Papua memiliki beragam cerita rakyat yang menarik tuk kamu baca, salah satunya adalah Biwar sang Penakluk Naga. Tak cuma menarik, kisah ini juga sarat akan pesan moral. Penasaran? Yuk, langsung saja baca ceritanya di artikel ini!
Zaman dahulu, nampaknya orang-orang percaya adanya naga. Maka dari itu, ada banyak cerita rakyat yang mengisahkan tentang makhluk mitologi itu. Salah satu cerita rakyat yang cukup menarik adalah Biwar Sang Penakluk Naga dari Papua.
Sudah pernah mendengar kisahnya? Secara singkat, cerita rakyat ini mengisahkan tentang seorang pria bernama Biwar yang ingin membalas dendam pada seekor naga jahat. Alasannya, naga tersebut telah membunuh keluarga-keluarganya.
Berhasilkah ia membunuh makhluk mitologi itu? Bagaimana caranya membalas dendam? Kalau penasaran, tak perlu berlama-lama lagi. Langsung saja simak cerita Biwar sang Penakluk Naga beserta ulasan unsur intrinsik, pesan moral, dan fakta menariknya, yuk!
Cerita Rakyat Biwar Sang Penakluk Naga
Alkisah, ada sebuah kampung kecil yang berada di Mimika, Papua. Kehidupan kampung tersebut berlangsung aman dan tentram. Para warga hidup rukun dan sejahtera.
Secara berkala, mereka mencari pohon sagu di hutan dan mengambil sari patinya untuk dijadikan sebagai bahan makanan. Biasanya, yang bertugas mencari pohon sagu adalah para lelaki. Setelah itu, para wanita akan mengolah sari pati sagu menjadi hidangan yang teramat lezat.
Suatu hari, persediaan sagu kampung mereka sudah semakin menipis. Karenanya, para lelaki pun bergegas menuju ke hutan untuk mencari pohon sagu. Ada beberapa wanita pula yang turut ikut ke hutan.
Agar bisa sampai ke hutan, mereka menyeberangi sungai besar dengan 10 perahu kecil. Dalam perjalanan menyeberangi sungai, tiba-tiba ada seekor naga besar menghadang perahu mereka.
Makhluk ganas itu mengoyak dan memporakporandakan seluruh kapal. Hampir seluruh warga di perahu tersebut mati karena Naga jahat itu memakan mereka. Hanya ada satu wanita hamil yang berhasil selamat.
Ia lalu berlari masuk ke dalam hutan. Ia tak ingin tertangkap oleh makhluk itu. Dalam hati ia berkata, “Aku harus menyelamatkan bayi dalam kandunganku. Aku tak boleh mati.”
Baca juga: Dongeng Mentiko Betuah dari Aceh, Mustika Berharga Berkat Kebaikan Hati beserta Ulasan Menariknya
Tinggal Seorang Diri
Setelah berlari sekian lama di hutan, wanita itu pun masuk ke dalam gua. Ia merasa aman dalam gua itu. Karena kelelahan, ia memutuskan untuk beristirahat sejenak.
Tak mungkin bisa pulang ke kampung halaman, perempuan ini pun tinggal di gua itu. Untuk bertahan hidup, setiap hari ia mencari ubi atau buah-buahan yang tumbuh di hutan.
Beberapa bulan kemudian, wanita itu melahirkan seorang bayi laki-laki yang sangat tampan. Ia memberi nama Biwar pada sang buah hatinya. Saat beranjak remaja, ia mengajari anaknya cara menanam ubi, memanah, hingga berburu. Mereka juga membuat rumah honai sehingga tak lagi tinggal dalam gua.
Pada suatu pagi, Biwar meminta izin pada ibunya untuk pergi berburu. “Ibu, aku kan pergi berburu. Doakan aku, ya. Semoga malam ini aku bisa membawa hewan yang lezat,” kata pemuda itu.
“Iya, Nak. Ibu pasti mendoakanmu. Tapi, ingatlah pesan ibu. Kamu jangan berburu dekat sungai besar, ya. Berbahaya,” ucap sang ibu.
“Kenapa Ibu selalu melarangku pergi ke sana?” tanyanya.
“Tak mengapa, Nak! Kelak Ibu kan menceritakannya padamu. Sekarang, turutilah apa kata Ibu,” ucap sang ibu.
Biwar merasa heran kenapa sang ibu selalu melarangnya mendekati sungai besar itu. Karena sangat penasaran, ia pun mendekati sungai besar itu.
Ia terkesima karena di sungai itu terdapat ikan-ikan yang sangat besar. Tanpa pikir panjang, ia menangkap beberapa ikan besar dengan cekatan. Meskipun ada rasa khawatir karena pesan ibunya, ia tetap saja menangkap banyak ikan dengan semangat.
“Padahal banyak ikan besar di sini, tapi kenapa ibu melarangku, ya? Apa sebenarnya yang ibu khawatirkan?” tanyanya dalam hati.
Mengatakan Kebenarannya
Setibanya di rumah, Biwar memamerkan hasil tangkapannya ke pada sang ibu. “Ibu, lihatlah! Aku menangkap begitu banyak ikan besar,” ucapnya.
“Dari mana kau mendapatkan ikan-ikan itu, Anakku? Kau tak menangkapny dari sungai besar, kan?” tanya sang ibu yang nampak panik.
“Bu, maafkan aku. Sebenarnya aku menangkap banyak ikan ini dari sungai tersebut. Ibu kenapa melarangku ke sana? Padahal ikannya sangatlah banyak dan besar-besar,” jawab Biwar.
“Kenapa kau melanggar janjimu, Anakku? Ketahuilah, di sungai besar itu ada seekor naga yang sangat besar. Ia telah membunuh ayahmu, pamanmu, dan beberapa warga di kampung halaman ibu,” ucap sang ibu sambil menangis.
“Beruntung, ibu berhasil menyelamatkan diri dan bertahan hidup demi melahirkanmu ke dunia ini,” imbuhnya.
Ia pun menceritakan kronologi penyerangan makhluk ganas itu pada masa lalu. Tak hanya itu, ia juga menceritakan caranya bertahan hidup sendirian merawat Biwar seorang diri.
Mendengar kisah ibunya yang malang, Biwar meneteskan air mata. Ia tak tahu bila selama ini ibunya menyimpan kisah yang teramat memilukan. Ia memeluk sang ibu yang juga menangis menceritakan kisah masa kelamnya.
“Maka dari itu, Nak. Janganlah kau mendekati sungai itu. Kaulah satu-satunya yang ibu punya. Jika kau tak ada, buat apa Ibu ada di dunia ini?” ucap sang ibu sembari menyeka air matanya.
“Baik, Bu. Maafkan aku telah membuatmu khawatir,” ucap pemuda itu meminta maaf pada ibunya.
Di sisi lain, pemuda ini pun sangat dendam kepada sang Naga. Ia ingin sekali membunuh makhluk ganas itu. Akan tetapi, sang ibu melarangnya. Ia tak ingin makhluk penunggu sungai itu melukai anaknya.
Biwar tak lantas menuruti perkataan ibunya. Setiap hari ia terus berusaha membujuk ibunya agar memberikan izin. Selama ibunya tak merestui, pemuda ini tak akan mendatangi naga tersebut.
Memberikan Izin
Pada suatu sore yang hangat, Biwar datang menemui ibunya dengan membawa panah. Ia ingin menunjukkan kebolehannya dalam menyerang menggunakan panah yang selama ini digunakannya untuk berburu.
“Ibu, lihatlah. Kemampuan memanahku sudah semakin membaik. Tampaknya, aku akan menang melawan naga itu,” ucap sang pemuda.
“Anakku, makhluk di dasar sungai itu sangat besar dan kuat. Kamu tak akan sanggup membunuhnya dengan panah kecilmu ini,” jawab sang ibu.
“Tapi, Bu. Aku sangat ingin tinggal di kampung halaman dan bertemu dengan saudara-saudaraku yang lain. Apakah Ibu tak menginginkannya? Kalau aku bisa membunuh makhluk itu, kita bisa kembali ke desa dengan menyeberangi sungai. Namun, aku tak akan pergi bila Ibu tak memberiku izin,” bujuk sang anak.
“Apa Ibu tak merasa bosan hidup di tengah hutan ini terus? Tak ada teman, tak ada sanak saudara, hanya kita berdua saja. Untuk itu, izinkan aku melawan naga itu dan membunuhnya,” imbuhnya meyakinkan sang ibu.
Ibu Biwar sudah tak bisa lagi mencegah keinginan anaknya. Meski berat, ia akhirnya mengizinkan anaknya pergi ke sungai untuk melawan makhluk itu. “Baiklah, Nak. Aku akan memberimu izin. Tapi, berjanjilah kau akan kembali dengan selamat tanpa luka sekecil apa pun,” jawabnya.
Keesokan harinya, pemuda pemberani itu berpamitan pada ibunya. Ia membawa senjata panah dan tombak untuk menyerang makhluk yang telah membunuh keluarganya ini. Sang ibu meneteskan air mata sembari berdoa agar anaknya selamat.
Sesampainya di tepi sungai besar, ia naik ke tebing yang tinggi. Ia mengamati sungai itu, tapi tak terlihat makhluk itu. Lalu, ia memikirkan rencana untuk menyerang dan membunuh naga.
“Aku tak mungkin bisa membunuhnya dengan anak panah dan tombak ini saja. Tubuhnya pasti sangatlah kuat. Cara apa yang bisa aku lakukan untuk membunuhnya?” tanya pria ini dalam hati.
Bertemu dengan Naga
Setelah berpikir sejenak, ia akhirnya menemukan strategi penyerangan. Ia mendorong batu yang teramat besar hingga ujung tebing. Nantinya, batu besar itu akan ia gunakan untuk menindas tubuh sang naga.
Usai mengatur rencana, ia turun ke tepi sungai dan berteriak memanggil makhluk itu, “Naga! Keluar kau dari tempat persembunyianmu! Aku datang untuk membunuhmu.”
Setelah berulang kali ia memanggil makhluk itu, tiba-tiba air sungai bergejolak. Kemudian, muncullah seekor naga raksasa di depan biwar. Tubuhnya sangatlah besar sehingga membuat pemuda ini terkejut.
“Hai, Anak muda! Siapa kau? Kenapa terus-terusan memanggilku? Mengganggu tidurku saja!” ucap makhluk itu.
“Namaku Biwar. Kamu yang telah membunuh ayah dan saudara-saudaraku, kan? Aku kemari untuk membalas dendam. Kau harus kumusnahkan!” ucap pemuda pemberani ini dengan lantang.
“Hmm, kau pikir aku tahu siapa keluargamu? Terlalu banyak manusia yang aku bunuh. Kau mau jadi yang berikutnya? Hahaha,” ucap makhluk ganas itu.
“Dasar kau makhluk tak tahu diri! Hari ini aku akan membalas perbuatanmu!” jawab Biwar murka.
“Baiklah. Silakan bunuh aku!” ucap sang Naga dengan raut wajah meledek.
Kemudian, Biwar menghunuskan anak panahnya ke tubuh makhluk jahat itu. Namun, panah itu tak cukup kuat untuk membunuh makhluk besar ini. Bahkan, sang Naga berulang kali menertawakan Biwar.
“Bagaimana ini? Aku tak bisa kau bunuh hanya dengan panahmu saja. Bagaimana kalau kau saja yang aku bunuh? Hahaha,” ucap penunggu sungai itu menghina.
Meski tak mempan, pria bertubuh kuat ini tetap menghunuskan anak panahnya. Ia juga melemparkan tombak ke tubuhnya, tapi tetap tak mempan. Makhluk jahat ini sangatlah kuat. Ia memiliki sisik yang tebal.
“Kalau aku tak bisa membunuhmu, kamu bisa membunuhku!” ucap Biwar dengan berani.
“Hmm, aku ini makhluk paling kuat di sini. Membunuhmu bukanlah urusan sulit. Tapi, kau masih bocah. Buat apa aku membunuh bocah?” ucap makhluk itu.
“Bilang saja kau tak mampu membunuhku. Kau hanyalah makhluk sombong tak tahu diri!” balas Biwar.
Perseteruan Sengit
Merasa tertantang, Naga menyembur pemuda itu dengan apinya. Dengan cepat, Biwar menghindar dari semburan api itu. “Hai, Naga! Kau pikir kau bisa dengan mudah membunuhku? Bahkan, apimu itu tak mengenai setitik kulitku!” ejek pria itu dari kejauhan.
“Kurang ajar! Kau mempermainkanku!,” ucap sang Naga mengamuk sembari mengejar pria pemberani ini. Ia terus menyemburkan apinya, tapi sama sekali tak mengenai Biwar. Pria itu cukup gesit untuk menghindar.
Ia lalu berhenti di samping batu yang telah ia siapkan di pucuk tebing tepi sungai. Melihatnya berhenti berlari, sang Naga pun berkata, “Kau sudah lelah menghindar dariku, kan? Menyerahlah dan terimalah ajalmu saat ini juga!” ucap Naga.
Ketika makhluk yang murka itu bersiap-siap menyemburkan api paling besar, Biwar mendorong batu besar. Kemudian, batu itu mengenai kepala Naga hingga hancur. Seketika, makhluk besar itu mati dan tubuhnya hanyut terbawa arus sungai.
Biwar akhirnya berhasil membunuh makhluk jahat itu. Ia lalu kembali pulang untuk menemui ibunya. Sang ibu yang sedari tadi menunggu sembari berdoa pun menangis bahagia.
“Anakku! Kau sudah kembali, Nak? Ibu bersyukur kau kembali dengan selamat,” ucap sang ibu sembari menangis dan memeluk anaknya.
“Naga jahat itu telah berhasil aku bunuh, Bu. Sekarang, kita bisa kembali ke kampung halaman kita,” ucap penakluk Naga itu.
Keesokan harinya, mereka pulang ke kampung halaman. Para warga menyambut mereka dengan suka cita. Sang ibu pun menceritakan seluruh kejadian yang menimpanya. Ia juga tak lupa menceritakan bahwa anaknya berhasil membunuh Naga. Sejak saat itu, para warga menyebut Biwar sebagai sang Penakluk Naga.
Unsur Intrinsik
Cerita Biwar sang Penakluk Naga ini sangat keren, bukan? Lantas, bagaimanakah unsur intrinsik dari kisah sang pemberani ini? Penasaran? Berikut ulasan singkat seputar tema, tokoh dan perwatakan, hingga pesan moralnya;
1. Tema
Tema cerita rakyat Papua ini adalah tentang perjuangan membunuh naga. Tak hanya itu, cerita Biwar sang Penakluk Naga juga menceritakan tentang perjuangan seorang ibu mengasuh anaknya seorang diri di tengah hutan belantara.
2. Tokoh dan Perwatakan
Tak banyak tokoh yang muncul dalam cerita Biwar sang Penaklik Naga. Mereka adalah sang ibu, Biwar, dan Naga. Biwar dan ibunnya adalah dua tokoh protagonis. Mereka memiliki sifat yang sama, tak mudah menyerah.
Sang ibu terus berjuang merawat anaknya dengan baik meski ia hanyalah seorang diri di tengah hutan belantara. Bisa membayangkan betapa sulitnya melahirkan, merawat, dan membesarkan anak seorang diri?
Sama dengan ibunya, Biwar juga memiliki sifat pemberani. Sedari kecil, ia sudah belajar memburu binatang. Ketika beranjak remaja, ia kerap membantu ibunya memburu binatang untuk makan.
Sementara itu, sang Naga adalah toko antagonis dalam kisah ini. Ia bahkan tega membunuh puluhan manusia yang hendak melewati sungai tempat tinggalnya. Tak hanya itu, ia juga memiliki sifat yang arogan.
3. Latar
Cerita Biwar sang Penakluk Naga menggunakan beberapa latar tempat yang terjadi di Mimika. Sebut saja sebuah kampung di Mimika, hutan belantara, sungai besar, dan rumah yang menjadi tempat tinggal Biwar dan ibunya.
4. Alur Cerita Biwar Sang Penakluk Naga
Alur cerita Biwar sang Penakluk Naga adalah maju. Kisahnya bermula dari seekor naga yang menyerang para warga yang hendak menyeberangi sungai. Dari serangan tersebut, hanya satu orang saja yang selamat, yakni seorang ibu hamil.
Ia lalu menyelamatkan diri di dalam gua. Setelah sekian lama, ia pun melahirkan dan membesarkan anaknya, Biwar, seorang diri. Biwar tumbuh menjadi pemuda yang pemberani dan pandai berburu.
Dengan tekad dan keberaniannya, pemuda ini memutuskan untuk membunuh seekor naga yang telah membuat keluarganya mati. Meski sang ibu sempat melarang, ia bersikukuh untuk membalas dendam.
Awalnya, Biwar kesulitan dalam membunuh makhluk ganas itu. Panah dan tombaknya sama sekali tak mempan. Pada akhirnya, ia berhasil membunuh hewan itu dengan batu besar. Ia dan ibunya pun kembali ke kampung halaman dengan selamat.
5. Pesan Moral
Kira-kira, pesan moral apa sajakah yang bisa kamu petik dari cerita rakyat Biwar sang Penakluk Naga ini? Tentu ada beberapa amanat, salah satunya jangan mudah menyerah menghadapi pahitnya kehidupan. Sejatinya, Tuhan menciptakan masalah agar manusia semakin kuat menjalani hidup.
Selain itu, amanat yang bisa kamu petik adalah jadilah orang pemberani seperti Biwar. Ia tahu bahwa melawan naga merupakan hal yang tak mudah tuk dilakukan. Namun, ia tak menyerah begitu saja. Dengan keberanian dan kecerdikannya, ia berhasil membunuh makhluk besar itu.
Selain unsur intrinsik, ada juga unsur ekstrinsik yang dapat kamu simpulkan dari legenda ini. Sebut saja nilai-nilai yang berlaku di masyarakat sekitar, yakni nilai budaya, sosial, dan moral.
Fakta Menarik
Cerita Biwar sang Penakluk Naga ternyata tak hanya memiliki satu versi saja. Ada versi lain yang tak kalah menarik. Kami telah memaparkan kisah singkatnya di fakta menarik berikut;
1. Ada Versi Cerita Lain
Secara garis besar, versi lain dari cerita Biwar sang Penakluk Naga ini hampir sama dengan yang telah kami paparkan di atas. Bedanya terletak di cara membunuh naga. Dalam versi lain, pemuda pemberani ini tak membunuh naga dengan batu besar.
Ia juga tak membunuh makhluk keji itu di sungai, melainkan gua. Jadi, Biwar menghampiri seekor naga itu di gua. Ia lalu memancing makhluk itu agar keluar dari tempat tinggalnya. Saat kepala sang Naga muncul, pemuda itu langsung melayangkan panahnya.
Tak hanya itu, ia juga menghujamkan kapaknya bertubi-tubi ke tubuh sang naga. Makhluk itu tak sempat melawan. Pada akhirnya, ia mati bersimbah darah. Biwar lalu pulang menjemput ibunya untuk kembali ke kampung halaman.
Baca juga: Cerita Rakyat Putri Siluman dari Lampung dan Ulasannya, Pelajaran tentang Kesetiaan dan Kesabaran
Sudah Puas dengan Cerita Biwar Sang Penakluk Naga Ini?
Demikianlah cerita rakyat dari Papua, Biwar sang Penakluk Naga beserta ulasan lengkapnya. Kamu sudah cukup puas dengan kisah yang kami sampaikan, bukan? Kalau suka. jangan ragu untuk membagikan kisah ini pada orang lain.
Kalau masih butuh legenda atau cerita rakyat lainnya, teruslah membaca Poskata.com kanal Ruang Pena. Ada asal-usul Burung Cendrawasih, legenda Batu Golog, kisah Putri Mandalika, dan masih banyak lagi. Selamat membaca!