya mereka mendapati anak itu sedang memberi makan pada ikan besar. Muncullah niat jahat dalam benak mereka. “Kawan-kawan, bagaimana kalau kita menangkap ikan besar itu? Pasti bakal laku mahal jika kita menjualnya di pasar,” ujar salah satu pemuda paling tua.
“Tunggu dulu, jangan gegabah! Kita tunggu dulu anak kecil itu pulang. Barulah kita menangkap ikan raksasa,” ujar pemuda lain.
Setelah La Moelu pergi, ketiga pemuda itu mendekati tepi laut. Akan tetapi, mereka tak tahu bagaimana caranya mendapatkan ikan besar itu. “Tampaknya, ikan itu tak akan mendekati kita. Tapi, bagaimana cara membuatnya ke tepi laut?” ujar salah satu pemuda.
“Hmm, tampaknya kita harus kembali lagi besok pagi dan mengamati apa yang anak kecil itu lakukan untuk memanggil ikannya,” ucap pemuda paling tua.
Akhirnya, mereka pun pulang dengan tangan kosong. Keesokan harinya, mereka kembali mendekati La Moelu. Kali ini, mereka memperhatikan dengan seksama gerak-gerik La Moelu. Akhirnya, mereka tahu cara memanggil hewan raksasa itu.
Usai memberi makan, La Moelu bergegas pergi karena ia harus segera ke pasar dan ke sungai tuk memancing ikan. Kemudian, ketiga pemuda itu mendekat ke tepi laut. Mereka lalu berteriak memanggil Jinnande Teremombonga.
“Jinnande Teremombonga! Datanglah kemari!” ucap pemuda lainnya.
Tak lama kemudian, Jinnande Teremombonga datang ke tepi laut. Namun, saat melihat orang yang memanggilnya bukanlah Moelu, Jinnande Teremombonga langsung kembali pergi menjauh.
“Hah? Kenapa ikan itu pergi lagi?” tanyanya.
“Mungkin, dia takut padamu! Coba aku saja yang memanggilnya,” ucap salah satu pemuda.
“Jinnande Teremombonga! Kemarilah!” teriaknya.
Ikan itu datang mendekat, tapi mendapati yang datang bukanlah tuannya, ia kembali menghindar. Saat pemuda terakhir mencoba memanggilnya, hal itu terjadi lagi. Sampai akhirnya, mereka pun mengatur strategi.
Upaya Menangkap Jinnande Teremombonga
Setelah berdiskusi sekian lama, akhirnya ketiga pemuda itu menemukan rencana. Salah satu dari mereka akan memanggil Jinnande Teremombonga, saat tiba di tepi laut, kedua pemuda lainnya akan menangkapnya dengan tombak.
Dan ternyata, rencana mereka berhasil. Ketika Jinnande Teremombonga tiba di tepi laut, kedua pemuda itu langsung menghunus perutnya dengan tombak. Meski sempat mencoba melawan, Jinnande Teremombonga akhirnya kalah dan mati.
Dengan teganya, para pemuda itu lalu memotong-motong Jinnande Teremombonga dan membagi rata. Lalu, mereka membawa sebagian ikan ke pasar dan menjualnya. Sisanya mereka bawa pulang ke rumah masing-masing.
Keesokan harinya, La Moelu kembali ke laut untuk memberi makan temannya. Tentunya, ia belum tahu nasib buruk yang menimpa ikan kesayangannya itu. Ia memanggilnya berulang kali, tapi ikan itu tak kunjung datang.
“Jinnande Teremombonga, kenapa kau tak kunjung mendatangiku? Apa kau tak lapar? Ada apa denganmu?” ucapnya cemas.
Sudah cukup lama ia menanti temannya itu. Ia berkali-kali memanggilnya, tapi tak kunjung ada yang mendekat. Bahkan, ia memanggilnya lebih keras, tapi Jinnande Teremombonga tak kunjung datang. La Moelu pun mulai cemas. Ia khawatir bila ada suatu hal buruk yang menimpa kawannya.
“Ke mana perginya dirimu? Jangan-jangan ada suatu hal buruk yang menimpamu?” gumamnya dalam hati.
Hingga sore tiba, Jinnande Teremombonga tak kunjung menampakkan diri. Karena lelah, ia memutuskan tuk pulang. Dengan raut wajah sedih dan kecewa, La Moelu menceritakan kesedihannya pada sang ayah.
Tetangga yang Jahat
Saat malam datang, tiba-tiba saja La Moelu menghirup aroma sedap ikan goreng. Sontak, hal itu membuatnya teringat akan Jinnande Teremombonga. Ia bergegas dari tempat tidurnya dan mendatangi sumber aroma.
Aroma sedap itu berasal dari rumah tetangganya. Ia pun mengunjungi rumah itu untuk memastikan ikan jenis apakah yang mereka goreng. Saat mendatangi rumah tetangganya, ia disambut dengan pemuda paling tua yang tadi pagi menangkap Jinnande Teremombonga.
“Oh hai, pria kecil. Apa yang membuatmu datang kemari?” tanyanya.
“Aku mencium aroma sedap ikan goreng dari rumahku. Apakah kamu yang sedang menggorengnya?” tanya La Moelu.
“Wah, ternyata aromanya menyebar hingga ke rumahmu, ya. Iya, benar sekali. Saudaraku sedang menggoreng ikan. Kau mau?” jelas pemuda itu.
“Tidak, terima kasih. Aku hanya penasaran, ikan jenis apa yang kalian goreng?” tanyanya penasaran.
“Hanya ikan biasa. Kenapa?” jawab pemuda itu cemas. Ia nampaknya takut ketahuan bahwa ikan yang digorengnya sebenarnya adalah Jinnande Teremombonga.
“Apakah ikannya besar? Apakah kau menangkapnya di lautan?” tanya La Moelu mendesak pemuda itu.
Karena merasa terdesak, akhirnya pemuda itu membuat pengakuan. “Iya, kamu benar. Ikannya berukuran besar dan aku menangkapnya di lautan. Memangnya kenapa hai anak yatim?” ucapnya dengan nada mengejek.
Betapa sakit hati La Moelu mendengar ucapan tersebut. Lalu, pemuda itu memberinya tulang Jinnande Teremombonga. “Ini aku berikan tulang ikannya. Karena dagingnya sebagian sudah kujual dan sisanya akan kami makan. Anggap saja ini kenang-kenangan buatmu,” ucapnya.
Tentu saja La Moelu menerima tulang ikan itu. Sepanjang jalan, ia menangis tersedu. Ia tak menyangka teman yang ia rawat selama ini dimakan oleh tetangganya sendiri.
Ayahnya lalu meminta La Moelu untuk mengubur Jinnande Teremombonga di belakang rumah mereka. Ia pun menuruti kata sang ayah. Karena masih bersedih, ia pun menangis di atas makam Jinnande Teremombonga.
Sebuah Keajaiban Terjadi
Keesokan harinya, La Moelu hendak memberikan sedikit air pada makam Jinnande Teremombonga. Ia tak ingin temannya kekeringan. Namun, betapa terkejut dirinya mendapati makam temannya ditumbuhi oleh pohon ajaib.
Pohon itu berbatang emas, berdaun perak, berbunga intan, dan berbuah berlian. Karena terkejut, La Moelu pun berteriak, “Ayah, ayah! Kemarilah, Yah! Lihatlah pohon ini.”
Sang ayah langsung mengambil tongkatnya dan berjalan ke belakang rumah. Alangkah terkejut dirinya memandang pohon itu. “Ini adalah berkah yang Tuhan berikan karena kamu telah merawat Jinnande Teremombonga dengan baik. Rawatlah pohon ini sebagaimana kamu merawat temanmu Jinnande Teremombonga,” ucap sang ayah dengan bijak.
Sesuai perintah ayahnya, La Moelu merawat pohon itu dengan baik. Setiap pagi, ia menyirami dan memotong rumput-rumput di sekitar pohon itu. Sesekali, ia mengajaknya ngobrol. La Moelu menganggapnya seperti teman sendiri.
Semakin hari, pohon itu semakin besar. Daun dan buahnya mulai berguguran. La Moelu mengambil daun-daun dan bunga itu lalu menjualnnya ke pasar. Tentu saja hal itu membuat ia dan ayahnya menjadi kaya raya.
Meski begitu, mereka tak tamak. Ketika ada tetangganya yang mengalami kesulitan, mereka dengan senang hati membantu. Mereka juga tak gelap mata. Meski bisa menghasilkan banyak uang, mereka tak akan memetik bunga, daun, atau buah sebelum berguguran sendiri dari pohonnya.
Suatu hari, ketiga pemuda yang dulu menangkap dan membunuh Jinnande Teremombonga datang ke rumah La Moelu. Mereka meminta maaf pada anak kecil itu. Bagaimana tidak, mereka ternyata sakit-sakitan setelah memakan daging Jinnande Teremombonga.
Tubuh mereka gatal dan bersisik. Uang hasil penjualan ikan itu pun tak cukup buat berobat. Dengan ketulusan hati, La Moelu memaafkan mereka. Ia juga berpesan pada mereka agar tak mengambil lagi milik orang lain.
Baca juga: Cerita Rakyat Asal-Usul Ikan Pesut Mahakam dan Ulasan Menariknya, Sebuah Pelajaran Bagi Orang Tua
Unsur Intrinsik
Setelah membaca cerita rakyat La Moelu, apakah kamu penasaran dengan unsur intrinsiknya? Buat yang penasaran dengan ulasan seputar tema hingga pesan moralnya, langsung saja baca informasi di bawah ini;
1. Tema
Inti cerita atau tema dari cerita rakyat La Moelu adalah tentang kasih sayang antar sesama makhluk hidup. Dengan ikhlas dan sungguh-sungguh, seorang anak laki-laki merawat ikan hasil tangkapannya. Meski telah dibebaskan di lautan, ia tetap memberi makan ikannya itu.
Tak hanya itu saja, legenda ini juga mengisahkan tentang seorang anak yang pekerja keras. Meski hidup tanpa seorang ibu dan harus merawat ayahnya yang sudah tua, ia tak pernah mengeluh.
2. Tokoh dan Perwatakan
Tokoh utama dalam cerita rakyat ini adalah La Moelu dan ayahnya. La Moelu digambarkan sebagai anak kecil yang tangguh dan pekerja keras. Meski kehidupannya mengalami kesulitan, ia tak pernah mengeluh.
Ayahnya juga memiliki sifat yang tak kalah baik. Ia merupakan sosok ayah yang bijak dan pengertian. Hanya saja, ia sudah berusia senja sehingga tak kuasa untuk membantu anaknya bekerja.
Dalam kisah ini juga terdapat tokoh antagonis, yakni tiga pemuda bersaudara yang merupakan tetangga La Moelu. Mereka adalah pembuat konflik dalam kisah ini yang digambarkan bersikap dingin, jahat, dan tidak punya hati nurani.
3. Latar
Legenda yang berasal dari Sulawesi Tenggara ini menggunakan beberapa latar tempat. Beberapa di antaranya adalah rumah La Moelu, sungai tempat ia memancing, rumah tetangganya, dan belakang ruma
4. Alur Cerita Rakyat La Moelu
Menceritakan plot dari awal hingga akhir secara berurutan, cerita rakyat La Moelu ini memiliki alur maju. Cerita bermula dari seorang anak yatim piatu yang tak sengaja menangkap ikan kecil.
Ia memutuskan untuk memelihara ikan kecil itu. Namun, semakin hari, tubuh hewan tersebut semakin membesar. Akhirnya, La Moelu melepasnya ke lautan luas. Sebelum melepasnya, ia memberi nama ikannya Jinnande Teremombonga.
Tiap pagi, ia memanggil Jinnande Teremombonga dan memberinya makan. Sayangnya, Jinnande Teremombonga ditangkap dan dibunuh oleh tetangga La Moelu. Mereka memakan dan menjualnya.
Tentu saja La Moelu bersedih mendapati ikannya telah mati. Ia lalu membawa tulang temannya itu ke rumah dan menguburnya. Keeseokan harinya, keajaiban pun terjadi. Tulang ikan tersebut berubah menjadi pohon ajaib yang mengubah kehidupan La Moelu dan ayahnya.
5. Pesan Moral
Setiap cerita rakyat Nusantara memiliki amanat atau pesan moral. Tak terkecuali cerita rakyat La Moelu. Kira-kira, apa sajakah pesan moral yang bisa kamu petik dari legenda ini?
Tentu saja ada beberapa pesan moral, salah satunya adalah jadilah pekerja keras seperti La Moelu. Meski masih kecil, ia berkewajiban untuk menghidupi dirinya sendiri dan ayahnya. Setiap hari, ia mencari ikan tuk dimakan dan kayu bakar tuk dijualnya.
Meski kehidupannya berat, ia tak pernah mengeluh. Dari tokoh utama ini, belajarlah untuk menyayangi seseama ciptaan Tuhan. Ia dengan baik dan hati-hati menjaga serta merawat Jinnande Teremombonga yang merupakan ikan peliharaannya.
Cerita ini juga mengajarkan kamu untuk selalu berbakti dan menuruti perkataan orang tua. La Moelu selalu meminta izin dan pendapat dari ayahnya, serta menuruti nasihatnya. Ia tak pernah sekali pun membantah sang ayah.
Berikutnya, jadilah orang yang sederhana dan tak tamak. Meski memiliki pohon berbatang emas, berdaun perak, berbunga intan, dan berbuah berlian, La Moelu dan ayahnya tidak sombong. Mereka justru kerap membantu tetangga yang sedang mengalami kesulitan.
Pesan terakhir adalah jangan mengambil apa pun yang bukan milikmu, seperti yang dilakukan tiga pemuda dalam legenda ini. Karena mencuri ikan milik La Moelu, mereka pun terkena penyakit yang tak kunjung sembuh.
Selain unsur-unsur intrinsiknya, jangan lupakan juga unsru ekstrinsik yang membangun cerita rakyat La Moelu. Unsur ekstrinsik ini biasanya berhubungan dengan nilai moral, sosial, dan budaya.
Fakta Menarik
Tak banyak fakta menarik yang dapat diulik dari cerita rakyat La Moelu ini. Berikut adalah ulasan singkatnya;
1. Ada Versi Cerita Lainnya
Legenda atau cerita rakyat memang umumnya memiliki beberapa versi cerita. Begitu pula dengan cerita rakyat La Moelu. Ada satu versi cerita yang mengisahkan bahwa La Moelu tidak menghampiri rumah tetangganya yang menangkap Jinnande Teremombonga.
Ia melihat sendiri tetangganya itu sedang menangkap Jinnande Teremombonga di laut. Tubuhnya yang terlalu kecil tak kuasa melawan tiga pemuda yang merupakan tetangganya itu. Bahkan, di depan matanya sendiri, La Moelu menyaksikan ikannya dimakan oleh ketiga pemuda tersebut.
Tak ada hentinya anak kecil itu menangisi temannya. Usai memakan Jinnande Teremombonga, ketiga pemuda itu pun pergi meninggalkan tulang belulang. Dengan hati yang terluka, La Moelu mengumpulkan tulang ikan itu dan menguburnya di halaman rumah.
Saat air matanya menetes di kuburan ikannya, tiba-tiba saja sebuah pohon tumbuh dari tanah itu. Ajaibnya, pohon itu berbatang emas dan berdaun perak.
Suka dengan Cerita Rakyat La Moelu?
Nah, inilah akhir dari artikel yang membahas cerita rakyat La Moelu beserta unsur intrinsiknya. Apakah kamu suka dengan kisahnya? Kalau suka, jangan ragu tuk membagikan artikel ini pada teman-temanmu, ya.
Kalau kamu masih butuh kisah lainnya, langsung saja cek kanal Ruang Pena pada Poskata.com. Ada cerita legenda Oheo, kisah Putri Gading cempaka, asal usul Danau Toba, dan masih banyak lainnya. Selamat membaca!