Indonesia kental akan budaya dan cerita rakyatnya. Dari Sumatera Barat, ada cerita Minang Rambun Pamenan. Apabila kamu ingin membaca kisah lengkapnya, langsung saja cek artikel ini!
Sumatera Barat memiliki beragam legenda yang menarik tuk diulik dan dibaca. Salah satu kisah yang menarik dan sarat pesan moral adalah cerita Minang Rambun Pamenan.
Kalau berasal dari Sumatera Barat, Riau, Jambi, dan sekitarnya, kamu mungkin sudah tak asing lagi dengan cerita rakyat Minang Rambun Pamenan. Secara singkat, legenda ini mengisahkan tentang perjuangan seorang anak bernama Rambun Pamenan mencari ibunya yang diculik oleh Raja Angek Garang.
Lantas, bagaimanakah caranya menyelamatkan sang ibu? Apakah ia berhasil melawan Raja Angek Garang? Kalau penasaran, tak perlu berlama-lama lagi, langsung saja simak cerita lengkap Minang Rambun Pamenan beserta ulasan seputar unsur intrinsik, pesan moral, dan fakta menariknya di artikel ini! Selamat membaca!
Cerita Rakyat Minang Rambun Pamenan
Alkisah, pada zaman dahulu, hiduplah seroang janda bernama Lindung Bulan di suatu daerah di Sumatera Barat. Ia memiliki dua orang anak laki-laki, yaitu Rendo Pinang dan Rambun Pamenan.
Di Sumatera Barat, Lindung Bulan terkenal cantik dan rupawan. Kecantikannya yang paripurna itu pun telah tersebar ke berbagai negeri. Sejak kematian sang suami, entah berapa banyak pemuda maupun duda yang ingin meminangnya.
Namun, Lindung Bulan tak gelap mata. Ia sama sekali tak tergoda dngan rayuan pria mana pun. Baginya, hidup bersama kedua anak laki-lakinya saja sudah cukup membuatnya tenang dan bahagia. Ia tak butuh sosok pria lain.
Berita kecantikan Lindung Bulan terdengar hingga telinga Raja Angek Garang. Ia adalah raja dari Negeri Terusam Cermin yang terkenal kejam dan bringas. Kecantikan Lindung Bulan membuat Raja Angek Garang ingin menikahinya.
Lalu, ia memerintahkan pemimpin hulubalang istana, Palimo Tadung, untuk menjemput Lindung Bulan. “Palimo Tadung, cepat kau jemput Lindung Bulan! Aku akan segera menikahinya. Kalau dia menolak permintaanku, kamu culik saja dia,” perintah Raja Angek Garang.
Baiklah Baginda Raja! Perintah akan segera saya laksanakan,” jawab Palimo Tadung.
Menjemput Lindung Bulan
Setelah berpamitan pada Raja, Palimo Tadung dan beberapa panglima kerajaan mendatangi rumah Lindung Bulan. Sesampainya di sana, Palimo Tadung menyampaikan maksud dari kedatangan mereka.
“Wahai, Lindung Bulan, perkenalkan saya Palimo Tadung. Kedatangan saya kemari adalah untuk menyampaikan pesan dari Raja Angek Garang. Beliau ingin meminang engkau. Dan saya diminta untuk menjemput engkau sekarang. Berkenankah engkau datang ke istana bersama kami?” ucap Palimo Tadung sopan.
“Mohon maaf, Palimo Tadung. Saya tidak bisa menerima tawaran tersebut. Sebab, saya memang sudah tak ingin memiliki suami. Tolong sampaikan ucapan maaf saya pada Raja,” jawab Lindung Bulan.
Sesuai perintah sang Raja, jika Lindung Bulan menolak permintaan untuk menjadi istri Raja, maka Palimo Tadung akan menculiknya. Dan benar saja, saat malam tiba dan Reno Pinang serta Rambun Pamenan sudah tidur, Palimo Tadung pun menculik Lindung Bulan dan membawanya ke istana Raja Angek Garang dengan menggunakan burak.
Setibanya di istana, Lindung Bulan dipaksa dan diancam agar mau menjadi permaisuri Raja Angek. Namun, ibu dua anak itu terus-terusan menolak. Ia tak goyah. Selamanya, dirinya tak akan menikah lagi.
Semakin lama, Raja Angek pun menjadi kesal dan marah. Ia terus-terusan memaki dan menghina Lindung Bulan.
“Dasar kau janda keras kepala! Masih beruntung kau kunikahi! Kau hanyalah janda tua, berani-beraninya menolak sang Raja!” ucap Raja Angek geram.
“Maafkan hamba, Baginda Raja. Namun, sejak awal, hamba sudah mengatakan bahwa hamba tak ingin menikah lagi. Tak seharusnya Tuan memaksa,” jawab Lindung Bulan tegas.
Karena jengkel dengan perkataan tersebut, Raja Angek pun murka dan memerintahkan pengawal tuk memenjarakan Lindung Bulan.
“Pengawal, segera bawa janda bodoh ini ke penjara bawah tanah!” bentak sang Raja marah.
Sesuai perintah sang Raja, para pengawal istana pun membawa perempuan itu ke bawah tanah. Tak hanya memenjarakannya saja, mereka juga mengikat kedua kaki wanita rupawan itu.
Nasib Reno Pinang dan Rambun Pamenan
Selama bertahun-tahun Lindung Bulan dipenjara di bawah tanah. Ia jarang mendapatkan minuman dan makanan, sehingga tubuhnya semakin mengurus dan wajahnya tak lagi memukau.
Semenjak Lindung Bulan diculik, Reno Pinang dan adiknya masih terlalu kecil. Mereka pun diasuh dan dibesarkan oleh tetangga. Sebenarnya, para tetangga tahu jika Lindung Bulan diculik, tapi mereka tak bisa berkutik karena takut untuk melawan.
Ketika Reno Pinang dan Rambun Pamenan beranjak dewasa, tetangga yang mengurusnya pun memberi tahu fakta sebenarnya.
“Reno Pinang, Rambun Pamenan, sebenarnya, ibu kandung kalian telah diculik oleh seorang pengawal istana kerajaan pimpinan Raja Angek. Namun, aku dan para tetangga lain tak berani melawan karena mereka sangatlah kuat,” ucap sang tetangga.
Tentu saja Reno dan Rambun teramat sedih mendengar cerita itu. Meski telah terjadi bertahun-tahun, mereka yakin bila sang ibu masih hidup. Lalu, Rambun memutuskan tuk mencari ibunya.
Akan tetapi, ia tak tahu harus ke mana tuk menemukan ibunya. Ia sama sekali tak ada jejak dan petunjuk mengenai keberadaan ibunya. Karena itu, ia mengurungkan niatnya tuk mencari ibunya sembari mencari-cari informasi.
Pada suatu hari, Rambun pergi ke hutan tuk mencari burung terkukur. Ia lalu bertemu dengan seorang pemburu bernama Alang Bangkeh yang sedang beristirahat di sebuah pohon yang rindang.
Rambun lalu mengajak kenalan Alang Bangkeh. Setelah itu, Rambun menceritakan kejadian yang menimpa ibunya. Ia berharap bisa mendapatkan informasi dari Alang Bangkeh. Mendengar cerita Rambun, Alang Bangkeh tersentak kaget.
“Jadi, kau adalah anak bungsu dari Lindung Bulan?” tanya Alang Bangkeh terkejut.
“Benar, Paman! Apakah paman mengenal ibuku? Apakah paman tahu di mana ibuku sekarang?” tanya Rambun.
“Sebenarnya, Paman tidak bertemu dengan ibu. Hanya saja, paman sering mendengar kabar tentang seorang wanita bernama Lindung Bulan. Sudah bertahun-tahun ibu menjadi tawanan Raja Angek Garang di Negeri Terusan Cermin,” jelas Alang Bangkeh.
Semakin Ingin Mencari Ibunya
Setelah mendengar informasi dari Alang Bangkeh, Rambun semakin yakin utnuk mencari ibunya. Ia lalu bertanya lebih lanjut soal ibunya.
“Jadi, paman kerap mendengar nama Lindung Bulan. Lantas, dari mana Paman mendengar kabar itu?” tanya Rambun penasaran.
“Jadi, Paman itu kerap berkelana menjelajahi berbagai negeri. Hampir setiap negeri membahas Lindung Bulan. Mereka bilang wanita itu menolak pinangan Raja Angek Garang sehingga dipenjara di Negeri Terusan Cermin,” ujar Alang Bangkeh.
“Negeri Terusan Cermin? Aku belum pernah mendengar nama negeri itu sebelumnya. Apakah Paman bisa menunjukkan lokasinya?” tanya pria itu semakin penasaran.
“Sebenarnya, Paman belum pernah ke negeri itu. Namun, orang-orang berkata bila Negeri Terusan Cermin berada di seberang hutan belantara. Sayangnya, tak ada yang tahu di mana hutan belantara itu. Sebab, di negara ini ada banyak sekali hutan belantara,” ucap Alang Bangkeh.
Meski informasi yang didapat tak begitu banyak, ia tetap bertekad tuk mencari ibunya. Sejak saat itu, ia sangat gigih belajar bela diri dan menuntut ilmu ke beberapa guru silat.
Melihat tindakan adiknya, Reno pun bertanya-tanya. “Adikku, untuk apa kamu berlatih bela diri? Apa yang ingin kamu lakukan? tanya Reno.
Rambun lalu bercerita tentang pertemuannya dengan Alang Bangkeh. Ia juga mengatakan keinginannya untuk mencari sang ibu. Namun, respon Reno Pinang cukup mengecewakan. Karena kurangnya informasi, Reno Pinang merasa menemukan ibunya adalah hal yang mustahil.
Ia lalu membujuk adiknya untuk mengurungkan niatnya mencari sang ibu. “Rambun, karena informasi tentang ibu sangatlah kurang, ada baiknya bila kita tak mencarinya,” ucap Reno.
“Kakakku, aku tak akan menyerah. Cita-cita yang luhur, sesulit apa pun itu, akan dapat diraih asal kerja keras dan sungguh-sungguh,” ucap sang adik teguh dengan pendiriannya.
Mencari Negeri Terusan Cermin
“Memang aku masih muda, Kak. Tapi, aku yakin aku bisa menjaga diri. Aku telah belajar ilmu silat kepada banyak guru dan orang timur. Jadi, aku yakin bisa mencari ibu. Kakak tak perlu mencemaskanku,” ucap Rambun kepada kakaknya.
“Baiklah bila itu maumu. Aku akan selalu mendoakan perjalananmu. Semoga saja, kamu bisa menemukan ibu dengan keadaan sehat,” ucap sang Kakak.
Setelah mempersiapkan segala keperluan, Rambun memulai perjalanannya mencari Negeri Terusan Cermin untuk menyelamatkan sang ibu. Ia berjalan seorang diri melewati hutan, menyeberangi sungai, menaiki gunung, dan keluar masuk hutan belantara.
Pada suatu hari, Rambun jatuh sakit karena terlalu kelelahan dan kelaparan. Ia lalu beristirahat sejenak di bawah pohon rimbun. Saat tidur, ia bermimpi bertemu dengan sang kakak yang membawa ramuan penangkal lapar berupa nasi dan sebutir telur. Ajaibnya, setelah bangun tidur, ia merasa kenyang dan tubuhnya kembali sehat.
Mimpi ajaib itu terjadi terus-menerus. Hingga akhrinya, Rambun bertemu dengan seorang petani ladang di tepi hutan.
“Nak, apa yang kamu lakukan di ladang ini? Kenapa wajahmu tampak pucat,” tanya petani itu.
Rambun tak sanggup menjawab. Tubuhnya sangatlah lemas. Ia tak sanggup lagi berpikir. Alhasil, petani itu membawa Rambun ke rumahnya. Kemudian, petani itu memberinya makan dan tempat istirahat yang nyaman.
Setelah semalaman tidur, keesokan harinya Rambun bangun dengan keadaan sehat bugar. Untuk membalas jasa, Rambun membantu sang petani itu bekerja di ladang. Ia bekerja dengan sangat tekun dan rajin. Kegigihannya itu membuat petani sangat kagum padanya.
Mendapatkan Tongkat Manau Sungsang
Ketika senja datang, petani itu bertanya ke Rambun, “Nak, apa gerangan yang membawamu sampai ke daerah ini? Pasalnya, aku tak pernah melihat pengembara melewati daerah ini.”
Kemudian, Rambun menceritakan tujuannya berkelana. Ia mengatakan jika sedari kecil hidup dengan tetanggannya, karena ibunya telah diculik. Mendengar cerita tersebut, sang petani ladang meneteskan air mata. Ia merasa kasian dengan Rambun,
Lalu, Rambun melanjutkan ceritanya. Ia berkata bahwa tujuannya adalah mengunjungi Negeri Terusan Cermin. Mendengar tempat tersebut, petani ladang itu lalu memberitahu Rambun bahwa jalan yang ia tempuh salah.
Seharusnya, ia melewati hutan sebelah barat. Akhirnya, Rambun memutuskan tuk tinggal beberapa hari di rumah petani itu. Setiap hari, ia membantu bercocok tanam.
Setelah beberapa hari dan kekuatan sudah kembali penuh seutuhnya, Rambun pun memutuskan untuk melanjutkan perjalanannya ke Negeri Terusan Cermin. Sang petani ladang lalu memberinya sebuah tongkat.
“Nak, beberapa hari mengenalmu, aku sangat kagum pada kegigihanmu. Aku doakan kamu lekas menemukan ibumu. Sebelum pergi, bawalah tongkat ini,” kata petani itu sambil menyerahkan tongkat.
“Tongkat apa ini, Tuan?” tanya Rambun.
“Tongkat ini bernama Manau Sungsang. Semoga saja bisa membantumu selama perjalanan,” ucap petani ladang.
“Sungguh kuberterima kasih atas semua kebaikanmu, Tuan. Aku beruntung sekali bertemu dengan dirimu. Meski ternyata salah jalan, aku sama sekali tak menyesal karena bisa bertemu denganmu,” ucap Rambun sambil pamit pada petani itu.
Rambun Melanjutkan Perjalanan
Setelah menerima tongkat Manau Sungsang, Rambun berangkat menuju ke hutan sebelah barat. Sesampainya di hutan itu, ia terkejut karena tiba-tiba melihat seekor ular besar yang melilit seseorang.
Tanpa pikir panjang, ia memukul ular itu dengan tongkat yang ia pegang. Ajaibnya, dengan cepat, ular itu melepaskan lilitannya dan mati seketika.
“Terimakasih, Anak muda! Tanpamu, mungkin aku sudah mati di hutan ini. Siapa dirimu, Nak? Apa tujuanmu datang kemari?” ucap orang tersebut.
“Namaku Rambun, Tuan. Aku hanya melewati hutan ini untuk mencari sebuah negeri. Lantas, apa gerangan yang Tuan lakukan di hutan belantara ini?” tanya Rambun.
“Aku ini perimba. Mengelilingi hutan belantara adalah kegiatanku sehari-hari. Negeri apa yang hendak kau kunjungi?” tanya perimba itu.
Rambun lalu mengatakan negeri tujuannya. Ia juga mengatakan tujuannya mengembara adalah untuk menyelamatkan ibunya yang diculik oleh Raja Angek Garang. Mendengar cerita itu, perimba itu pun mengerti tujuan Rambun berkelana.
“Karena engkau telah menyelamatkan nyawaku, izinkan aku mengantarmu ke Negeri Terusan Cermin,” ujar perimba itu.
“Benarkah? Saya khawatir bila merepotkan, Tuan,” ucap Rambun.
“Tentu saja aku tak merasa repot. Lagipula, aku tahu cara agar bisa sampai Negeri Terusan Cermin dengan cepat. Bersamaku, kau tak akan menempuh perjalanan yang panjang,” ucap perimba itu.
“Benarkah? Bukankah Negeri Terusan Cermin masih sangat jauh?” tanya Rambun.
Sambil tersenyum, perimba itu meminta Rambun untuk memejamkan mata sejenak. Tiba-tiba, adik Reno Pinang itu merasa tubuhnya melayang di udara. Lalu, perimba itu meminta Rambun membuka matanya.
“Bukalah matamu, tapi berjanjilah untuk tak takut dan percaya padaku bahwa kau akan baik-baik saja,” ujar perimba itu.
Setelah membuka mata, barulah ia sadar bahwa dirinya terbang bersama perimba itu. Ia kagum melihat perimba itu terbang melesat bak burung garuda. Perjalanan yang jauh itu pun bisa ditempuh dengan mudah dan singkat. Tak selang lama, sampailah mereka di Negeri Terusan Cermin. Sang perimba lalu menurunkan Rambun di sebuah dusun.
Berada di Negeri Terusan Cermin
“Maaf, Nak, saya hanya bisa mengantarmu sampai sini. Saya tak bisa menemanimu mencari ibumu,” ucap perimba itu seraya kembali terbang menuju hutan belantara.
Ketika tiba di salah satu dusun di Negeri Terusan Cermin, Rambun tiba-tiba merasa sangat lapar. Lalu, ia pun mendatangi sebuah lepau alias warung nasi yang terlihat sepi. Di dalam lepau itu hanya ada seorang wanita penjual yang sedang bernyanyi sambi menanti pelanggan.
“Permisi, Bu. Saya Rambun dari Sumatera Barat. Saya sangat lapar, tapi maaf saya tak punya uang. Karena itu, saya mohon berikan pekerjaan apa pun itu untuk membayar nasi,” ucap pria itu dengan raut wajah penuh kesedihan.
Sang penjual pun merasa iba, ia lalu memberi Rambun sepiring nasi dan lauk secara cuma-cuma. Namun, Rambun tak diam saja. Untuk membalas kebaikan ibu itu, ia pun membantu menyediakan kayu bakar dan memperbaiki beberapa bagian lepau yang rusak.
Sang penjual itu pun merasa sangat tertolong dan berterima kasih pada Rambun. Lalu, ibu itu pun bertanya, “Nak, apa tujuanmu datang kemari? Tentulah kau punya tujuan. Tak mungkin jauh-jauh dari Sumatera Barat dengan tujuan yang tak pasti.”
Lalu, Rambun menceritakan tujuannya ke Negeri Terusan Cermin adalah untuk mencari ibunya. Si pemilik lepau itu lalu mengatakan bahwa Raja Angek Garang memang memenjarakan seorang janda selama puluhan tahun. Mendengar cerita itu, Rambun menangis dan sudah tak sabar ingin segera menyelamatkan ibunya.
Ia lalu mengatur siasat untuk membebaskan ibunya. Suatu hari, ia berjalan-jalan di kota kerajaan Negeri Terusan Cermin untuk mempelajarai seluk beluk istana. Setelah mendepatkan pencerahan dan gambaran, ia pun berpamitan pada pemilik lepau.
Sebelum ia berangkat, pemilik lepau itu memberinya pakaian yang layak karena bajunya telah usang dan robek-robek. Rambun merasa beruntung karena selama perjalanan ia selalu bertemu dengan orang-orang baik.
Rambun di Istana Kerajaan Negeri Terusan Cermin
Sesampainya di istana, Rambun melihat ada tujuh orang pengawal yang sedang menjaga gerbang. Ia pun menghampiri salah satu pengawal. “Permisi, Tuan. Apakah saya boleh masuk ke dalam istana?” tanya pria itu.
“Siapa kamu? Apa tujuanmu masuk ke istana?” tanya pengawal itu.
Dengan polosnya, Rambun berkata jujur dengan tujuannya ke istana. Ia berkata bahwa dirinya hendak menyelamatkan ibunya.
“Saya ingin membebaskan ibu saya yang menjadi tawanan Raja Angek Garang sejak puluhan tahu,” jawabnya dengan jujur dan berani.
Mendengar alasan itu, sontak sang pengawal tertawa terbahak-bahak. Ia lalu memanggil teman-temannya, “Teman-teman, lihatlah! Anak kecil ini mamu membuat masalah di istana.”
Keenam pengawal lainnya pun mendekati mereka. Dibandingkan para pengawal itu, tubuh Rambun memang tampak kecil. Setelah itu, para pengawal pun mempermainkan Rambun. Secara bergantian, mereka melempar-lempar tubuh pria kecil itu.
Bahkan, mereka dengan teganya memukul dan menendang tubuh pria itu. Tak sabar dengan perlakuan kasar mereka, ia pun memukulkan tongkat Manau Sungsang miliknya ke salah seorang pengawal. Seketika, pengawal itu terkapar dan tewas.
Melihat temannya tewas, pengawal lainnya pun berlari terbirit-birit masuk ke dalam istana. Mereka lalu melaporkan peristiwa yang baru saja terjadi kepada Palimo Tadung.
Tak lama kemudian, Palimo Tadung bersama beberapa pengawal itu pun mendatangi Rambun. Palimo Tading hendak menghunuskan pedang pada Rambun. Namun, dengan sigap, Rambun langsung memukulkan tongkat saktinya tepat di kepala Palimo. Dalam sekejap, pemimpin pengawal itu tewas.
Terjadi Pertempuran Hebat
Para pengawal lainnya mulai ketakutan. Mereka segera melapor pada Raja Angek Garang. Mendengar para pengawal mati, Raja Angek Garang murka.
“Dasar pengawal tak becus! Menghadapi anak kecil saja kalian tak sanggup! Dasar tak berguna!” bentak sang Raja.
“Ampun, Baginda! Pasalnya, anak itu punya tongkat sakti. Sekali pukul saja bisa membuat orang mati,” sahut salah satu pengawal.
Tanpa berkata apa-apa, Raja Angek Garang menghunsukan pedangnya ke perut pengawal itu hingga tewas. Lalu, ia segera menemui Rambun yang berdiri di depan istana.
Dengan cepat dan sigap, Raja Angek berulang kali menghunuskan pedangnya ke Rambun. Namun, pria kecil itu dengan gesit dan lincah berhasil menghindari serangan pedang.
Tak lama kemudian, anak bungsu dari Lindung Bulan ini mencoba memukul Raja dengan tongkatnya. Sial, Raja Angek berhasil menangkisnya.
“Hahahaha, dasar kau bocah tengik! Kau pikir kekuatanku sama buruknya dengan pengawal-pengawal tak becus itu? Jelas aku lebih sakti darimu!” seru Baginda Raja sambil tertawa terbahak-bahak.
Rambun pun memahami bila kesaktian sang Raja terletak pada pedangya. Lalu, dengan cepat ia mengatur strategi. Saat Raja mengangkat pedang itu tinggi-tinggi, dengan kuat dan kilat, Rambun melompat dan memukul pedang itu.
Lalu, pedang itu pun lepas dari genggaman sang Raja dan jatuh di tanah. Saat sang Raja lengah, Rambun langsung memukulkan tongkat saktinya ke kepala Raja Angek Garang. Raja itu pun tewas seketika.
Para rakyat yang menyaksikan peristiwa terbunuhnya Raja Angek Garang pun bersorak bahagia. Mereka bersyukur karena Raja yang kejam itu telah mati.
Bertemu Sang Ibu
Setelah membunuh sang Raja, Rambun pun memerintahkan beberapa pengawal yang masih hidup untuk membebaskan semua tawanan. Secara khusus, ia meminta salah satu pengawal untuk mengantarnya ke Lindung Bulan.
Setelah sampai di ruang bawah tanah, ia menyaksikan ibunya dalam keadaan yang sangat menyedihkan. Tubuhnya sangat kurus dan kakinya terikat rantai besi. Rambu memeluk ibunya dan menangis tiada henti.
“Ibu, apakah kau mengenaliku? Aku anak bungsumu, Rambun Pamenan,” ucap pria itu sambil menangis.
“Anakku? Benarkah kau anakku? Dulu ibu melihatmu masih sangat kecil. Sekarang kau telah tumbuh besar dan gagah berani, Nak. Maafkan Ibu, Nak. Maafkan, Ibu,” ucap sang Ibu menangis sejadi-jadinya.
Rambun pun memeluk ibunya dengan hangat. Ia lalu bercerita bahwa kakaknya telah menunggunya di rumah. Ketika hendak pulang bersama sang ibu, para rakyat Negeri Terusan Cermin memintan Rambun untuk menjadi raja mereka menggantikan Raja Angek Garang.
Akan tetapi, pria pemberani itu menolak. Ia tak ingin memimpin negeri yang terasa asing baginya. Karena itu, Rambun dan ibunya kembali ke kampung halaman untuk hidup bersama kakaknya. Mereka pun hidup bahagia.
Unsur Intrinsik Cerita Minang Rambun Pamenan
Setelah membaca cerita rakyat Minang Rambun Pamenan di atas, apakah kamu jadi penasaran dengan unsur intrinsiknya? Kalau iya, mulai dari tema hingga pesan moral, berikut ulasan singkatnya;
1. Tema
Tema atau inti cerita rakyat Minang Rambun Pamenan ini adalah tentang perjuangan seorang anak mencari ibunya. Dalam proses pencarian, ia menemukan orang-orang baik yang turut membantunya.
2. Tokoh dan Perwatakan
Ada beberapa tokoh dengan berbagai watak di cerita Minang Rambun Pamenan. Untuk tokoh protagonis utama, mereka adalah Rambun Pamenan, Reno Pinang, dan Lindung Bulan.
Rambun Pamenan adalah sosok yang pemberani dan cerdik. Meski tanpa petunjuk apa pun, ia beranikan diri untuk mencari keberadaan ibunya. Karena sikapnya baik dan bijak, dalam perjalanannya mencari sang ibu pun ia bertemu dengan orang-orang baik pula.
Karakter yang ditonjolkan dari Lindung Bulan adalah sikapnya yang setia. Bahkan setelah suaminya meninggal pun ia masih setia dan menolak setiap pria yang melamarnya. Terakhir adalah Reno Pinang. Berbeda dengan adiknya, Reno tak cukup berani untuk mencari tahu keberadaan ibunya.
Tokoh antagonis dalam kisah legenda Indonesia ini siapa lagi kalau bukan Raja Angek Garang. Ia digambarkan sebagai raja yang keji dan kerap memaksakan kehendaknya. Ia akan melakukan apa pun agar keinginannya bisa terwujud.
3. Latar
Kisah dongeng Indonesia ini menggunakan beberapa latar tempat. Beberapa di antaranya adalah suatu daerah di Sumatera Barat, Negeri Terusan Cermin, hutan belantara, ladang milik petani, warung makan, dan istana.
4. Alur Cerita Minang Rambun Pamenan
Alur cerita rakyat Minang Rambun Pamenan adalah maju atau progresif. Kisah berawal dari penculikkan Lindung Bulan yang dilakukan oleh Raja Angek Garang dari Negeri Terusan Cermin.
Ia diculik selama bertahun-tahun. Hingga akhirnya, kedua anaknya yang awalnya masih kecil pun telah beranjak dewasa. Salah satu anaknya, Rambun Pamenan pun memberanikan diri tuk mencari sang ibu.
Awalnya, ia tak tahu haru ke mana tuk menacari ibunya. Sebab, ia tak memiliki petunjuk apa pun. Namun, ia kemudian mendapat sedikit petunjuk dari Alang Bangkeh, seorang paman yang ia temui di sebuah hutan.
Ia lalu memulai perjalanan untuk mencari ibunya. Perjalanan tentu saja tak mudah. Namun, ia selalu bertemu dengan orang-orang baik yang membantunya. Ia bahkan bertemu dengan seorang petani ladang yang memberinya sebuah tongkat ajaib bernama Manau Sungsang.
Ia juga bertemu dengan perimba yang bisa terbang dan membawanya ke Negeri Terusan Cermin untuk menyelamatkan ibunya. Setibanya di negeri itu, Rambun mengatur strategi tuk masuk ke istana.
Singkat cerita, ia berhasil membunuh para pengawal istana dan Raja Angek Gareng dengan bantuan tongkat Manau Sungsang. Karena keberhasilannya itu, rakyat Negeri Terusan Cermin memintanya tuk menjadi Raja. Namun, ia menolak dan lebih memilih tinggal bersama ibu dan kakaknya di kampung halaman.
5. Pesan Moral
Ada beberapa amanat atau pesan moral yang bisa kamu petik dari cerita Minang Rambun Pamenan ini. Pertama, jadilah orang yang teguh pendiriannya seperti Lindung Bulan. Setelah kematian suaminya, banyak pria yang mencoba tuk meminangnya. Namun, ia tak tergoda sama sekali. Ia tak ingin menikah lagi karena ingin fokus membesarkan anak-anaknya.
Berikutnya, jadilah anak yang berbakti pada orang tua dan pemberani, seperti Rambun Pamenan. Meski awalnya tak memiliki petunjuk soal lokasi ibunya diculik, ia tetap nekat melakukan perjalanan mencari sang ibu. Sebab, ia yakin hasil tak akan mengkhianati usaha.
Ia juga merupakan anak yang baik dan suka menolong, serta selalu membalas kebaikan orang lain. Tak ayal jika sepanjang perjalanan ia selalu bertemu dengan orang-orang baik yang senantiasa membantunya.
Pesan moral berikutnya yang bisa kamu petik dari cerita Minang Rambun Pamenan ini adalah janganlah bersikap keras kepala dan jangan memaksakan keinginanmu. Jangan seperti Raja Angek Garang yang memaksa Lindung Bulan menikah dengannya. Hanya karena Lindung bersikeras menolak, Raja Angek pun mengurungnya berpuluh-puluh tahu di penjara istana.
Terakhir, jadilah pemimpin yang baik dan bijaksana. Pemimpin seperti Raja Angek Garang yang kejam tak layak tuk kamu tiru.
Selain unsur instrinsik, cerita rakyat Minang Rambun Pamenan ini juga memiliki unsur ekstrinsik. Di antara unsur ekstrinsiknya adalah nilai ketuhanan, sosial, budaya, dan moral dari lingkungan di sekitar.
Fakta Menarik
Nah, usai membaca cerita rakyat Minang Rambun Pamenan beserta ulasan unsur intrinsiknya, kini saatnya kamu mengulik fakta menariknya. Apakah itu? Berikut ulasannya;
1. Ada Versi Lain dari Cerita Rakyat Minang Rambun Pamenan
Biasanya, legenda atau cerita rakyat memang punya beragam versi cerita. Tak terkecuali cerita rakyat Minang Rambun Pamenan. Secara garis besar kisahnya sama, akan tetapi nama karakter dan beberapa detail cerita ada yang berbeda.
Cerita Minang Rambun Pamenan versi lain mengisakan tentang Lindung Bulan yang memiliki suami seorang raja termahsyur bernama Datuk Tumanggung yang memimpin Kampung Dalam. Mereka memiliki satu orang putri bernama Puti Reno Pinang dan seorang putra bernama Rambun Pamenan.
Datuk Tumanggung meninggal karena sakit keras. Lalu, Lindung Bulan menjadi seorang janda. Ia terkenal cantik dan rupawan, sehingga banyak pria yang mencoba meminangnya.
Seorang raja yang sangat keji dari Negeri Cermin Terus bernama Raja Aniaya juga berkeinginan untuk menikahi Lindung Bulan. Jelas saja, perempuan yang punya dua anak itu menolaknya.
Tak terima ditolak, Raja Aniaya menculik Lindung Bulan dan menyekapnya di penjara. Beberapa tahun kemudian, saat Rambun Pamenan beranjak besar, ia mendapatkan secarik kertas berupa pesan dari ibunya yang dibawa oleh seekor burung elang.
Pesan tersebut berisi, “Anakku Reno Pinang dan Rambun Pamenan, bagaimana kabar kalian? Ibu sangat menderita dalam penjara di Negeri Cermin Terus. Leher ibu diikat dengan rantai dan tangan dibelenggu. Bila Rambun telah besar, datanglah untuk menengok ibu.”
Setelah membaca surat itu, Rambun merasa sedih dan marah. Ia lalu memutuskan untuk datang ke Negeri Cermin Terus untuk menyelamatkan sang ibu. Singkat cerita, ia berhasil melawan Raja Aniaya dan membebaskan ibunya.
Karena berhasil membunuh raja yang kejam dan keji, para rakyat di Negeri Cermin Terus sepakat untuk mengangkat Rambun menjadi raja menggantikan Raja Aniaya. Tentu saja Rambun Pamenan tidak menolak. Ia lalu menjadi pemimpin muda yang baik hati, bijak, dan adil.
Bagikan Cerita Rakyat Minang Rambun Pamenan Pada Teman-Temanmu
Demikianlah cerita rakyat Minang Rambun Pamenan yang menarik dan sarat akan pesan moral. Kamu suka dengan kisahnya? Kalau suka, jangan ragu untuk membagikannya kepada teman-temanmu.
Buat yang butuh cerita rakyat lainnya, langsung saja kepoin Poskata.com kanal Ruang Pena, ya. Selain cerita Minang Rambun Pamenan ada banyak pula cerita menarik yang bisa kamu baca. Beberapa contohnya adalah legenda Putri Pinang Masak, asal usul danau Tondano dari Sulawesi Utara, cerita rakyat Hantuen dari Kalimantan Tengah, dan masih banyak lagi. Selamat membaca!