Trunyan merupakan sebuah desa di Bali yang mistis dan penuh misteri. Tahukah kamu seperti apa cerita tentang asal mula Desa Trunyan? Kalau penasaran, cek saja artikel berikut!
Asal mula Desa Trunyan merupakan legenda yang berasal dari Provinsi Bali. Kisahnya menceritakan tentang alasan di balik cara pemakaman yang dilakukan di desa tersebut.
Benar sekali, Desa Trunyan yang terletak di daerah Kintamani, Bali, itu cukup terkenal karena memiliki tradisi pemakaman yang unik dan menyeramkan, yaitu meletakkan mayatnya begitu saja tanpa menguburnya. Rupanya, ada alasan di balik tradisi tersebut yang berhubungan dengan kisah asal usulnya.
Jadi semakin penasaran ingin mengetahui asal mula Desa Trunyan, kan? Jadi tunggu apa lagi? Tanpa berlama-lama, langsung saja simak ulasan yang telah kami siapkan berikut!
Cerita Rakyat Asal Mula Desa Trunyan
Alkisah pada zaman dahulu kala, hiduplah seorang Raja Solo yang bertahta di Keraton Surakarta. Sang raja memiliki empat orang anak yang terdiri dari tiga anak laki-laki dan seorang anak perempuan.
Pada suatu hari, mendadak keempat anak tersebut mencium bau harum yang sangat menyengat. “Bau apa ini? Apakah kalian juga mencium bau yang sama?” tanya Pangeran Sulung kepada ketiga adiknya.
“Iya. Kami juga mencium bau harum yang sangat menyengat!” jawab ketiga adiknya bersamaan. Karena penasaran, empat kakak beradik itu pun berusaha mencari sumber aroma yang wangi menyengat itu.
“Sepertinya sumber aromanya berasal dari arah timur, Kak,” ujar Putri Bungsu. Ketiga kakaknya pun berusaha mengendus udara. “Kamu benar, dik!” Pangeran Sulung membenarkan.
Mereka berempat kemudian sepakat untuk melakukan perjalanan demi mencari sumber aroma wangi tersebut. Setelah menyiapkan segala keperluan yang mungkin mereka butuhkan di perjalanan, mereka meminta izin kepada sang ayah. Setelah izin diberikan, perjalanan menuju ke timur itu dilakukan.
Perjalanan Ke Timur
Semakin keempat kakak beradik itu melangkah ke timur, aroma wangi yang mereka cium semakin menyengat. Langkah kaki mereka pun semakin bersemangat. Selama berbulan-bulan, mereka tak ragu memasuki hutan lebat, menyusuri pinggir sungai, hingga menyeberangi Selat Bali.
Sesampainya di Pulau Bali, aroma wangi itu semakin memanggil-manggil. Mereka terus melanjutkan perjalanan sampai ke perbatasan antara Desa Ciluk Karangasem dan Tepi, tak jauh dari Buleleng. Ketika tiba di sebelah selatan kaki Gunung Batur, mendadak sang Putri Bungsu menghentikan langkahnya.
“Ada apa, adikku?” tanya Pangeran Sulung, “Kenapa kau menghentikan langkahmu?”
“Entah kenapa, aku tertarik pada tempat ini, kak,” jawab Putri Bungsu, “Jika boleh, perkenankanlah aku tinggal di tempat ini.”
Ketiga kakak laki-lakinya pun mengizinkan Putri Bungsu untuk tinggal di sana. Tak berapa lama kemudian, ia pindah ke lereng sebelah timur dari Gunung Batur dan mendirikan Pura Batur. Ia pun pada akhirnya diberikan gelar Ratu Ayu Mas Maketeg.
Baca juga: Kisah Asal Usul Danau Singkarak dan Ulasannya, Bukti dari Kekecewaan Anak kepada Orangtua
Nasib Pangeran Ketiga
Di sisi lain, ketiga kakak Putri Bungsu kembali melanjutkan perjalanannya hingga sampai di dataran yang bernama Kedisan, di sebelah barat daya Danau Batur. Di sana, mereka mendengar suara burung yang sangat merdu.
Entah mengapa, ketika mendengar suara tersebut, Pangeran Ketiga mendadak kegirangan. Bahkan, ia sampai melompat dan berteriak penuh kebahagiaan. Namun, rupanya hal tersebut justru membuat Pangeran Sulung kesal.
“Hei, adik! Kalau kamu memang sebegitu senang dengan tempat ini, lebih baik kamu tinggal di sini saja!” ucap Pangeran Sulung geram. “Tidak mau, Kak. Aku masih mau ikut bersama kalian,” tolak Pangeran Ketiga.
Namun, Pangeran Sulung sudah terlanjur merasa kesal. Ia langsung menendang adiknya itu sampai terjatuh dalam posisi duduk bersila. Mendadak Pangeran Ketiga berubah menjadi patung. Hingga sekarang, patung batu tersebut masih bisa ditemukan di Desa Kedisan dalam posisi duduk bersila.
Oleh warga sekitar, patung tersebut diberi gelar Ratu Sakti Sang Hyang Jero. Kini, patung tersebut melinggih atau bersemayam di Meru Tumpang Pitu, yaitu bangunan suci di dalam Pura Dalam Pingit, Desa Kedisan.
Nasib Pangeran Kedua
Dua pangeran yang tersisa kemudian melanjutkan perjalanannya lagi dengan menyusuri sisi sebelah timur tepi Danau Batur. Ketika sampai di sebuah dataran, mereka bertemu dengan dua gadis cantik. Karena tertarik dengan gadis-gadis tersebut, Pangeran Kedua menyapa mereka. Sekali lagi, Pangeran Sulung tidak menyukai tindakan adiknya itu.
“Hei, adik! Kalau kamu memang sebegitu senang dengan para gadis itu, tinggallah kamu di sini!” seru Pangeran Sulung dengan kesal.
Pangeran Kedua menolak perintah tersebut. Sama seperti Pangeran Ketiga, ia juga lebih senang jika bisa melanjutkan perjalanan bersama kakak sulungnya. Namun, sekali lagi Pangeran Sulung terlanjur naik pitam kemudian menyepak adiknya hingga jatuh tertelungkup. Tak hanya itu, Pangeran Sulung pun meninggalkan adiknya di tepi Danau Batur.
Konon, ketika akhirnya membangun desa di sana, Pangeran Kedua diangkat menjadi kepala desa. Desa tersebut kemudian dikenal dengan nama Desa Abang Dukuh, di mana kata dukuh sendiri memiliki makna telungkup.
Baca juga: Cerita Nabi Ibrahim dan Ayahnya yang Menolak Beriman kepada Allah Taala
Akhir Perjalanan Pangeran Sulung
Pangeran Sulung kemudian melanjutkan perjalanannya sendirian untuk mencari sumber aroma wangi. Ia kembali menyusuri sisi timur tepi Danau Batur hingga sampai di sebuah dataran. Di sana, ia bertemu dengan seorang dewi yang cantik jelita.
Dewi tersebut terlihat tengah duduk sendirian di bawah pohon taru menyan. Kecantikan sang dewi langsung membuat Pangeran Sulung terpesona. Ia pun berniat untuk melamarnya. Ketika berjalan mendekat, Pangeran Sulung baru menyadari kalau aroma wangi yang memanggilnya dari Solo itu berasal dari pohon taru menyan.
“Rupanya inilah sumber dari aroma wangi itu,” gumam Pangeran Sulung. Ia pun merasa semakin yakin untuk melamar sang dewi. Tanpa menunggu lama, ia langsung menemui kakak sang dewi dan mengajukan keinginannya.
“Baiklah, kau boleh menikah dengan adikku,” ucap kakak sang dewi, “Tapi dengan satu syarat!”
“Syarat apakah itu?” tanya Pangeran Sulung.
“Kamu harus mau menjadi seorang pancer jagat atau pasak dunia,” kata kakak sang dewi. Pancer jagat sendiri merupakan istilah untuk seorang kepala atau pemimpin desa. Tentu saja Pangeran Sulung menyetujui permintaan itu.
“Baiklah, syarat itu aku terima.”
Tentang Cara Pemakaman
Pesta pernikahan antara Pangeran Sulung dan sang Dewi pun akhirnya dilangsungkan dengan meriah. Pangeran Sulung kemudian dinobatkan menjadi pemimpin desa yang dikenal dengan nama Trunyan. Nama tersebut diambil dari nama pohon taru menyan, di mana taru sendiri berarti pohon, sementara menyan berarti harum.
Pangeran Sulung kemudian mendapatkan gelar Ratu Sakti Pancering Jagat, sementara istrinya bergelar Ratu Ayu Pingit Dalem Dasar. Bagi warga Trunyan, Ratu Sakte Pancering Jagat dianggap sebagai dewa tertinggi, sementara istrinya dipercaya merupakan Dewi Danau Batur.
Sejak saat itu, Ratu Sakti Pancering Jagat memimpin Desa Trunyan dengan bijaksana hingga desanya berkembang menjadi sebuah kerajaan kecil. Karena menyadari kalau kalau kerajaan mereka bisa saja diserang sewaktu-waktu, Ratu Sakti Pancering Jagat mencari cara untuk mengatasinya.
Ia pun menyadari kalau salah satu hal yang bisa memanggil serangan dari luar adalah bau wangi dari taru menyan. Oleh karenanya, ia memberikan perintah kepada seluruh rakyatnya untuk menghilangkan aroma semerbak itu.
“Wahai rakyatku! Kuperintahkan kalian agar tak lagi menguburkan jenazah warga Trunyan! Biarkan saja mereka membusuk di bawah taru menyan. Agar bau harumnya tak akan mengundang kedatangan orang luar ke negeri ini!” perintahnya.
Sejak saat itu, ketika ada penduduk Trunyan yang meninggal dunia, jenazahnya akan dibiarkan saja membusuk di atas tanah. Berkat bau busuk yang dikeluarkan jenazah, kini tak ada lagi aroma wangi semerbak di Desa Trunyan. Menariknya, jenazah penduduk Trunyan yang diletakkan di atas tanah itu juga tidak mengeluarkan bau busuk menyengat.
Baca juga: Yuk, Baca Kisah Seru Damarwulan Asal Jawa Timur dan Ulasan Menariknya di Sini!
Unsur Intrinsik Asal Mula Desa Trunyan
Setelah menyimak ringkasan cerita asal mula Desa Trunyan, selanjutnya kamu juga bisa menemukan ulasan singkat tentang unsur intrinsiknya. Berikut ini ulasannya:
1. Tema
Inti cerita atau tema dari kisah asal mula Desa Trunyan ini adalah tentang perjalanan empat kakak beradik menemukan aroma wangi yang tercium hingga ke Solo. Dalam perjalanan menuju timur itu, mereka mengalami banyak hal dan terpaksa harus terpisah-pisah. Pada akhirnya, sang kakak sulung berhasil menemukan penyebab aroma wangi tersebut.
2. Tokoh dan Perwatakan
Pada cerita legenda asal mula Desa Trunyan di atas, setidaknya ada empat tokoh-tokoh yang disebutkan. Yaitu Pangeran Sulung, Pangeran Kedua, Pangeran Ketiga, dan Putri Bungsu. Secara umum, mereka memiliki sifat pantang menyerah dalam berusaha mendapatkan yang mereka inginkan. Sayangnya, Pangeran Kedua, Ketiga, dan Putri Bungsu mudah terdistraksi oleh hal-hal lain di sekitar mereka.
Kemudian bagaimana dengan sifat Pangeran Sulung pada cerita legenda asal mula Desa Trunyan di atas? Ia digambarkan memiliki sifat yang mudah emosi dan marah, khususnya ketika ada hal yang tidak sesuai dengan keyakinannya. Meskipun begitu, ia juga seseorang yang bertanggung jawab, adil, dan bijaksana, khususnya kepada warga Trunyan.
Selain keempat tokoh utama tersebut, ada juga beberapa tokoh tambahan yang mendukung kisahnya, yaitu Dewi Danau Batur, kakak dari sang dewi, dan warga desa.
3. Latar
Secara umum, latar tempat yang digunakan dalam cerita asal usul Desa Trunyan ini adalah Pulau Jawa dan Bali. Namun, secara spesifik di dalam kisahnya juga disebutkan beberapa tempat, seperti sebelah selatan Gunung Batur, sebelah barat daya Danau Batur, dan sebelah timur Danau Batur.
4. Alur
Kisah tentang asal usul Desa Trunyan ini menggunakan alur progresif atau maju. Kisahnya dimulai dari perjalanan empat kakak beradik dari Solo yang berusaha mencari sumber aroma wangi yang menyengat. Mereka pun berjalan selama berbulan-bulan menuju timur.
Di tengah perjalanan, ada saja masalah yang membuat mereka harus berpisah satu persatu. Untungnya, pada akhirnya sang Pangeran Sulung berhasil menemukan sumber aroma wanginya, yaitu pohon Taru Menyan. Ia akhirnya tinggal di dekat pohon tersebut dan menjadi seorang kepala desa.
5. Pesan Moral
Ada beberapa amanat atau pesan moral yang bisa dipetik dari kisah asal mula Desa Trunyan ini. Salah satunya adalah untuk tidak berbuat kasar pada orang lain, khususnya adik sendiri. Karena nantinya kamu jadi harus melakukan perjalanan sendiri seperti yang dilakukan oleh Pangeran Sulung.
Selain itu, ketika berniat untuk melakukan sesuatu, fokuslah pada hal tersebut. Jangan mudah terkecoh atau terdistraksi dengan hal-hal lain. Karena bisa-bisa kamu tidak mendapatkan apa yang sedari awal kamu cari, sama seperti ketiga adik Pangeran Sulung.
Selain unsur intrinsiknya, legenda asal mula Desa Trunyan ini juga mengandung unsur ekstrinsik. Biasanya, unsur tersebut berhubungan dengan latar belakang penulis, lingkungan sekitarnya, dan nilai-nilai yang terkandung di dalam kisahnya.
Baca juga: Cerita Nabi Ibrahim dan Raja Namrud, Sebuah Perlawanan terhadap Kebatilan!
Fakta Menarik tentang Asal Mula Desa Trunyan
Kalau sudah mengetahui kisah dan unsur intrinsiknya, kamu juga bisa menemukan beberapa fakta menarik seputar asal mula Desa Trunyan. Berikut ini adalah informasinya:
1. Tidak Sembarang Diletakkan
Tradisi meletakkan jenazah di bawah taru menyan yang disebut juga dengan istilah mepasah itu masih dilakukan penduduk desa Trunyan hingga sekarang. Namun, rupanya tidak semua orang yang meninggal pasti akan diletakkan begitu saja di atas tanah, lho!
Ada syarat yang harus dipenuhi, yakni orang yang meninggal tersebut harus meninggal secara normal dan tidak memiliki sebuah kesalahan. Dalam artian, orang tersebut bukan meninggal karena kecelakaan atau dibunuh.
Selain itu, mepasah hanya berlaku bagi jenazah yang telah berumah tangga, bujangan, dan anak kecil yang gigi susunya sudah tanggal. Jika jenazahnya masih bayi atau memiliki kesalahan, ia harus dikuburkan di lokasi yang agak jauh dari desa.
Syarat lainnya adalah, jumlah jenazah yang bisa diletakkan di atas tanah maksimal adalah sebelas. Hal tersebut rupanya sudah diatur oleh kepercayaan warga setempat. Kabarnya, pohon taru menyan itu hanya bisa menetralisir sebelas jenazah saja. Jika lebih dari itu, maka jenazah-jenazahnya akan mengeluarkan bau busuk.
2. Makamnya Tidak Asal Dibiarkan Saja
Ketika membaca kalau jenazah warga Trunyan diletakkan di atas tanah, kamu mungkin membayangkan jenazahnya dibiarkan begitu saja di bawah pohon. Namun, rupanya tidak seperti begitu.
Kerabat dari jenazah yang meninggal tersebut harus menyiapkan bambu yang akan digunakan sebagai pagar untuk mengelilingi jenazahnya. Selain itu, mereka juga menyiapkan sesajen yang harus rutin diganti di depan bambu tersebut. Setelah mayatnya sudah menjadi tulang belulang, tulangnya dikumpulkan menjadi satu dengan tulang jenazah lainnya.
Baca juga: Cerita Asal Usul Danau Kembar yang Berada di Solok, Sumatera Barat, Beserta Ulasannya
Semakin Memahami Asal Mula Desa Trunyan?
Jadi bagaimana? Kini kamu semakin memahami asal usul keberadaan Desa Trunyan, kan? Semoga saja kamu bisa terhibur dengan kisahnya dan bisa menceritakan ulang kepada keponakan, saudara, atau temanmu.
Kalau masih mencari cerita tentang asal usul tempat lain di Indonesia, langsung saja cek artikel-artikel di PosKata. Di sini kamu bisa mendapatkan legenda tentang asal usul Kota Semarang, Surabaya, atau Cianjur. Selamat membaca!