
Pernahkah kamu mendengar cerita dongeng tentang seekor bebek yang buruk rupa? Kalau belum, langsung saja simak ulasan yang telah kami siapkan di artikel berikut ini!
Ada banyak sekali cerita dongeng yang mengandung pesan moral yang baik, seperti kisah bebek yang buruk rupa. Melalui kisahnya, kamu tak hanya bisa mengajarkan tentang satu pesan moral saja, lho!
Oleh karena itu, ceritanya cocok sekali dibacakan untuk buah hati tersayang sebagai dongeng sebelum tidur. Setelah membacakan kisahnya, kamu bisa langsung mengajari si kecil tentang bagaimana menjadi seseorang yang baik dan agar terus percaya diri.
Kok bisa, ya? Daripada penasaran, langsung saja simak cerita dongeng tentang bebek buruk rupa yang telah kami siapkan di bawah ini. Selain itu, kamu juga bisa mendapatkan sedikit ulasan seputar unsur intrinsiknya dan fakta menariknya, lho! Selamat membaca!
Cerita Dongeng Bebek Buruk Rupa
Saat itu adalah waktu paling indah di pedesaan. Itu adalah musim panas. Ladang gandum berwarna keemasan dan gandumnya kehijauan. Jerami ditumpuk menjadi tumpukan besar di padang rumput hijau. Para bangau terlihat berjalan berkeliling dengan kaki merahnya yang panjang dan mengoceh menggunakan bahasa Mesir, yakni bahasa yang diajarkan oleh ibunya padanya.
Di sekeliling padang rumput dan ladang jagung, tumbuhlah hutan yang lewat. Di tengahnya, terdapat danau yang dalam. Yah, pedesaan itu benar-benar indah dan menyenangkan.
Di tempat yang paling cerah, berdirilah sebuah rumah pertanian tua yang dikelilingi oleh kanal yang dalam. Dari dinding rumah hingga ke tepi air, tumbuhlah tanaman burdock yang berdaun lebar dan berukuran besar. Tanamannya tumbuh cukup tinggi sehingga seorang anak kecil bisa berdiri tegak di bawahnya. Tumbuhan itu tumbuh cukup liar sehingga seolah-olah teelihat seperti berada di tengah hutan lebat.
Di tempat peristirahatan yang nyaman itu, terdapat seekor bebek yang sedang duduk di sarangnya. Ia sedang mengawasi anak-anaknya yang baru akan menetas. Namun, kesenangan yang ia rasakan di awal mengerami telur itu kini sudah nyaris hilang. Ia mulai berpikiran ini adalah tugas yang paling melelahkan, karena anak-anaknya terlalu lama keluar dari cangkangnya. Apalagi, dia tidak memiliki banyak teman yang mengunjunginya. Bebek lain lebih suka berenang di kanal daripada memanjat tebing licin dan duduk di bawah daun burdock untuk bergosip dengannya. Itu adalah waktu yang cukup lama untuk tinggal sendirian.
Pada akhirnya, satu cangkang mulai retak. Tak lama kemudian, cangkang lainnya pun menyusul pecah juga. Dari masing-masing cangkang tersebut muncullah anak bebek yang mengangkat kepalanya dan berteriak, “Cip, cip!”
Masih Ada Satu yang Belum Menetas
“Kwek! Kwek!” ucap sang induk bebek. Kemudian para anak-anak itu mencoba mengeluarkan suara yang sama semampu mereka. Sementara mata mereka memandang ke segala arah ke daun-daun hijau yang tinggi. Ibunda mereka mengizinkan mereka untuk melihat kemana saja sebanyak yang mereka mau, karena bagaimanapun juga, warna hijau itu baik untuk mata.
“Betapa besar dunia in, tentu saja!” ucap bayi-bayi bebek itu nyaris bersamaan. Mereka semua menyetujui hal itu karena dengan sekali pandang saja sudah bisa terlihat kalau akan ada banyak ruang untuk bergerak di dunia ini dibandingkan ketika mereka masih berada di dalam cangkang telur.
“Apakah kalian membayangkan ini adalah seluruh dunia?” tanya sang ibunda. “Tunggulah sampai kau melihat taman itu. Jauh di luar itu, dunia membentang sampai ke ladang pendeta. Meskipun sebenarnya aku pun belum pernah pergi sejauh itu. Apakah kalian semua sudah keluar dari telur?”
Kemudian sang Ibu Bebek bangkit dari duduknya untuk melihat. “Oh, rupanya tidak semuanya! Aku bisa melihat kalau belum semua dari kalian yang keluar dari telur! Masih ada telur yang ukurannya paling besar itu. Berapa lama lagi aku harus menunggu sampai kalian semua menetas? Aku benar-benar mulai bosan,” ucap sang Ibu Bebek seraya kembali duduk.
“Halo, bagaimana kabarmu?” tanya seekor bebek tua yang datang mengunjunginya.
“Masih ada satu telur yang membutuhkan waktu lama untuk ditetaskan. Cangkangnya keras dan tak muda pecah,” ucap Ibu Bebek yang masih duduk di sarangnya. “Namun, lihatlah anak-anakku yang lain. Bukankah aku memiliki keluarga yang rupawan? Bukankah mereka adalah bebek kecil tercantik yang pernah kau lihat? Mereka semua terlihat tampan seperti ayah mereka yang tak ada gunanya. Karena dia tidak pernah datang menemuiku!”
Akhirnya Telur Terakhir pun Menetas
“Coba kuliat telur yang masih belum pecah itu,” ucap sang bebek tua. “Aku yakin kalau itu adalah telur ayam Guinea. Hal yang sama juga pernah terjadi padaku. Dan akhirnya memberiku banyak masalah, karena ayam Guinea yang masih muda takut pada air. Aku sudah menguik dan mengotek, tapi semua itu menjadi sia-sia semata. Coba biarkan aku melihatnya.”
Setelah sang bebek tua melihat telur yang ukurannya lebih besar itu, ia pun berkata, “Memang benar, itu adalah ayam Guinea. turutilah ikutilah saranku dan biarkan saja dia di sana. Daripada membuang waktumu sia-sia, lebih baik kau langsung turun ke air dan mulai mengajari anak-anakmu berenang.
“Kurasa aku akan duduk sebentar lagi,” ucap Ibu Bebek. “Aku sudah duduk menanti cukup lama. Menambahkan satu atau dua hari lagi rasanya tak akan menjadi masalah besar.”
“Baiklah, sesukamu sajalah,” ucap sang bebek tua seraya bangkit dan meninggalkan Ibu Bebek sendirian.
Pada akhirnya, telur besar itu pun pecah juga, dan anak yang terakhir akhirnya mengeluarkan suaranya, “Cip, cip,” seraya merangkak keluar dari cangkangnya. Betapa besar dan jeleknya anak bebek itu. Sang Ibu Bebek hanya bisa menatapnya dan tidak tahu harus berkata apa.
“Sungguh,” ucapnya, “ini adalah anak bebek yang sangat besar dan sama sekali tidak terlihat seperti anak bebek lainnya. Aku ingin tahu akankah ia berubah menjadi ayam Guinea. Yah, kita akan mengetahuinya setelah sampai di air. Karena bagaimanapun juga, ia harus masuk ke dalam air. Bahkan, jika harus aku yang mendorongnya sendiri.”
Keesokan harinya, cuaca terlihat sangat cerah. Matahari bersinar terang di atas daun burdock hijau. Induk bebek kini membawa seluruh anggota keluarganya ke air dan melompat masuk dengan membuat sebuah percikan.
Diperkenalkan Ke Penghuni Pertanian
“Kwek, kwek!” seru sang Ibunda.
Kemudian satu demi satu anak bebek itu melompat masuk ke dalam air. Air sempat menutupi kepala mereka, tapi kemudian mereka kembali muncul dalam sekejap dan berenang dengan indahnya. Kaki-kaki kecil mereka mengayuh dengan mudah dan otomatis. Rupanya, anak bebek dengan bulu berwarna abu-abu jelek yang berasal dari telur paling besar itu juga ikut melompat ke dalam air, berenang bersama saudara-saudaranya.
“Oh,” ucap sang Ibunda, “Rupanya ia bukanlah ayam Guinea. Lihat betapa baik ia menggunakan kakinya untuk berenang. Dan betapa tegak tubuhnya. Dia adalah anakku sendiri. Dan dia sebenarnya tidak terlalu jelek, kalau kau melihatnya dengan baik.”
Kemudian, sang Ibu Bebek melanjutkan ucapannya, “Kwek, kwek! Ikuti aku sekarang. Aku akan membawamu ke masyarakat dan memperkenalkanmu ke seluruh penghuni pertanian. Namun, ingatlah untuk tetap selalu dekat denganku kalau tak mau diinjak. Dan, yang paling penting, selalu waspadalah pada kucing.”
Ketika mereka sampai di lahan pertanian, di sana sedang terjadi kerusuhan yang menyedihkan. Dua keluarga terlihat sedang memperebutkan kepala belut, yang pada akhirnya justru dibawa kabur oleh kucing.
“Lihatlah, nak, seperti itulah hidup di dunia,” ucap Ibu Bebek seraya menggerakkan paruhnya. Karena ia sendiri sebenarnya juga menyukai kepala belut itu.
“Ayo, sekarang gunakan kakimu dan biar kulihat perilaku baik kalian,” lanjut sang Ibu Bebek, “Kalian harus menundukkan kepala kalian dengan baik ke bebek tua yang ada di sana. Karena ia adalah bebek tertinggi yang lahir dibandingkan kita semua. Dan ia juga keturunan Spanyol, oleh karena itu ia kaya raya. Tidakkah kau melihat kalau ia memiliki kain merah yang diikatkan di kakinya? Itu adalah pertanda bahwa ia adalah bebek yang agung dan memiliki kehormatan besar.”
Harus Segera Disingkirkan
Ibu Bebek kembali melanjutkan ucapannya, “Hal itu juga menunjukkan bahwa tidak ada seorang pun yang rela kehilangan dirinya. Dan ia akan selalu diperhatikan dengan baik oleh manusia juga hewan lain. Ayo, jangan berbalik. Bebek yang dibesarkan dengan baik akan merentangkan kakinya lebar-lebar, seperti ayah dan ibunya. Sekarang lipat lehermu dan katakan, ‘Kwek!’”
Anak-anak bebek itu melakukan apa yang diperintahkan sang Ibunda. Namun, bebek lain yang ada di sana hanya memandang dan berkata, “Lihat, sekarang datang lagi anak-anak bebek lain. Seolah jumlah kita di sini belum cukup. Dan terpujilah, kenapa ada salah satu dari mereka yang terlihat aneh? Kami tidak menginginkannya di sini,” kemudian seekor bebek terbang mendekat si bebek yang buruk rupa itu dan menggigit lehernya.
“Biarkan dia sendiri,” ucap sang Ibu Bebek, “Dia tidak membahayakan kalian.”
“Ya, tapi lihatlah betapa besar dan jeleknya anak itu. Dia benar-benar sempurna untuk menakut-nakuti anak lain,” ucap sang Bebek dengan penuh iri dengki, “Oleh karena itu ia harus segera disingkirkan. Sedikit gigitan saja sudah cukup baik.”
“Anak-anak bebek yang lain terlihat sangat cantik,” ucap sang Bebek Tua yang memiliki kain di kakinya, “Semua anak bebek kecuali yang satu itu. Kuharap ibunya bisa sedikit mengubah penampilan anaknya; karena anak itu benar-benar tak bisa disukai dengan mudah.”
“Hal itu tak mungkin dilakukan, Yang Mulia,” jawab sang Ibunda. “Ia memang tidak rupawan, tapi ia memiliki watak yang sangat baik dan bisa berenang sebaik yang lain. Bahkan mungkin lebih baik. Kupikir ia pasti akan tumbuh cantik, dan mungkin ukuran tubuhnya menjadi lebih kecil. Ia tinggal terlalu lama di dalam telur. Oleh karena itu tubuhnya tidak terbentuk dengan sempurna.”
Nasib Anak Bebek yang Malang
Kemudian sang Ibunda membelai leher anaknya seraya merapikan bulunya, dan berkata, “Ia adalah bebek jantan. Oleh karena itu kupikir tak akan ada pengaruhnya. Pada akhirnya ia akan tumbuh kuat dan bisa menjaga dirinya sendiri.”
“Anak bebek yang lain terlihat cukup anggun,” ucap sang Bebek Tua, “Sekarang kalian bisa menganggap tempat ini adalah rumah kalian sendiri. Dan kalau kau menemukan kepala belut, kau bisa membawanya padaku.”
Pada akhirnya mereka membuat diri mereka nyaman. Namun, anak bebek malang yang terakhir keluar dari cangkangnya dan terlihat buruk rupa itu digigit, didorong, dan diolok-olok. Tak hanya oleh para bebek, tapi juga unggas lainnya.
“Tubuhnya terlalu besar,” jawab semua unggas nyaris bersamaan. Ayam kalkun yang terlahir ke dunia dengan taji dan menganggap dirinya adalah seorang kaisar pun membusungkan dada layaknya kapal layar dan terbang ke arah anak bebek yang buruk rupa itu.
Kepala sang Ayam Kalkun terlihat merah penuh amarah. Sementara sang anak bebek yang malang itu tak tahu harus pergi ke mana. Ia hanya bisa merasa sedih karena penampilannya sangat jelek hingga ditertawakan oleh seluruh penghuni pertanian itu.
Hal itu terus berlangsung dari hari ke hari, dan semakin lama terasa semakin buruk. Anak bebek malang itu selalu didorong kesana kemari oleh hewan-hewan lain. Bahkan saudara laki-laki dan perempuannya tidak membela atau menemaninya.
Mereka justru berkata, “Dasar kamu makhluk jelek, kuharap kucing menangkapmu.”
Bahkan, Ibunya pernah pernah mengatakan kalau ia berharap anak itu tak pernah dilahirkan. Bebek lain mematuknya, ayam-ayam memukulinya, sementara anak perempuan yang biasa datang untuk memberi makan unggas selalu mendorongnya menggunakan kaki.
Dihina-Hina di Tegalan Baru
Pada akhirnya ia memutuskan untuk melarikan diri, dan sempat menakuti burung-burung kecil yang ada di pagar ketika ia terbang pendek tepat di atas mereka.
“Mungkin mereka takut karena aku sangat jelek,” pikirnya. Kemudian ia terbang lebih jauh, hingga akhirnya sampai di sebuah lahan besar yang ditinggali oleh bebek-bebek liar. Dengan penuh kesedihan, ia memutuskan untuk tinggal di sana sepanjang malam.
Keesokan paginya, ada beberapa bebek liar yang sedang terbang mendadak mendekatinya dan bertanya, “Bebek jenis apa kamu?” ucap mereka seraya mengelilinginya.
Sang anak bebek membungkuk kepada mereka sesopan mungkin, tapi ia tidak menjawab pertanyaan yang diarahkan padanya.
“Kau terlihat sangat buruk rupa,” ucap salah satu Bebek Liar, “Namun, itu tidak menjadi sebuah masalah selama kau tak berniat menikahi salah satu anggota keluarga kita.”
Sungguh hewan yang malang. Ia sama sekali tak memiliki pemikiran tentang pernikahan. Saat ini, yang ia inginkan hanyalah izin untuk bisa berbaring di antara semak-semak dan minum air yang ada di tegalan.
Setelah Sang Anak Bebek yang buruk rupa tinggal di area lahan itu selama dua hari, mendadak datanglah dua angsa liar ke sana. Lebih tepatnya, adalah anak angsa liar, karena sebenarnya mereka masih belum lama keluar dari telur mereka. Oleh karena itu tak mengherankan kalau mereka terdengar sangat tidak sopan.
“Dengarlah, sobat,” ucap salah satu dari mereka kepada sang Anak Bebek. “Kau benar-benar buruk rupa hingga membuat kami sangat menyukaimu. Maukah kau pergi bersama kami dan menjadi burung yang bermigrasi? Tak jauh dari sini juga ada tegalan lain yang ditinggali oleh beberapa angsa liar yang belum menikah. Ini adalah sebuah kesempatan untukmu bisa mendapatkan seorang istri. Kau mungkin bisa mendapatkan keberuntungan dengan penampilanmu yang buruk rupa.”
Terselamatkan dari Anjing Buas
“Dor! Dor!” suara itu terdengar nyaring di udara dan dua angsa liar yang ada di antara semak-semak langsung mati. Kini, air tegalan itu menjadi merah karena darah. “Dor! Dor!” suara itu terdengar menggema dari kejauhan dan membuat kawanan angsa liar langsung buru-buru bangkit dari semak-semak.
Suara itu terus terdengar dari segala arah. Rupanya, para penembak itu sudah mengelilingi tegalan. Beberapa di antara mereka bahkan terlihat duduk di cabang-cabang pohon dan menghadap ke semak-semak.
Asap biru yang keluar dari senjata membubung tinggi layaknya awan di atas pepohonan yang gelap. Dan ketika asap itu mulai menghilang dari permukaan air, sejumlah anjing terlihat berlarian di antara semak-semak. Beberapa kali mereka membungkuk dan mengendus ke mana pun mereka pergi.
Tentu saja hal itu membuat anak bebek malang itu ketakutan. Ia memalingkan muka dan menyembunyikannya di bawah sayapnya. Di waktu yang bersamaan, seekor anjing besar yang mengerikan sedang berada tepat di dekatnya. Rahangnya terbuka lebar, lidahnya menggantung dari dalam mulutnya, dan matanya melotot ketakutan. Anjing itu mendekatkan hidungnya ke arah si Bebek Buruk Rupa seraya menunjukkan giginya yang tajam.
Mendadak, terdengar suara kecipak yang rupanya berasal dari sang anjing yang pergi menuju ke arah air. Sama sekali tak menyentuh si Bebek Buruk Rupa.
“Oh,” si Bebek menghela napas, “Betapa bersyukurnya aku karena penampilanku yang buruk rupa membuat sang Anjing tak ingin menggigitku.”
Sesudahnya, ia hanya berbaring dalam diam, seraya mendengarkan suara tembakan yang silih berganti menembus semak-semak. Ketika hari semakin larut dan langit berubah menjadi gelap, suara tembakan itu kini berhenti. Suasana menjadi lebih sunyi. Meskipun begitu, tetap saja sang Anak Bebek masih belum berani bergerak.
Sampai di Sebuah Pondok yang Hampir Ambruk
Ia terus menunggu dengan tenang selama beberapa jam. Kemudian, dengan penuh kehati-hatian, ia mulai melihat ke sekelilingnya. Setelah memastikan situasi sudah lebih aman, ia pun bergegas menjauh dari rawa tersebut secepat yang ia bisa.
Bebek itu terus saja berlari melintasi ladang dan padang rumput. Hingga akhirnya badai muncul dan ia tak bisa berjalan lebih jauh karena terbawa angin.
Menjelang malam, ia sampai di sebuah pondok kecil yang buruk dan sudah hampir ambruk. Rasanya, seolah bangunan itu masih tetap berdiri karena belum bisa memutuskan sisi mana yang akan jatuh terlebih dahulu. Karena badai itu terus berlanjut dan semakin mengerikan, si Anak Bebek memilih untuk menghentikan perjalanannya dan menghentikan perjalanannya.
Anak Bebek itu duduk berteduk di samping pondok sebelum akhirnya menyadari kalau pintu pondoknya tidak sepenuhnya tertutup. Kemungkinan karena salah satu engsel pintunya terlepas. Hal itu membuat sebuah lubang sempit terlihat di bagian bawah pintu yang cukup besar untuk ia lewati. Sang Bebek yang buruk rupa itu pun kemudian berusaha melewati celah sempit itu dengan sangat perlahan. Dengan penuh syukur, ia merasa senang karena akhirnya ia memiliki tempat berteduh dari hujan badai sepanjang malam.
Namun, rupanya ia tidak sendirian di dalam pondok tersebut. Di sana sudah ada seorang wanita bersama seekor kucing dan seekor ayam betina.
Sang kucing, yang dipanggil dengan sebutan ‘Putra kecilku’ merupakan kucing kesayangan sang majikan. Ia sering terlihat mengangkat punggungnya lalu mendengkur. Jika bulunya dibelai dengan cara yang salah, ia bisa terlihat seolah akan mengeluarkan percikan api dari bulu itu.
Waktu Tiga Minggu untuk Bertelur
Sementara sang ayam betina memiliki kaki yang sangat pendek. Oleh karena itu ia dipanggil “Ayam Berkaki Pendek.” Ia bertelur dengan baik dan sang majikan sangat mencintainya seperti anaknya sendiri.
Keesokan paginya, para pemilik rumah akhirnya menemukan tamu tak diundang itu. Kucingnya mulai mendengkur dan ayam betina berkokok.
“Ada keributan apa?” ucap sang wanita tua seraya melihat ke sekeliling ruangan. Namun, karena penglihatannya tidak terlalu bagus, ketika melihat si Anak Bebek itu ia mengira kalau ia mendapatkan bebek gemuk yang tersesat dari rumah.
“Oh, sungguh hadiah yang sangat luar biasa!” serunya penuh kebahagiaan. “Kuharap itu bukanlah bebek jantan, agar aku bisa makan telur bebek. Ada baiknya aku menunggu dan melihat dahulu.”
Oleh karena itu, si Anak Bebek dibiarkan tetap tinggal di pondok itu hingga setidaknya tiga minggu lamanya. Namun, tetap saja tidak ada telur yang keluar.
Sebenarnya, bisa dibilang kalau sang Kucing adalah tuan rumah dan Ayam Betina adalah nyonyanya. Mereka berdua sering kali berkata “Kami dan dunia,” seolah dengan begitu percaya dirinya mereka adalah separuh dari dunia, dan mereka sendiri adalah belahan jiwa. Anak Bebek sempat berpikiran bahwa orang lain mungkin memiliki pendapat yang berbeda tentang hubungan sang Kucing dan Ayam Betina, tapi tetap saja si Ayam Betina tidak mau mendengar keraguan semacam itu.
“Bisakah kau berterlur?” tanya sang Ayam Betina suatu hari.
“Tidak.”
“Kalau begitu, sebaiknya kau berhenti bicara,” ucap Ayam Betina lagi.
“Bisakah kau mengangkat punggungmu, mendengkur, atau mengeluarkan bunga api?” tanya si Kucing kemudian.
“Tidak.”
“Kalau begitu kau tidak memiliki hak untuk menyatakan pendapat ketika orang yang masuk akal sedang berbicara,” ujar si Kucing.
Tak Ada yang Bisa Memahami Si Anak Bebek
Sejak saat itu, Anak Bebek hanya bisa duduk di sudut dengan penuh tidak semangat. Ketika sinar matahari dan udara segar masuk ke dalam ruangan melalui pintu yang terbuka, hewan kecil itu mulai merasakan kerinduan yang begitu mendalam untuk berenang. Pada akhirnya, ia tak bisa menahan diri untuk tidak membicarakan keinginannya itu.
“Sungguh ide yang sangat tidak masuk akal,” ucap sang Ayam Betina ketika mendengar keinginan itu. “Kau tak memiliki hal lain yang bisa kau lakukan, makanya kau bisa memiliki khayalan yang tak masuk akal. Kalau kau bisa mendengkur atau bertelur, kau baru bisa pergi.”
“Namun berenang di permukaan air itu terasa sangat menyenangkan,” ucap si Anak Bebek, “Dan akan menyegarkan ketika merasakan kepalamu basah saat kau menyelam ke bawah permukaan air.”
“Menyenangkan, memang! Karena itu adalah kesenangan yang sangat aneh,” ujar sang Ayam Betina, “Wah, kau benar-benar sudah gila! Tanyalah kucing itu, ia adalah hewan paling pintar yang pernah kuketahui. Tanyakan padanya apakah ia ingin berenang di permukaan air atau menyelam di bawahnya, karena aku tak akan mengucapkan itu padanya. Coba saja tanyakan pada majikan kita, si wanita tua itu. Tak ada seorang pun yang jauh lebih pintar dari majikan kita. Kau pikir ia akan senang berenang dan membiarkan air membasahi kepalanya?”
“Sepertinya kau tidak memahamiku,” ucap si Anak Bebek.
“Kami tidak memahamimu? Aku jadi bertanya-tanya, memangnya siapa yang bisa memahamimu? Apakah kau menganggap dirimu jauh lebih pintar dibandingkan Kucing atau majikan kita? Aku tak akan mengatakan apa-apa tentang diriku sendiri. Akan lebih baik kalau kau tidak membayangkan omong kosong seperti itu, Nak.” ujar si Ayam Betina.
Pergi dari Pondok
Ayam Betina itu pun melanjutkan ucapannya, “Bersyukurlah atas keberuntunganmu karena kamu telah diterima dengan baik di sini. Apakah selama ini kamu tidak mendapatkan ruangan dan masyarakat yang hangat? Bukankah kau telah mempelajari sesuatu dari lingkunganmu selama ini? Namun, rupanya kau adalah seseorang yang banyak bicara. Dan kau tidak bisa menjadi seorang teman yang menyenangkan.”
“Percayalah karena aku berbicara hanya demi kebaikanmu,” lanjut sang Ayam Betina. “Aku mungkin mengatakan kebenaran yang tidak menyenangkan, tapi itu adalah bukti dari persahabatanku. Oleh karena itu, aku menyarankan padamu untuk segera bertelur dan belajar mendengkur secepat mungkin.”
“Aku yakin kalau aku harus kembali lagi ke dunia,” ujar si Anak Bebek.
“Ya, lakukan saja,” jawab Ayam Betina. Pada akhirnya, Anak Bebek itu meninggalkan pondok dan berhasil menemukan air yang bisa ia gunakan untuk berenang dan menyelam. Sayangnya, ia dihindari oleh semua hewan karena penampilannya yang buruk rupa.
Seiring berjalannya waktu, musim gugur akhirnya tiba dan dedaunan di hutan mulai berubah menjadi oranye keemasan. Tak berapa lama kemudian musim dingin akhirnya mendekat dan angin yang dingin mulai berhembus kencang.
Awan yang berat dengan hujan es dan kepingan salju mulai menggantung rendah di langit. Seekor gagak terlihat berdiri di antara alang-alang seraya berteriak, “Koak, koak!”
Pemandangan itu bisa membuat semua orang yang melihat akan langsung menggigil kedinginan dan ketakutan. Begitu pula si Anak Bebek yang kecil dan malang itu.
Pada suatu malam, tepat ketika matahari terbenam di tengah awan yang bersinar, datanglah sekawanan besar burung yang indah dari balik semak-semak. Anak Bebek itu sama sekali belum pernah melihat kawanan burung seperti itu sebelumnya.
Pertemuan dengan Angsa yang Rupawan
Rupanya kawanan burung itu adalah angsa. Mereka semua terlihat anggun dengan leher mereka yang melengkung dan bulu yang terlihat lembut bersinar dengan warna putihnya yang mempesona. Secara bersama-sama mereka mengucapkan seruan yang sama seraya melebarkan sayap mereka yang anggun dan terbang menjauh dari wilayah dingin itu menuju negeri yang lebih hangat di seberang lautan.
Mereka naik lebih tinggi dan jauh lebih tinggi di udara. Si anak bebek yang buruk rupa itu mendadak merasakan sebuah sensasi aneh di dalam dadanya ketika melihat kawanan burung itu. Ia hanya bisa berputar-putar di permukaan air seperti layaknya roda, sementara lehernya terulur ke arah kawanan burung itu.
Anehnya, ketika ia berusaha mengeluarkan suara, ia bisa meneriakkan suara yang terdengar aneh dan membuat dirinya sendiri ketakutan. Ia merasa seolah tak akan pernah melupakan burung-burung yang cantik itu. Dan ketika akhirnya angsa-angsa itu sudah menghilang dari pandangannya, si anak bebek kembali menyelam di bawah air dan kembali keluar dengan penuh ketertarikan.
Sebenarnya, ia tidak mengetahui nama burung-burung tersebut atau ke mana mereka akan terbang. Namun, ia bisa merasakan sesuatu kepada kawanan burung itu. Sebuah perasaan yang belum pernah ia rasakan pada burung lain di dunia.
Yang ia rasakan itu bukanlah iri dengki. Tak pernah terpikir olehnya berharap bisa terlihat secantik mereka. Ia cukup menyadari kalau ia adalah hewan buruk rupa yang malang. Ia sudah cukup beruntung kalau diperbolehkan hidup berdampingan dengan bebek. Apalagi kalau mereka sampai memeperlakukannya dengan baik dan memberikan dukungan padanya.
Diajak Pulang Ke Keluarga Petani
Musim dingin kini terasa semakin membekukan. Si anak bebek terpaksa harus terus berenang agar permukaan airnya tidak membeku. Meskipun begitu, tetap saja setiap malam ruang tempatnya berenang semakin lama semakin menyempit.
Pada akhirnya, permukaan air itu membeku cukup keras sehingga setiap kali ia bergerak, bisa terdengar suara es yang berderak di dalam air. Anak bebek yang buruk rupa itu terpaksa harus mendayung menggunakan kakinya sebaik mungkin agar masih memiliki ruang untuk berenang. Hal itu membuatnya kelelahan dan hanya bisa berbaring diam tak berdaya hingga akhirnya membeku dengan cepat di dalam es.
Keesokan paginya, seorang petani yang sedang menuju ke kebun kebetulan lewat dan melihat apa yang terjadi pada si anak bebek. Ia pun langsung memecahkan es di permukaan air menggunakan sepatu kayunya. Kemudian, ia membawa pulang anak bebek yang sudah setengah membeku itu kepada istrinya.
Beruntung, makhluk kecil yang malang itu akhirnya bisa kembali hidup berkat kehangatan yang ia rasakan. Bahkan, anak-anak sang petani merasa sangat senang dan ingin bermain dengannya. Sayangnya, ketika anak-anak itu mengajaknya bermain, si anak bebek mengira kalau ia akan disakiti. Sehingga ia langsung melarikan diri dengan ketakutan dan terbang ke dalam panci susu hingga memercikkan susu ke seluruh ruangan.
Seorang wanita langsung menepuk tangannya beberapa kali, dan hal itu justru membuat sang anak bebek semakin ketakutan. Kemudian ia kembali terbang ke arah tong mentega, lalu masuk ke bak makanan, dan kembali keluar lagi. Sungguh kondisi aneh yang ia alami.
Wanita itu kemudian berteriak dan memukul si anak bebek menggunakan penjepit. Anak-anak yang melihatnya langsung tertawa, berteriak, dan berguling satu sama lain sekaligus berusaha untuk menangkapnya.
Terbang Sampai Ke Sebuah Taman Luas
Untungnya, si anak bebek berhasil melarikan diri. Saat itu pintunya terbuka lebar sehingga hewan malang itu bisa menyelinap keluar ke arah emak-semak dan berbaring kelelahan di atas salju yang baru turun. Rasanya begitu menyedihkan untuk terus menceritakan segala kesengsaraan dan kesialan yang harus dialami si anak bebek yang malang itu di sepanjang musim dingin yang keras.
Namun, setelah semua itu akhirnya terlewat, anak bebek itu mendapati dirinya terbaring pada suatu pagi di antara semak-semak yang ada di tegalan. Ia bisa merasakan matahari yang hangat menyinari tubuhnya dan mendengar burung bernyanyi. Seolah semua itu menandakan bahwa musim semi yang indah telah dimulai.
Kemudian unggas muda itu bisa merasakan sayapnya terasa lebih kuat. Ketika ia mengepakkannya di samping, ia pun mulai terbang tinggi ke udara. Sepasang sayapnya itu membawanya terbang semakin jauh hingga akhirnya tanpa sadar ia sampai di sebuah taman yang sangat luas.
Bunga yang ada di pohon-pohon apel yang ada di taman tersebut terlihat bermekaran, sementara pohon elderberry yang wangi menekuk cabang-cabang hijau mereka yang panjang hingga ke sungai. Hingga akhirnya bisa melingkari halaman rumput yang rata. Segala sesuatunya terlihat sangat indah, khususnya dalam kesegaran di awal musim semi.
Dari semak-semak paling dekat mendadak keluarlah tiga angsa putih yang sangat indah dan terlihat menggoyang-goyangkan bulu mereka. Mereka bertiga kemudian berenang dengan anggun di atas permukaan air. Si anak bebek pun melihat keberadaan angsa-angsa cantik itu. Namun, anehnya, ia kini justru merasa tidak bahagia dibandingkan sebelumnya.
Bukan Lagi Unggas Berwarna Abu-Abu Gelap
“Aku akan terbang mendekati burung-burung yang anggun itu,” serunya kepada dirinya sendiri, “Mereka pasti akan langsung membunuhku karena, seseorang yang sejelek aku berani-beraninya terbang mendekati mereka. Namun, semua itu bukanlah masalah besar bagiku. Akan lebih baik aku dibunuh oleh mereka dibandingkan dipatuk bebek lain, dipukuli ayam, didorong oleh gadis yang memberi makan unggas, atau kelaparan karena tak bisa mendapatkan makanan di musim dingin.”
Kemudian, dengan penuh percaya diri, ia terbang ke arah air dan berenang mendekati angsa-angsa yang cantik itu. Ketika mereka melihat keberadaan hewan asing yang mendadak mendekat, para angsa-angsa itu langsung merentangkan kedua sayap mereka lebar-lebar.
“Bunuhlah aku,” ucap sang unggas yang malang seraya menundukkan kepalanya ke permukaan air dan menunggu kematiannya tiba.
Namun, betapa terkejutnya sang anak bebek ketika melihat bayangan tubuhnya di aliran air yang jernih di bawahnya. Kini ia bukan lagi unggas berwarna abu-abu gelap yang jelek dan tak enak dipandang. Kini ia justru terlihat sama persis seperti angsa yang anggun dan cantik di hadapannya.
Terlahir di sarang bebek di ladang peternakan membuatnya menjadi seseorang yang berarti, bahkan meskipun ia menetas dari telur angsa sekalipun. Namun, kini ia merasakan bahagia meskipun sudah melewati semua kesedihan dan kesulitan itu. Karena bagaimanapun juga, pada akhirnya semua itu memberikan kemungkinan padanya bisa menikmati jauh lebih banyak kesenangan dan kebahagiaan di sekitarnya.
Kini, angsa-angsa dewasa berenang mendekati dan mengitarinya. Mereka juga membelai lehernya menggunakan paruh mereka, seolah tengah memberikan sambutan.
Tak berapa lama kemudian, datanglah beberapa anak kecil yang melemparkan potongan roti dan kue ke arah mereka.
Angsa Paling Cantik Dibandingkan Unggas Lain
“Lihatlah,” ujar si anak bungsu, “Ada angsa yang baru!”
Ucapan itu mendapatkan respon penuh kegembiraan dari anak-anak yang lain. Kemudian mereka berlari ke arah ayah dan ibu mereka seraya menari, bertepuk tangan, dan berteriak penuh kegirangan.
“Ada angsa lain yang datang!” ucap salah seorang anak penuh kegembiraan, “Ada angsa baru yang telah tiba!”
Kemudian mereka melemparkan lebih banyak roti dan kue ke dalam air seraya berkata, “Angsa yang baru itu terlihat jauh lebih cantik. Ia terlihat masih begitu muda dan cantik.”
Di waktu yang bersamaan, seekor angsa yang lebih tua menundukkan kepala di hadapan angsa baru itu. Hal itu membuat sang angsa yang baru bergabung merasa sangat malu hingga menyembunyikan kepala di bawah sayapnya.
Sebenarnya ia merasa sangat bahagia sekarang. Namun, ia sama sekali tak mengetahui harus berbuat apa. Karena bagaimanapun juga, ia tak memiliki sesuatu yang bisa ia banggakan. Selama ini ia terus menerus dianiaya dan dihina karena rupanya yang buruk. Dan sekarang, ia mendengar para angsa dan orang-orang berkata kalau ia adalah unggas yang paling cantik dibandingkan unggas-unggas lainnya.
Bahkan pohon elder terlihat semakin membengkokkan dahannya ke dalam air yang ada di hadapannya. Matahari pun terasa bersinar lebih hangat dan cerah dibandingkan biasanya.
Kemudian sang angsa baru itu mengacak-acak bulunya, melengkungkan lehernya yang ramping, dan menangis penuh kegembiraan. Jauh di dalam lubuk hatinya ia berkata, “Tak pernah sekalipun aku memimpikan kebahagiaan seperti ini. Karena selama ini, aku selalu menjadi bebek buruk rupa yang pantas dihina.”
Unsur Intrinsik Cerita Dongeng Bebek Buruk Rupa
Setelah membaca cerita dongeng bebek buruk rupa di atas, kini dapatkan juga sedikit ulasan seputar unsur intrinsiknya. Berikut adalah ulasannya:
1. Tema
Tema atau inti cerita dari kisah dongeng Bebek Buruk Rupa di atas adalah tentang ketidakpercayaan diri. Hal tersebut ditunjukkan dari sikap sang tokoh utama yang sering kali direndahkan dan dihina oleh hewan-hewan lain yang ada di sekitarnya. Padahal, sebenarnya ia adalah angsa yang sangat indah dan anggun.
2. Tokoh dan Perwatakan
Ada beberapa tokoh yang disebutkan di dalam cerita dongeng Bebek Buruk Rupa di atas. Di antaranya adalah sang Anak Bebek yang sejak lahir selalu dianggap berparas buruk. Hal itu membuatnya sering dihina oleh unggas lain dan juga saudaranya sendiri sehingga membuatnya tumbuh menjadi anak yang rendah diri. Meskipun begitu, ia tetap berusaha untuk terus bersabar dalam menjalani hidupnya.
Kemudian ada juga Ibu Bebek yang awalnya terlihat sangat mendukung dan melindungi buah hatinya. Namun, pada akhirnya ia rupanya juga diam-diam suka menghina anaknya sendiri dan mengharapkan kalau anaknya itu tak pernah lahir saja.
Selain itu, ada juga beberapa hewan dan manusia yang turut serta membuat sang Bebek semakin kehilangan kepercayaan dirinya karena terus menyakitinya baik secara fisik atau hati. Beberapa di antara mereka bahkan sampai menggigit, mematuk, memukul, dan juga menendang sang tokoh utama yang malang itu.
Untungnya ada tokoh beberapa angsa yang akhirnya menyadarkan sang Bebek Buruk Rupa. Mereka bisa menerima sang tokoh utama dengan tangan terbuka dan akhirnya membuat sang bebek untuk pertama kalinya merasakan kebahagiaan yang sesungguhnya.
3. Latar
Sepanjang cerita dongeng Bebek Buruk Rupa di atas, ada beberapa latar lokasi yang disebutkan. Di antaranya adalah tempat tinggal keluarga Bebek yang ada di dekat rumah pertanian, lahan peternakan yang ditinggali berbagai macam unggas, dan juga tegalan tempat sang tokoh utama nyaris mati tertembak atau digigit anjing.
Ada juga pondok kecil yang ditinggali seorang wanita tua beserta kucing dan ayam betina miliknya, danau kecil yang nyaris membeku sepenuhnya di sepanjang musim dingin, rumah petani beserta istri dan anaknya, dan yang terakhir adalah danau di tengah taman luas tempat sang tokoh utama bertemu dengan kawanan angsa.
4. Alur
Jika ditilik dari kisahnya, cerita dongeng Bebek Buruk Rupa di atas memiliki alur cerita progresif atau maju. Kisahnya dimulai dari menetasnya telur-telur milik Ibu Bebek. Rupanya, salah satunya terlihat sangat berbeda dibandingkan saudara-saudaranya yang lain. Hal itu membuat sang bebek yang berbeda itu akhirnya dihina dan disiksa oleh unggas-unggas dan juga hewan lain.
Tak peduli kemanapun ia pergi, semua hewan selalu saja menghina penampilannya. Meskipun ia banyak menemui banyak kesedihan dan penderitaan, pada akhirnya ia bisa menemukan kebahagiaannya ketika menyadari bahwa sebenarnya ia bukanlah bebek, melainkan angsa yang indah dan anggun.
5. Pesan Moral
Seperti yang sudah kami sebutkan di awal artikel ini, cerita dongeng Bebek Buruk Rupa ini memiliki beberapa pesan moral yang baik dan bisa diajarkan kepada buah hati atau keponakan tersayang. Di antaranya adalah untuk jangan pernah membandingk-bandingkan dirimu sendiri dengan orang lain. Kemudian usahakan untuk tak pernah menilai dirimu lebih rendah dibandingkan orang lain, karena bisa saja kenyataannya tidak seperti yang kamu bayangkan.
Kemudian, cobalah untuk tidak menjadi seperti saudara-saudara dan hewan lain yang ada di sekeliling Bebek Buruk Rupa. Karena bagaimanapun juga semua makhluk yang diciptakan oleh Tuhan itu sama. Jangan hanya karena penampilan mereka berbeda, kemudian kamu merendahkan dan menghinanya.
Selain unsur-unsur instrinsik di atas, ada juga beberapa unsur ektrinsik yang turut serta membangun cerita dongeng Bebek Buruk Rupa di atas. Di antaranya adalah nilai sosial, moral, dan budaya yang berkaitan dengan latar belakang penulis atau masyarakat sekitarnya.
Fakta Menarik tentang Cerita Dongeng Bebek Buruk Rupa
Selain ulasan seputar unsur intrinsiknya, di artikel ini kamu juga bisa mengetahui beberapa fakta menarik seputar cerita Dongeng Bebek Buruk Rupa. Berikut ini adalah ulasan yang telah kami siapkan untukmu.
1. Kisahnya Terinspirasi dari Perjalanan Hidup sang Penulis
Cerita Bebek Buruk Rupa di atas sebenarnya berasal dari dongeng karya penulis cerita yang berasal dari Denmark, Hans Christian Andersen. Kisah yang berjudul asli The Ugly Duckling atau Den grimme ælling ini pertama kali dipublikasikan pada tanggal 11 November 1843 dalam buku berjudul New Fairy Tales, First Volume, First Collection atau Nye Eventyr. Første Bind. Første Samling.
Awalnya, kisah ini tidak diarahkan sebagai dongeng anak-anak. Bahkan, ketika pertama kali dirilis, banyak komentar yang menyebutkan bahwa dongeng ini adalah dongeng paling matang dan dibangun dengan sempurna oleh Andersen. Meskipun begitu, tetap saja kisah tersebut pada akhirnya menjadi salah satu cerita dongeng yang paling disukai oleh anak-anak.
Rupanya, kisahnya terinspirasi dari perjalanan hidup sang penulis dongeng sendiri. Dan pada salah satu wawancara dengan kritikus Georg Brandes, ia menyatakan bahwa cerita dongeng Bebek Buruk Rupa ini merupakan sebuah refleksi dari hidupnya sendiri. Bisa dibilang, kisahnya merupakan otobiografinya.
2. Diadaptasi Menjadi Film dan Animasi
Kisahnya yang menarik menjadikan cerita Bebek Buruk Rupa ini termasuk salah satu dongeng karya Hans Christian Andersen yang paling disukai dan banyak diadaptasi menjadi film dan tayangan kartun di sepenjuru dunia. Mulai dari Inggris, Korea Selatan, Thailand, Argentina, Uni Soviet, dan Jepang. Walt Disney sendiri setidaknya dua kali mengadaptasi kisahnya menjadi serial animasi. Yang pertama pada tahun 1931 dalam bentuk tayangan hitam putih, kemudian delapan tahun kemudian dalam versi berwarna.
Selain film dan tayangan animasi, kisahnya juga diadaptasi menjadi lagu yang dinyanyikan oleh rapper Amerika bernama Tech N9ne dan salah satu lagu dalam film musikal berjudul Hans Christian Andersen yang ditayangkan pada tahun 1952. Pada tahun 1914, seorang komposer Rusia bernama Sergei Prokofiev menciptakan aransemen lagu yang digunakan untuk kisah dongengnya yang dibacakan oleh Nina Meshcherskaya.
Kemudian, ada juga beberapa audio book, buku cerita bergambar yang terinspirasi dari dongeng Bebek Buruk Rupa di atas. Salah satu yang paling terkenal adalah buku bergambar yang ilustrasinya dibuat oleh Jerry Pinkney.
Ada juga beberapa tayangan drama yang ditampilkan di teater berdasarkan dari cerita dongeng Bebek Buruk Rupa di atas. Biasanya, penampilan drama tersebut masih menggunakan judul yang sama seperti aslinya, Ugly Duckling, dan kisahnya masih tak jauh beda.
Cerita Dongeng Bebek Buruk Rupa Sebagai Kisah Pengantar Tidur
Menarik bukan cerita dongeng Bebek Buruk Rupa yang telah kami siapkan di atas? Kisahnya tak hanya cocok dijadikan sebagai dongeng pengantar tidur untuk buah hati dan mengandung pesan moral yang bisa kamu ajarkan.
Kalau masih ingin mencari kisah dongeng lain yang tak kalah menariknya, langsung saja simak artikel yang telah kami siapkan di kanal Ruang Pena di PosKata ini. Di sini kamu bisa mendapatkan berbagai macam dongeng seputar putri dan pangeran dalam bahasa Indonesiaseperti halnya Cinderella atau Putri Salju, cerita fabel binatang pendek seperti Kucing dan Tikus atau Singa dan Semut, atau kisah asal usul salah satu kota besar di Indonesia, seperti Surabaya atau Semarang.