
Salatiga adalah salah satu kota kecil yang berkawasan di Jawa Tengah. Tak sedikit orang yang penasaran dengan asal-usul penamaan Kota Salatiga. Apakah kamu salah satunya? Bila penasaran, langsung saja baca artikel ini!
Salatiga, Jawa Tengah, adalah kota kecil yang terkenal sejuk dan memiliki pemandangan indah. Tak sedikit orang yang penasaran dengan asal-usul Kota Salatiga. Kota ini sebenarnya memiliki beragam kisah dan asal-usul.
Akan tetapi, ada dua kisah yang cukup populer. Ada yang mengatakan bila nama Salatiga berasal dari kata sela (batu) dan tiga. Ada pula yang menceritakan bahwa kota ini berasal dari tiga kesalahan orang di masa lampau.
Nah, asal-usul Kota Salatiga yang akan kami angkat di artikel ini adalah tentang kesalahan tiga orang di masa lalu yang terjadi pada masa Wali Songo. Kalau kamu penasaran, langsung saja simak kisahnya di bawah ini. Tak hanya ceritanya saja, kami juga telah merangkum unsur intrinsik, pesan moral, dan fakta menariknya.
Legenda Asal-Usul Kota Salatiga
Pada zaman dahulu, tepatnya pada masa Wali Songo, ada seorang adipati yang jujur tapi sangat kikir. Namanya adalah Adipati Pandanarang yang memimpin Kota Semarang. Istrinya pun sangat menyukai harta dan kekayaan.
Sifat kurang baik mereka terdengar oleh Sunan Kalijaga. Sunan tersebut terkenal memiliki sifat yang bijaksana dan suka menolong sesama. Mendengar kabar keburukan Adipati Pandanarang dan istrinya, ia berniat untuk memberi pelajaran.
Karenanya, Sunan Kalijaga menyamar menjadi tukang penjual rumput. Ia lalu datang ke kediaman Adipati Pandangarang untuk menawarkan rumput.
Adipati yang terkenal kikir ini menawar rumput tersebut dengan harga rendah. Sunan Kalijaga langsung setuju dengan penawaran tersebut. Kemudian, Adipati Pandanarang memintanya meletakkan rumput di kandang
Sebelum Sunan Kalijaga pergi, ia meletakkan uang lima sen di antara rerumputan tersebut. Keesokan harinya, abdi kerajaan menemukan uang tersebut dan menyerahkannya pada Adipati Pandanarang.
“Tuan, hamba menemukan uang lima sen di antara rerumputan yang kemarin Tuan beli di tukang rumput. Haruskah hamba mengembalikannya pada tukang itu?” ucap abdi kerajaan.
“Hmmm, bagaimana bisa dia meninggalkan uang. Tak perlu kau kembalikan. Kau panggil saja tukang rumput itu. Katakan bahwa aku membeli rumputnya lagi,” jawab adipati tak ingin mengembalikan uang yang bukan miliknya.
Setelah itu, tukang rumput kembali meletakkan uang dengan jumlah yang sama pada rerumputan. Lagi-lagi, Adipati Pandanarang membayar rumput itu dengan harga yang sangat rendah. Tak hanya itu, ia juga tak mengembalikan uang yang kemarin ditemukan oleh abdi kerajaan.
Ketika tukang rumput pergi, Adipati Pandanarang meminta abdinya untuk mengecek rerumputan. “Coba kau cek lagi reremputan itu, apakah dia meninggalkan uang lagi atau tidak?” pintanya.
Benar saja, tukang rumput itu kembali meninggalkan uang senilai 5 sen pada rerumputan. Karena penasaran, ia pun bertanya kepada tukang rumput.
Baca juga: Kisah Legenda Ciung Wanara Asal Jawa Barat yang Seru Beserta Ulasan Lengkapnya
Ada Sebongkah Emas di Istana
“Hai, kau rakyat biasa. Kenapa kau selalu meninggalkan uang pada rerumputan yang aku beli? Apa maksud dan tujuanmu?” tanya Adipati Pandanarang.
Tukang rumput pun menjawab, “Begini Tuan, setiap mencari rumput, hamba selalu menemukan sebongkah emas dan uang. Akan tetapi, hamba tak membutuhkan benda-benda duniawi. Sehingga, hamba serahkan pada orang yang membutuhkan.”
“Oya, Tuan, sebenarnya aku tahu bila ada emas yang terpendam di kerajaan ini,” imbuh tukang rumput itu.
“Benarkah? Ada di mana emas-emas itu? Cepat galilah!” pinta Adipati Pandanarang dengan semangat.
“Ada syaratnya, Tuan. Tuan harus memberikan emas itu kepada warga-warga yang membutuhkan,” jawab tukang rumput.
Tanpa berpikir panjang, Adipati Kota Semarang ini langsung menyetujui syaratnya. Ketika tukang rumpat itu menggali tanah, Adipati merasa sangat terkejut. Ternyata, pekarangan istananya yang megah itu menyimpan banyak sekali perhiasan dan emas.
Seketika, ia merasa sangat kerdil hatinya. Ia tak rela memberikan harta-harta berharga itu pada warga yang membutuhkan. Alhasil, ia menyimpan sendiri sebongkah emas di kediamannya.
Mengetahui hal tersebut, Sunan Kalijaga tak diam saja. Ia lalu mengaku pada Adipati Pandanarang bahwa selama ini dirinya menyamar jadi tukang rumput.
Sunan Kalijaga meminta adipati yang kikir itu agar tak gila harta. Adipati Pandanarang merasa sangat menyesal dengan perbuatannya. Sebagai bentuk permintaan maaf, ia ingin pergi berguru bersama Sunan Kalijaga untuk menghilangkan sifat kikirnya.
Sunan yang bijaksana ini setuju dengan permintaan Adipati Pandanarang. “Baiklah, kau boleh pergi berguru bersamaku, tapi dengan satu syarat. Jangan membawa satu pun benda berharga milikmu. Tinggalkan semuanya yang kamu miliki,” ucap Sunan Kalijaga.
Sang Istri Ingin Ikut Berguru
Setelah mendapat persetujuan dari Sunan Kalijaga, Adipati Pandanarang berpamitan pada istrinya. Lalu, sang istri berkata bila ingin mengikuti suaminya dan Sunan Kalijaga.
Lalu, Adipati Pandanarang menjawab, “Kau boleh ikut. Tapi, ada syarat yang harus kau penuhi. Kau tak boleh membawa barang-barang yang kita miliki. Serahkan semuanya pada fakir miskin.”
Namun, istrinya tak rela merelakan seluruh harta bendanya pada orang-orang miskin. Kemudian, ia memutuskan untuk membohongi suaminya. “Baiklah, Suamiku. Akan kuserahkan harta kita pada fakir miskin. Kau dan Sunan Kalijaga pergilah dulu. Nanti, aku kan menyusul kalian,” ucap nyai Pandanarang.
Padahal, ia tak memberikan harta pada warga miskin. Ia menyembunyikan emas dan permata di dalam tongkat yang terbuat dari bambu. Tongkat itu ia bawa saat menyusul suaminya dan Sunan Kalijaga.
Dalam perjalanan menuju tempat perguruan, Sunan Kalijaga dan Adipati Pandanarang dihadang oleh tiga orang perampok. Para perampok tersebut meminta harta yang mereka bawa.
“Jika kalian ingin barang berharga, tunggulah. Sebentar lagi, seorang perempuan tua akan lewat. Cegatlah dia. Kalian akan mendapatkan emas dan permata dalam tongkat bambunya.” ucap Sunan Kalijaga.
Tak berselang lama, datanglah Nyai Pandanarang yang berjalan tertatih dengan tongkat bambunya. Ia tampak membawa tongkat yang terisi penuh dengan emas-emasan.
Setelah itu, ketiga perampok itu langsung menghadang nyai Pandanarang dan merampas tongkat bambu yang ia pegang. Nyai Pandanarang tak bisa melawan. Ia lalu merelakan seluruh hartanya.
Nyai Pandanarang Bercerita Pada Suaminya dan Sunan Kalijaga
Dengan wajah sedih dan kecewa, nyai Pandanarang melanjutkan perjalanannya menyusul suami dan Sunan Kalijaga. Setelah bertemu, ia menceritakan kejadian yang baru saja menimpanya.”
“Suamiku, maafkan aku. Baru saja, ada tiga perampok yang menghadangku. Ia mengambil dengan paksa tongkat bambu yang aku bawa. Sebab, mereka tahu bila dalam tongkat itu terdapat emas-emasan,” ujar Nyai Pandanarang.
“Itulah akibat dari tak mendengarkan suamimu sendiri. Suamimu sudah memperingatkanmu untuk menyerahkan seluruh harta pada orang miskin. Kamu malah membohonginya. Jadi, kejadian ini adalah salahmu sendiri,” ucap Sunan Kalijaga.
Pada hari itu, ada tiga kesalahan yang terjadi. Pertama, Adipati Pandanarang tak bisa menasehati istrinya dengan benar. Kedua, Nyai Pandanarang tidak mendengarkan perkataan suaminya. Terakhir, ada perampok yang melakukan kejahatan.
Dari ketiga kesalahan tersebut, Sunan Kalijaga menyebut daerah itu dengan nama Salah Tiga. “Ada tiga kesalahan yang terjadi di daerah ini. Maka aku kan menamai daerah ini Salah Tiga. Kelak, tempat ini akan menjadi daerah yang ramai.” ujar Sunan Kalijaga.
Seiring berjalannya waktu, nama Salah Tiga bergeser ucapannya menjadi Salatiga. Sesuai prediksi Sunan Kalijaga, Salatiga berangsur-angsur menjadi kota yang cukup ramai penduduk.
Baca juga: Cerita Asal Mula Telaga Warna dan Ulasannya yang Mengandung Pesan Bermakna
Unsur Intrinsik
Setelah membaca legenda asal-usul Kota Salatiga, apakah kamu penasaran dengan unsur intrinsiknya? Bila iya, berikut adalah beberapa ulasannya;
1. Tema
Tema dari cerita asal-usul Kota Salatiga ini adalah tentang sifat kikir yang membawa petaka. Apalagi, sifat kikir itu dimilki oleh seorang pemimpin yang seharusnya mengayomi rakyat-rakyatnya.
2. Tokoh dan Perwatakan
Ada beberapa tokoh utama dalam cerita rakyat ini, yaitu Sunan Kalijaga, Adipati Pandanarang, dan Nyai Pandanarang. Adipati Pandanarang dan istrinya memiliki sifat yang gila harta. Mereka sangat menyukai emas, permata, dan uang.
Padahal, sebagai pemimpin, mereka harusnya memiliki sifat yang mengayomi dan mengabdi pada rakyat. Sementara itu, Sunan Kalijaga punya sifat yang bijaksan dan banyak akal.
3. Latar
Karena legenda asal-usul suatu tempat, tentunya sudah terlihat jelas latar tempat cerita ini, yaitu Kota Salatiga. Meski demikian, kisah ini juga menggunakan beberapa latar tempat yang lain, seperti Kota Semarang, kerajaan, dan pekarangan.
4. Alur
Cerita ini memiliki alur yang maju. Kisahnya bermula dari keserakahan dan kekikiran dari seorang pemimpin dan istrinya. Lalu, Sunan Kalijaga mengatur rencana untuk memberi pelajaran pada mereka.
Setelah mengakui kesalahan, Adipati Pandanarang dan istrinya ingin berguru pada Sunan Kalijaga. Selama berguru, mereka tak boleh membawa harta berharga. Mereka harus menyerahkan harta-harta itu pada kafir miskin.
Namun, nyai Pandanarang berbohong. Ia menyimpan harta bendanya pada tongkat bambu. Sunan Kalijaga tentu bisa mengetahui kebohongan tersebut. Pada akhirnya, harta-harta milik Nyai Pandangaran ludes karena diambil oleh para perampok.
5. Pesan Moral Legenda Asal-Usul Kota Salatiga
Dari kisah legenda asal-usul cerita rakyat Kota Salatiga ini, apa sajakah pesan moral yang bisa kamu petik? Ada dua pesan moral yang bisa kamu ambil dari kisah ini.
Pertama, janganlah menjadi orang yang gila harta atau kikir. Bila memiliki harta yang berlimpah, berikan sebagian milikmu kepada orang lain yang membutuhkan.
Berikutnya, jujurlah dalam perbuatan dan perkataan. Apalagi jika kamu adalah seorang pemimpin. Janganlah sesekali berbohong pada orang lain demi keuntunganmu sendiri.
Selain unsur intrinsiknya, legenda asal-usul Kota Salatiga ini juga mengandung unsur ekstrinsik. Biasanya, unsur tersebut berhubungan dengan latar belakang penulis, lingkungan sekitarnya, dan nilai-nilai yang terkandung di dalam kisahnya.
Baca juga: Cerita Rakyat Terjadinya Gunung Merapi dan Ulasan Lengkapnya yang Menarik tuk Dibaca
Fakta Menarik Kota Salatiga
Cerita asal-usul Kota Salatiga cukup menarik, kan? Setelah membaca unsur intrinsiknya, kini saatnya kamu mengulik fakta-fakta menarik dari kota ini. Berikut ulasannya;
1. Dikenal Sebagai Kota dengan Toleransi Beragama yang Baik
Pada tahun 2018, untuk ketiga kalinya Kota Salatiga terpilih menjadi kota paling toleran se-Indonesia dari Setara Institute For Democray and Peace. Kota ini mendapat peringkat kedua, yang mana peringkat pertamanya adalah Kota Singkawang.
Setahun sebelumnya, Kota Salatiga sempat meraih peringkat pertama sebagai kota paling toleran soal agama. Hal tersebut dinilai dari kerukunan antar umat beragama di kota ini.
2. Memiliki Julukan Ind0nesia Mini
Selain menjadi kota dengan toleransi beragama baik, Salatiga juga memiliki sebutan “Indonesia Mini”. Julukan tersebut disematkan karena ada banyak warga dari berbagai pulau tinggal di kota ini.
Ada yang berasal dari Papua, Medan, NTT, Ambon, dan masih banyak lagi. Kebanyakan dari mereka datang ke Salatiga untuk menuntut ilmu. Maka dari itulah, Kota Salatiga juga mendapat julukan Kota Pendidikan.
Baca juga: Legenda Asal Mula Kota Cianjur dan Ulasan Menariknya sebagai Dongeng yang Penuh Pesan Moral
Sudah Puas dengan Kisah Asal-Usul Kota Salatiga?
Demikianlah kisah legenda asal-usul Kota Salatiga beserta ulasan lengkapnya. Kamu tentu sudah puas dengan informasi yang kami paparkan bukan? Kalau suka dengan cerita ini, kamu bisa membacakannya untuk si kecil.
Teruntuk yang penasaran dengan kisah-kisah lainnya, langsung saja kepoin kanal Ruang Pena pada situs PosKata.com. Ada beragam kisah yang bisa kamu baca, seperti legenda Desa Trunyan, asal usul Danau Maninjau, cerita Nabi-Nabi, dan masih banyak lagi. Selamat membaca!