Yogyakarta memiliki beragam cerita rakyat, salah satunya adalah tentang asal mula tombak Kyai Pleret. Jika belum familier dengan kisahnya, kamu bisa menyimak uraian legenda itu dalam artikel ini. Langsung cek aja, yuk!
Asal mula tombak Kyai Pleret merupakan salah satu kisah yang populer dalam kebudayaan sastra Jawa. Alasannya, senjata itu sering disebut dipegang oleh para keturunan raja Jawa dan memiliki kekuatan mistis.
Nah, buat kamu yang barangkali belum mengetahui kisahnya, ulasan tentang legenda senjata itu bisa disimak dalam artikel ini. Kamu juga akan menemukan pembahasan mengenai unsur intrinsik, pesan moral, dan fakta menarik untuk menambah wawasan.
Bagaimana? Sudah tak sabar ingin mengetahui lebih lanjut tentang asal mula tombak Kyai Pleret? Kalau iya, lebih baik kamu langsung simak informasi lengkapnya dalam pembahasan berikut ini!
Cerita Rakyat Asal Mula Tombak Kyai Pleret
Pada zaman dahulu kala, hiduplah seorang tumenggung yang menjadi menjadi pemimpin di suatu daerah di Jawa Timur. Ia bernama Tumenggung Wilatikta. Laki-laki ini dikenal sebagai pemimpin yang berwibawa dan disegani oleh penduduk sekitar.
Tumenggung Wilatikta memiliki dua orang anak, seorang laki-laki dan perempuan. Anak pertamanya bernama Raden Sahid, sedangkan adiknya dipanggil Rasa Wulan. Kakak beradik ini memiliki hubungan yang dekat.
Pada suatu hari, Tumenggung Wilatikta memanggil kedua anaknya. Kepada Raden Sahid ia berkata, “Sahid, kau sudah beranjak dewasa dan nantinya akan menggantikan kedudukan ayah sebagai tumenggung.”
Raden Sahid menyimak dengan seksama perkataan ayahnya. Ia duduk bersama adiknya di hadapan sang ayah tercinta dengan kepala menunduk. Hal itu menunjukkan rasa hormat kedua anak ini untuk sang tumenggung.
“Maka dari itu, aku dan ibumu berharap untuk kau segera menikah sebelum resmi menjadi tumenggung. Katakan kepada ayah siapa gadis yang menurutmu cocok dijadikan sebagai istrimu. Biarlah nanti ayah yang akan melamarnya,” lanjut Tumenggung Wilatikta.
Gejolak Hati Raden Sahid dan Rasa Wulan
Setelah mendengarkan permintaan ayahnya, Raden Sahid hanya duduk termenung. Dalam hatinya, ia sebenarnya belum memiliki niat untuk menikah. Namun, ia tidak berani membantah permintaan ayah beserta ibunya dan membuat orangtuanya bersedih.
Tumenggung Wilatikta yang melihat anak laki-lakinya diam saja bingung. Ia kemudian bertanya pada Raden Sahid apakah putranya itu tidak ingin menyanggupi permintaan ayahnya.
“Bukan begitu, Ayah. Hanya saja saya masih mempertimbangkan calon wanita yang pantas untuk dinikahi dan saya tidak bisa terburu-buru untuk memutuskannya,” terang Raden Sahid.
Tumenggung Wilatika lalu membiarkan anak laki-lakinya untuk berpikir terlebih dahulu. Setelah itu, giliran Rasa Wulan yang duduk di depan ayahnya. Sang tumenggung kemudian menyuruh anak perempuannya untuk menyiapkan diri jika ada lamaran yang datang.
Tanpa mempertanyakan perintah ayahnya, diceritakan dalam asal mula tombak Kyai Pleret bahwa Rasa Wulan hanya mengangguk dan pamit undur diri. Perempuan ini sebenarnya belum siap untuk menikah tapi tidak berani membantah karena takut dimarahi seperti kakaknya.
Kaburnya Raden Sahid dan Rasa Wulan
Malam harinya, Raden Sahid yang merasa gelisah tidak bisa tidur hingga larut malam. Ia terus berpikir tentang perintah ayahnya untuk menikah. Karena tidak ingin dipaksa oleh ayahnya, laki-laki ini akhirnya memutuskan untuk kabur dari rumahnya.
Kepergian Raden Sahid tak diketahui siapa pun, kecuali Rasa Wulan. Perempuan ini baru menyadari kepergian kakaknya setelah mengetahui keadaan kamar Raden Sahid yang kosong. Rasa Wulan bertanya-tanya kenapa kakaknya kabur sendirian.
Sebelum semua penghuni rumah Tumenggung Wilatikta bangun, Rasa Wulan buru-buru mengemasi barang-barangnya dan kemudian pergi dari rumah. Kepergian dua anak Tumenggung Wilatikta tidak diketahui hingga malam hari.
Sang tumenggung lalu menyuruh semua bawahannya untuk mencari kedua anaknya. Sayangnya, usaha Tumenggung Wilatikta berakhir sia-sia karena tak ada seorang pun suruhannya yang berhasil menemukan Raden Sahid dan Rasa Wulan.
Tahun demi tahun berlanjut, Raden Sahid yang sibuk mengembara telah mengalami beragam penderitaan dan pengalaman pahit. Ia juga dikisahkan menjadi seorang berandal di sebuah hutan yang merampas harta dari orang-orang kaya untuk kemudian dibagikan ke orang-orang miskin.
Sementara itu, Rasa Wulan yang berharap bisa bertemu dengan kakaknya ternyata harus menelan kekecewaan. Perempuan ini tak berhasil menemukan ke mana kakaknya pergi. Ia pun memutuskan untuk bertapa ngidang di tengah hutan Glagahwangi.
Baca juga: Cerita Gagak Sang Pembohong Beserta Ulasannya, Sebuah Pelajaran untuk Bersikap Jujur
Pertemuan Rasa Wulan dan Syekh Maulana Maghribi
Selanjutnya dalam asal mula tombak Kyai Pleret, dikisahkan bahwa di dalam hutan Glagahwangi, terdapat sebuah danau yang bernama Sendhang Beji. Di pinggiran danau terdapat sebatang pohon besar yang tumbuh mencondong menaungi danau dan memberikan pemandangan yang asri.
Salah satu cabang pohon itu menjadi tempat bertapa seorang laki-laki yang bernama Syekh Maulana Maghribi. Ia melakukan tapa ngalong, yakni bertapa seperti kelelawar yang sedang tidur di pohon.
Pada suatu hari yang cerah, Rasa Wulan bermaksud untuk mandi di Sendhang Beji yang airnya jernih dan segar. Ia pun tanpa berpikir panjang menanggalkan seluruh pakaiannya dan mulai membersihkan diri.
Rasa Wulan tidak sadar bila ada laki-laki lain yang sedang bertapa di salah satu cabang pohon di tepi danau. Syekh Maulana Maghribi yang melihat kecantikan Rasa Wulan tanpa sengaja meneteskan air maninya ke air danau.
Ketika Rasa Wulan sibuk menyiramkan air danau ke tubuhnya, tiba-tiba saja perut wanita ini membesar. Ia kemudian buru-buru keluar dari danau dan mencari-cari apakah ada orang lain di situ.
Rasa Wulan menemukan Syekh Maulana Maghribi yang sedang bertapa di salah satu cabang pohon di tepi danau. Ia segera mendekati laki-laki itu dan meminta pertanggungjawaban padanya.
Munculnya Tombak Kyai Pleret
“Kenapa kau berbuat seperti itu kepadaku?” protes Rasa Wulan kepada Syekh Maulana Maghribi sembari menunjuk-nunjuk laki-laki ini. Syekh Maulana Maghribi mulanya diam saja sebelum akhirnya melakukan pengelakan.
“Bagaimana kau bisa menuduhku kalau aku yang menghamilimu?” ujar laki-laki ini. Rasa Wulan yang mendengar pertanyaan itu tetap bersikukuh meminta pertanggungjawaban karena tak ada laki-laki lain.
Syekh Maulana Maghribi kemudian melepaskan kemaluannya dan menyingkapkan sarungnya kepada Rasa Wulan untuk menunjukkan bahwa ia bukanlah laki-laki. Ia berharap setelah menghilangkan kemaluannya, tuduhan Rasa Wulan menjadi tidak terbukti.
Namun, Rasa Wulan tetap tidak menerima penjelasan Syekh Maulana Maghribi. Laki-laki ini pun menyerah dan menyanggupi permintaan Rasa Wulan dan akan bertanggung jawab untuk merawat bayi yang dikandung oleh wanita ini.
Setelah bayinya lahir, Rasa Wulan menyerahkan anaknya kepada Syekh Maulana Maghribi untuk dirawat hingga dewasa. Laki-laki ini kemudian memberikan nama Kidangtelangkas pada putranya itu.
Sementara itu, kemaluan Syekh Maulana Maghribi yang sebelumnya telah dicabut secara ajaib berubah menjadi sebilah mata tombak. Tombak yang dinamai Kanjeng Kyai Pleret itu kemudian dijadikan sebagai sipat kandel (senjata andalan) raja-raja Jawa.
Tombak Kyai Pleret diwariskan secara turun-temurun kepada raja-raja yang bertahta. Sekarang, tombak itu dianggap sebagai peninggalan senjata pustaka dari Kerajaan Mataram. Begitulah cerita rakyat asal mula tombak Kyai Pleret yang telah melegenda.
Baca juga: Legenda Si Tanduk Panjang dari Tanah Batak dan Ulasan Lengkapnya yang Menarik untuk Disimak
Unsur Intrinsik Kisah Asal Mula Tombak Kyai Pleret
Setelah mengetahui tentang legenda asal muasal tombak Kyai Pleret, maka ulasan tentang unsur-unsur intrinsiknya tidak boleh kamu lewatkan. Yuk, simak informasi lengkapnya dalam pembahasan berikut!
1. Tema
Tema atau inti cerita dalam dongeng tombak Kyai Pleret adalah tentang pertanggungjawaban. Rasa Wulan meminta Syekh Maulana Maghribi untuk bertanggung jawab karena telah membuatnya hamil.
2. Tokoh dan Perwatakan
Tokoh-tokoh yang disebutkan dalam cerita rakyat asal mula tombak Kyai Pleret adalah Tumenggung Wilatikta, Raden Sahid, Rasa Wulan, serta Syekh Maulana Maghribi. Tumenggung Wilatikta dijelaskan sebagai sosok pemimpin yang berwibawa tapi cenderung berkepribadian keras.
Sementara itu, Raden Sahid adalah seorang pemuda yang berpendirian teguh dan hormat kepada orangtuanya. Namun, karena sang ayah menginginkan Raden Sahid untuk segera menikah, ia pun memutuskan untuk kabur dari rumah.
Rasa Wulan merupakan karakter yang berpendirian teguh seperti kakaknya. Ia sangat menyayangi kakaknya sehingga sempat merasa kecewa setelah ditinggalkan oleh Raden Sahid. Wanita ini diungkapkan sebagai sosok yang mandiri, kuat, dan berani.
Syekh Maulana Maghribi sendiri diungkapkan sebagai karakter yang memiliki banyak akal. Meskipun awalnya laki-laki ini mengelak untuk bertanggung jawab, pada akhirnya ia menerima dan merawat anak Rasa Wulan.
3. Latar
Latar atau tempat kejadian yang disebutkan dalam kisah di atas adalah rumah Tumenggung Wilatikta, Hutan Glagahwengi, dan Sendhang Beji. Sementara itu, hutan tempat di mana Raden Sahid merampas harta orang kaya tidak disebutkan namanya.
4. Alur
Alur atau jalan cerita asal mula tombak Kyai Pleret termasuk dalam jenis alur maju atau progresif. Legenda di atas diawali dengan perkenalan karakter Tumenggung Wilatikta beserta kedua anaknya, Raden Sahid dan Rasa Wulan.
Dongeng kemudian berkembang di mana Raden Sahid dan Rasa Wulan kabur dari rumah mereka. Puncak konflik terjadi ketika Rasa Wulan tiba-tiba hamil padahal ia tidak pernah berhubungan dengan laki-laki.
Perdebatan antara Rasa Wulan dan Syekh Maulana Maghribi soal tanggung jawab untuk mengurus anak yang dikandung Rasa Wulan. Pada akhirnya, anak Rasa Wulan dirawat oleh Syekh Maulana Maghribi dan kemaluannya yang dicabut secara ajaib berubah menjadi sebilah mata tombak.
5. Pesan Moral
Ada beberapa pesan moral yang bisa kamu ambil dari kisah asal Yogyakarta ini. Pertama, sebaiknya berdiskusi kepada orangtua tentang keinginanmu supaya kamu dan orangtua sama-sama saling memahami alasan masing-masing.
Kedua, jika melakukan kesalahan, sebaiknya kamu akui dan segera minta maaf daripada memberikan alasan yang bermacam-macam. Jadilah pribadi yang bertanggung jawab dan belajar dari kesalahan supaya tidak mengulanginya kembali.
Selain unsur intrinsik, cerita rakyat asal mula tombak Kyai Pleret ini juga mengandung unsur ekstrinsik. Yakni nilai-nilai penting yang berasal dari luar kisahnya, seperti nilai moral, sosial, dan budaya yang berlaku di masyarakat.
Baca juga: Legenda Asal Usul Danau Maninjau dan Ulasannya, Kisah Cinta Sepasang Kekasih yang Tak Direstui
Fakta Menarik
Tak hanya ringkasan cerita dan ulasan unsur intrinsik kisah asal muasal tombak Kyai Pleret, di sini kamu pun akan menemukan fakta menarik tentang cerita legendari tersebut. Langsung saja dibaca, ya!
1. Senjata dalam Perkelahian Dhanang Sutawijaya dan Arya Penangsang
Keberadaan tombak Kyai Pleret tidak bisa dilepaskan dari sejarah perebutan tahta antara Dhanang Sutawijaya dan Arya Penangsang. Dhanang Sutawijaya adalah senopati yang diutus oleh Sultan Hadiwijaya untuk membunuh Arya Penangsang.
Sementara itu, Arya Penangsang merupakan anak tunggal dari Raden Kikin atau lebih dikenal sebagai Pangeran Sekar Sedalepen. Namun, ayah Arya Penangsang ternyata dibunuh oleh Sultan Trenggana demi bisa menjadi Raja Demak.
Maka dari itu, tidak heran jika Arya Penangsang memiliki dendam terhadap Sultan Trenggana dan ingin mengambil alih tahta Kerajaan Demak. Laki-laki ini mulanya ingin bertarung dengan Sunan Prawata, tapi ia justru mesti berhadapan dengan Sultan Hadiwijaya yang diberikan tahta oleh ayah mertuanya, Sultan Trenggana.
Ketika mengirim pasukan untuk menantang Arya Penangsang, Sultan Hadiwijaya menunjuk Dhanang Sutawijaya sebagai tangan kanannya. Senopati ini membawa senjata tombak Kyai Pleret.
Dikisahkan dalam cerita lanjutan dari asal mula tombak Kyai Pleret, Dhanang Sutawijaya menghunus tombaknya ke perut Arya Penangsang. Tak main-main, hunusan tombak itu bahkan sampai membuat usus Arya Penangsang keluar terurai.
Namun, Arya Penangsang masih bisa melawan Dhanang Sutawijaya dan sempat menginjak kepala senopati ini. Sayangnya, usaha Arya Penangsang gagal karena ketika hendak menghunuskan keris Kyai Setan Kober miliknya, ia tidak sengaja memotong ususnya sendiri.
Kesaktian yang dimiliki oleh Arya Penangsang membuat laki-laki ini tidak mati seketika walaupun ususnya sudah terpotong dan hanya diam tidak bergerak. Dhanang Sutawijaya yang telah diberi tahu oleh ayahnya, Kyai Ageng Pemanahan, kalau Arya Penangsang tak akan mati sebelum dihisap ubun-ubunnya.
Dhanang Sutawijaya kemudian segera menghisap ubun-ubun Arya Penangsang. Benar saja, putra Raden Kikin itu langsung gugur. Dhanang kemudian dihadiahi Alas Mentaok yang nantinya menjadi tempat berdirinya Kerajaan Mataram.
2. Menjadi Pusaka Keraton Yogyakarta
Beragam benda pusaka yang diwariskan secara turun temurun masih disimpan dengan baik di Keraton Yogyakarta, termasuk tombak Kyai Pleret. Meski sudah tidak digunakan lagi sebagai senjata, tombak itu masih berfungsi sebagai saran pendukung upacara tradisi kerajaan.
Biasanya, benda-benda pusaka di Keraton Yogyakarta akan dibersihkan sekali dalam setahun, tepatnya pada bulan Sura dalam kalender Jawa. Tombak Kyai Pleret menjadi salah satu pusaka yang hanya dibersihkan oleh sultan sendiri.
3. Ada Versi Cerita Lain
Kisah kemunculan tombak Kyai Pleret sebenarnya memiliki banyak versi. Meskipun masih berkaitan dengan pertemuan antara Syekh Maulana Maghribi dan Rasa Wulan, ada perbedaan soal darimana tombak itu berasal.
Berdasarkan informasi di atas, tombak Kyai Pleret merupakan penjelmaan dari kemaluan Syekh Maulana Maghribi. Namun, ada juga riwayat yang menceritakan bahwa tombak itu sebetulnya terbentuk dari air mani Syekh Maulana Maghribi yang jatuh ke dalam danau.
Baca juga: Kisah Asal Usul Danau Singkarak dan Ulasannya, Bukti dari Kekecewaan Anak kepada Orangtua
Cerita Asal Mula Tombak Kyai Pleret yang Legendaris
Begitulah kira-kira ringkasan mengenai kisah munculnya tombak Kyai Pleret yang sudah melegenda dalam kebudayaan Jawa. Bagaimana? Apakah rasa penasaranmu tentang senjata pusaka itu telah terjawab?
Selain artikel ini, masih banyak artikel menarik lainnya di PosKata yang berisi kisah-kisah tak kalah keren. Beberapa di antaranya adalah kisah Pak Lebai Malang, cerita asal usul Reog Ponorogo, dan legenda Dara Muning. Selamat membaca!