
Kalau di Jawa Tengah ada leganda Jaka Tarub, Kalimantan Selatan juga memiliki cerita rakyat yang mirip, yaitu Telaga Bidadari. Simak kisah beserta fakta menariknya di artikel ini, yuk!
Kalau kamu pernah mendengar cerita rakyat Jaka Tarub, mungkin tak akan merasa asing dengan legenda Telaga Bidadari. Bedanya, jika legenda Jaka Tarub berasal dari Jawa Tengah, cerita rakyat Telaga Bidadari berasal dari Kalimantan Selatan.
Selain asal, ada pula perbedaan lain antara kedua kisah tersebut dari unsur intrinsiknya. Misalnya dari penamaan tokoh dan setting atau latar cerita. Meski alurnya sama-sama maju, detail ceritanya pun berbeda.
Kalau tidak percaya, kamu bisa membaca sendiri cerita legenda Telaga Bidadari yang telah kami rangkum di artikel ini. Ada pula ulasan tentang unsur intrinsiknya yang bisa kamu bandingkan dengan Jaka Tarub yang sudah kami bahas sebelumnya di PosKata. Selamat membaca!
Cerita Rakyat Telaga Bidadari
Alkisah pada zaman dahulu kala, hiduplah seorang pemuda yang memiliki paras tampan dan tubuh gagah. Pemuda bernama Awang Sukma ini suka mengembara ke berbagai tempat untuk melihat beraneka macam makhluk hidup.
Ia bahkan suka berkelana sampai ke tengah hutan belantara. Ia pun sampai membangun sebuah rumah di dahan salah satu pohon besar yang ada di sana.
Hidupnya selama tinggal di hutan amatlah damai. Ia bisa hidup berdampingan dengan para hewan, hingga akhirnya diangkat menjadi seorang penguasa dengan gelar Datu. Sebulan sekali, ia berkeliling hutan untuk mengecek daerah kekuasaannya.
Di wilayah kekuasaannya, terdapat sebuah telaga yang memiliki air sangat jernih. Di dekatnya ada sebuah pohon rindang yang penuh dengan buah-buahan. Selain itu, banyak hewan seperti burung dan serangga yang menetap di pohon tersebut. Membuat tempat itu semakin indah dan asri.
Suatu hari, seperti biasa Awang Sukma duduk di dekat pohon rindang tersebut dan meniup serulingnya. Mendadak, ia mendengar suara ramai dari arah telaga. Awang Sukma pun berhenti meniup serulingnya dan mengintip ke arah telaga dari balik tumpukan batu yang bercelah.
Tujuh Bidadari
Betapa terkejutnya Awang Sukma ketika mendapati ada tujuh gadis cantik yang terlihat tengah bermain air di telaga. “Apakah mereka ini para bidadari?” pikir Awang yang terpesona. Ternyata, dugaannya benar karena para gadis tersebut memang bidadari.
Di dekat mereka pun, terdapat tujuh selendang yang nantinya akan digunakan untuk kembali terbang ke kahyangan. Karena terlalu asyik bermain air, tujuh gadis cantik itu sama sekali tidak memperhatikan sekitarnya.
Melihat hal itu, Awang Sukma merasa ini adalah kesempatan yang baik untuk mendapatkan selendang sakti itu. Apalagi, salah satu selendangnya diletakkan tak jauh dari tempatnya bersembunyi. Tanpa menunggu waktu lama, Awang Sukma pun langsung mengambil selendang itu kemudian menyembunyikannya.
Baca juga: Cerita Asal Usul Kota Surabaya dan Ulasannya sebagai Dongeng Sebelum Tidur
Tak Bisa Pulang Ke Kahyangan
Namun, rupanya gerakan Awang Sukma membuat dedaunan di dekatnya bergesekan dan menimbulkan suara berisik. Para bidadari cantik itu pun langsung terkejut dan mengambil selendang masing-masing. Mereka berniat untuk segera kembali ke kahyangan.
Namun, salah satu gadis tidak bisa menemukan selendangnya. Dengan terpaksa, keenam saudaranya pun meninggalkannya kembali ke kahyangan. Ia hanya bisa menangis sedih, sementara Datu Awang Sukma keluar mulai keluar dari persembunyian dan mendekatinya.
“Jangan takut atau menangis, tuan putri. Aku akan menolongmu!” ucap Awang Sukma. Awalnya, sang bidadari merasa ragu menerima uluran tangan pria yang tidak ia kenal itu. Namun, karena tidak ada orang lain di sekitarnya, mau tak mau ia pun menerima pertolongan Awang Sukma dan tinggal bersamanya.
Setelah beberapa lama tinggal bersama, Awang Sukma dan bidadari bungsu itu memutuskan untuk menikah. Dari pernikahan tersebut, mereka dikaruniai seorang bayi perempuan cantik yang diberi nama Kumalasari. Hidup mereka pun terasa lebih bahagia
Kembali ke Kahyangan
Suatu hari, seekor ayam hitam masuk ke dalam lumbung padi dan mengacak-acak padi yang ditumpuk di sana. Sang bidadari pun berusaha mengusir ayam tersebut. Mendadak, pandangannya tertuju pada sebuah bumbung kayu yang tergeletak di dekatnya.
“Kira-kira apa isinya, ya?” pikir sang bidadari sambil membuka tutup bumbung. Betapa terkejutnya ia saat melihat barang yang selama ini dicarinya ada di dalam bumbung.
“Ini selendangku!” serunya dengan perasaan senang bercampur kesal. Bahagia karena akhirnya ia bisa menemukan kembali selendang saktinya itu, dan marah karena rupanya suaminya sendiri yang menyimpan selendangnya.
Sang bidadari akhirnya membulatkan tekadnya untuk kembali ke kahyangan. Ia langsung mengambil selendangnya itu dan mengenakannya. “Kini saatnya aku kembali ke kahyangan!” serunya.
Datu Awang Sukma yang melihat kejadian itu langsung mendekat dan meminta maaf kepada istrinya. Sayangnya, apa pun yang ia ucapkan tak bisa mengubah tekad sang bidadari untuk pulang.
“Kanda, aku akan pulang ke kahyangan. Rawatlah Kumalasari dengan baik,” ucap sang bidadari seraya menyerahkan buah hati mereka kepada Awang Sukma, “Jika Kumalasari merindukanku, ambillah tujuh biji kemiri kemudian masukkan ke dalam bakul yang digoncang-goncangkan. Iringilah dengan lantunan seruling, dan aku akan turun dari kahyangan.”
Sesudahnya, sang bidadari segera mengenakan selendangnya dan terbang ke kahyangan. Datu Awang Sukma hanya bisa menatap sedih kepergian istrinya dan bersumpah untuk melarang keturunannya memelihara ayam hitam. Karena menurutnya, ayam tersebutlah yang membawa malapetaka dalam hidupnya.
Baca juga: Cerita Asal Usul Kota Banyuwangi dan Ulasannya, Bukti Cinta Seorang Istri yang Setia
Unsur Intrinsik Cerita Legenda Telaga Bidadari
Setelah membaca cerita legenda Telaga Bidadari di artikel ini, kamu bisa mengetahui beberapa unsur intrinsik ceritanya. Berikut adalah penjelasannya:
1. Tema
Inti dari cerita rakyat ini adalah tentang seorang bidadari yang kehilangan selendang saktinya saat mandi di telaga. Ia pun terpaksa tinggal di dunia manusia hingga akhirnya bisa kembali ke kahyangan..
2. Tokoh dan Perwatakan
Dalam legenda Telaga Bidadari ini, tokoh utamanya adalah Awang Sukma dan sang bidadari. Awang Sukma diceritakan sebagai seorang pemuda gagah yang memiliki sifat tamak dan pembohong. Buktinya, ia berusaha mengambil selendang milik bidadari kemudian menyembunyikannya. Tujuannya adalah agar ia bisa menikah dengan sang bidadari.
Sementara itu, sang bidadari memiliki sifat penyayang dan pemaaf. Ia bisa tetap menyayangi dan memaafkan suaminya yang telah menyembunyikan selendang. Buktinya, ia tak memberikan hukuman apa-apa dan justru berjanji akan turun dari kahyangan jika anak mereka merindukannya.
3. Latar
Setting lokasi yang disebutkan dalam cerita ini adalah telaga di tengah hutan dan lumbung padi tempat sang bidadari menemukan kembali selendangnya.
4. Alur
Alur yang digunakan dalam cerita rakyat Telaga Bidadari ini adalah maju. Hal tersebut dapat terlihat dari kisahnya yang diceritakan secara urut sejak pertemuan pertama Awang Sukma dengan sang bidadari, hingga akhirnya mereka menikah dan dikaruniai buah hati. Kisahnya berakhir ketika sang bidadari akhirnya menemukan kembali selendangnya dan kembali ke kahyangan.
5. Pesan Moral
Pesan moral yang bisa didapatkan dari cerita Telaga Bidadari ini adalah untuk berusaha mendapatkan segala sesuatu yang kamu inginkan dengan cara yang benar dan halal. Karena jika mendapatkannya bukan dengan cara yang benar, suatu hari hal tersebut akan menjadi malapetaka dalam hidupmu.
Selain itu, jangan pernah menyembunyikan atau menyimpan perbuatan buruk. Pada suatu waktu, keburukan itu pasti akan terbongkar juga. Sama halnya seperti Awang Sukma yang berusaha menyembunyikan kebohongannya dalam menyimpan selendang sang bidadari. Pada akhirnya, sang bidadari mendapatkan petunjuk untuk menemukan selendangnya kembali.
Setelah mengetahui unsur intrinsiknya, ada juga unsur ekstrinsik yang dapat ditemukan dalam kisah ini. Di antaranya adalah nilai-nilai moral, sosial, dan budaya yang berlaku di masyarakat sekitarnya.
Baca juga: Legenda Joko Kendil Beserta Ulasan Lengkapnya yang Menarik dan Seru untuk Disimak
Fakta Menarik tentang Cerita Legenda Telaga Bidadari
Selain kisahnya yang menarik dan unsur intrinsiknya, dalam artikel ini kamu juga bisa mendapatkan fakta-fakta menarik seputar kisah Telaga Bidadari. Berikut di antaranya:
1. Mirip dengan Kisah Lain di Indonesia & Luar Negeri
Seperti yang sudah disebutkan di awal, kisah Awang Sukma ini mirip dengan Jaka Tarub yang berasal dari Desa Widodareni, Jawa Tengah. Namun, rupanya di beberapa daerah lain ada juga kisah yang tak jauh berbeda. Di antaranya adalah Aryo Menak dan Tunjung Wulan yang berasal dari Jawa Timur, kemudian Oheo dan Anawanguluri dari Sulawesi Selatan.
Selain dari berbagai tempat di Indonesia, kisah tentang seorang pria yang bertemu dan menikah dengan bidadari bisa ditemukan di beberapa negara. Di antaranya adalah Cina, Jepang, Korea, Vietnam, Filipina, bahkan negara-negara di Eropa.
Di Cina, kisah serupa terdapat di legenda Pria Pengembala dan Putri Penenun. Tokoh yang disebutkan dalam kisah tersebut adalah Niu Lang sang penggembala sapi, dan Zhi Nu sang bidadari cantik yang merupakan putri dari Kaisar Giok.
Sementara di Jepang, kisah ini dikenal dengan nama Tanabata, atau perayaan malam ke-7. Kisahnya menceritakan tentang Orihime atau Shokujo, seorang putri Kaisar Langit yang sering merasa kesepian. Hidupnya berubah setelah bertemu dengan Hikoboshi atau Kengyuu dan jatuh cinta.
Kisah serupa juga ditemukan di Korea, tentang seorang penggembala bernama Kyunwo dan dewi penenun bernama Chiknyo. Sementara di Vietnam, kisahnya terjadi antara Nguu Lang dan Chuc Nu. Kemudian di Filipina, kisahnya dikenal dengan judul Tujuh Wanita Muda Langit yang diceritakan oleh Richard Dorson dalam buku Folktales Told Around the World.
Di Eropa, ada juga kisah yang mirip berjudul Swan Maiden. Perbedaannya adalah, sang wanita bukanlah bidadari atau dewi, tapi seorang putri kerajaan yang bisa berubah wujud menjadi angsa jika mengenakan pakaian khusus.
2. Desa dan Telaganya di Banjarmasin
Di Kecamatan Sungai Raya Kabupaten Hulu Sungai Selatan, Banjarmasin terdapat sebuat desa yang bernama Desa Telaga Bidadari. Kabarnya, di dalam desa tersebut ada sebuah telaga tempat Awang Sukma bertemu dengan para bidadari.
Telaga yang luasnya sekitar tiga meter dan panjang lima meter tersebut hingga kini masih banyak dikunjungi wisatawan. Tak hanya datang untuk melihat keindahannya, beberapa orang datang dengan niat untuk berdoa agar cepat mendapatkan jodoh. Kabarnya, seseorang yang datang dan membasuh muka di telaga tersebut, nantinya akan cepat bertemu dengan jodohnya.
Menariknya, telaga tersebut tidak pernah kering sama sekali. Bahkan ketika musim kemarau panjang sekalipun, masih ada air yang menggenang di telaga tersebut. Padahal, tidak ada aliran sungai yang mengarah ke sana.
3. Keturunan Awang Sukma
Kisah tentang Telaga Bidadari ini cukup dipercaya di desanya yang terletak di Kabupaten Hulu Sungai Selatan, Banjarmasin. Bahkan, kabarnya banyak pemuda dan pemudi di desa tersebut yang berparas tampan dan cantik karena masih keturunan dari Awang Sukma.
Meskipun terkesan tidak masuk akal, tapi dari 1798 warga yang tinggal di Desa Telaga Bidadari tahun 2018, banyak yang memiliki wajah rupawan. Apakah kamu setuju kalau para warga itu memang keturunan Awang Sukma dan sang bidadari?
Baca juga: Cerita Asal Mula Telaga Warna dan Ulasannya yang Mengandung Pesan Bermakna
Sudah Puas Membaca Cerita Legenda Telaga Bidadari?
Bagaimana? Sudah puas belum membaca kisah Telaga Bidadari di artikel ini? Atau masih ingin mencari kisah lain yang memiliki pesan moral tak kalah baiknya?
Kalau iya, langsung saja cek artikel-artikel lain di PosKata. Ada kisah-kisah lain seperti Malin Kundang, Batu Menangis, dan Roro Jonggrang.