Bila sedang suntuk dan butuh hiburan, membaca cerita lucu adalah pilihan tepat. Untuk itu, di artikel ini telah kami sajikan cerita Abu Nawas dan Keledai yang kisahnya tak hanya lucu tapi juga sarat makna. Yuk, disimak!
Abu Nawas adalah salah satu tokoh dalam dongeng 1001 Malam yang biasa digambarkan sebagai sosok banyak akal. Ada banyak kisahnya yang menarik tuk kamu baca, salah satunya adalah cerita Abu Nawas dan Keledai.
Dongeng ini mengisahkan tentang seorang menteri kerajaan yang merasa iri hati dengan Abu Nawas. Ia lalu meminta pria banyak akal itu untuk mengajari seekor keledai membaca. Mana mungkin seekor hewan bisa membaca?
Namun, pria itu tak kehilangan akal. Kira-kira, apakah yang ia lakukan? Penasaran dengan kelanjutan kisah Abu Nawas dan Keledai? Tak perlu berbasa-basi lagi, yuk, langsung saja simak kisah, unsur intrinsik, pesan moral, dan fakta menariknya berikut!
Cerita Dongeng Abu Nawas dan Keledai
Alkisah, pada suatu hari, ada seorang menteri yang teramat cemburu dengan kebaikan hati Baginda Raja. Baginya, perhatian Baginda Raja terlalu berlebihan.
Ia lalu memikirkan cara agar Baginda tak lagi memperhatikan pria itu. Setelah berpikir sekian lama, akhirnya ia menemukan sebuah cara.
Pada pagi yang cerah, sang Menteri tiba-tiba datang ke rumah Abu dengan membawa seekor keledai. Ia mengetuk pintu rumahnya dengan wajah yang sumringah.
Setelah membuka pintunya, Abu Nawas pun terkejut, “Apa tujuan engkau datang kemari, Menteri Kerajaan?.
“Aku kemari ingin memberimu seekor keledai. Aku perintahkan kau untuk mengajarinya membacanya. Dalam dua minggu, datanglah ke kerajaan dan lihat bagaimana akhirnya,” jawab sang Menteri.
Setelah berpikir sejenak, pria cerdas ini lalu menerima keledai pemberian menteri itu. Dalam hati, ia sebenarnya ingin menolak tugas tak masuk akal yang Menteri berikan. Namun, di lain sisi, ia penasaran dengan maksud dan tujuan utusan kerajaan itu,
Usai memberikan keledai pada Abu, Menteri itu kembali ke kerajaan. Dalam perjalanan pulang, wajahnya tampak senang. “Rasakan, kau! Dua minggu lagi kau akan terlihat bodoh di hadapan sang Raja,” ucapnya dalam hati.
Baca juga: Legenda Asal Usul Danau Maninjau dan Ulasannya, Kisah Cinta Sepasang Kekasih yang Tak Direstui
Mengajari Keledai Membaca
Abu Nawas terus-terusan memandangi keledai itu. Ia tak bisa berhenti memikirkan maksud dan tujuan si Menteri memintanya mengajari keledai.
“Apa sebenarnya tujuan Menteri itu? Apakah ini caranya untuk menghancurkan nama baikku?” tanyanya dalam hati.
Meski merasa cemas dan tak habis pikir, pria bijak ini tetap berusaha tenang. Ia lalu fokus mencari akal agar si keledainya itu bisa terlihat seperti sedang membaca.
“Konyol juga perintah yang Menteri berikan. Mana bisa seekor hewan membaca! Aku panggilkan guru terhebat pun tak akan bisa mengajarkannya membaca,” ucapnya dalam hati.
Agar mendapatkan ide, pria itu lalu mengambil buku dari rak-raknya. Ia memandang buku itu dan melihat keledai.
“Hai, Keledai. Bila aku berikan buku ini padamu, apa yang kan kau lakukan?” tanyanya pada hewan itu.
Lalu, ia meletakkan buku di dekat keledai. Namun, hewan itu tak berbuat apa-apa, ia hanya memandangi buku-bukunya saja.
“Hmm, bodoh sekali aku. Mana mungkin hewan ini bisa membaca,” ucap Abu Nawas.
Setelah itu, ia meninggalkan keledai di kandang. Ia terus-terusan berpikir cara untuk membuat keledainya terlihat bisa membaca.
Menemukan Cara
Setiap hari, Abu membawa buku ke kandang keledai. Ia lalu membuka buku itu di depan keledai. Harapannya, keledai itu akan menirukan gerak-geriknya.
“Waktu kurang tiga hari lagi, Keledai. Tapi kenapa tak ada tanda-tanda bahwa kau bisa membaca. Dasar Menteri kurang ajar, dia memberiku tugas yang tak mungkin bisa terselesaikan,” ucapnya dalam hati.
Saat sedang membolak-balikkan lembaran buku, pria itu melihat keledai sedang mengambil biji-bijian gandum dengan kaki depannya. Perlahan-lahan, keledai itu mengambil biji-bijian dengan lidahnya. lalu memakannya.
Melihat keledai itu makan, tiba-tiba ia mendapatkan ide brilian. “Akhirnya aku menemukan cara untuk membuatmu bisa membaca, Keledai. Dengan begini, aku bisa menyelesaikan tugas dari Menteri,” ucap Abu Nawas dalam hati.
Dengan cara yang ada di benaknya, setiap hari ia mengajarkan keledai itu. Selama tiga hari, Abu Nawas pun yakin bahwa ia bisa menyelesaikan tugasnya.
Membawa Keledai ke Kerajaan
Dua minggu telah berlalu, Abu Nawas pun membawa keledainya ke kerajaan. Ia lalu menemui si Menteri yang memberinya tugas tak masuk akal.
“Menteri Kerajaan, aku kemari untuk menyelesaikan tugas yang kau berikan dua minggu lalu,” ucap pria cerdik ini.
Tanpa banyak bicara, sang Menteri kemudian mengajak Abu Nawas dan keledai itu menghadap Baginda Raja Harun Al-Rasyid. Pria itu semakin kebingungan, dalam hati ia bertanya, “Kenapa aku harus menghadap Baginda Raja? Apa sebenarnya tujuan dari Menteri ini?”.
Sesampainya di kediaman sang Raja, Menteri itu pun berkata, “Wahai Baginda Raja, hamba akan perlihatkan siapa sesungguhnya diriku ini”.
Mendengar kalimat tersebut, Abu Nawas sangatlah terkejut. Ia lalu menyadari jika semua ini adalah rencana Menteri untuk menjatuhkan nama baiknya di hadapan sang raja. “Sungguh licik hatimu, Menteri. Kau akan tahu rasa,” ucapnya dalam hati.
“Hai, Menteri Kerajaan. Apa yang kau maksud? Siapa sesungguhnya dirimu?” bentak Baginda Raja.
“Tenang Baginda. Hari ini hamba akan memberi tahu kecerdasan akalku yang mengungguli kepintaran Abu Nawas,” ucap menteri itu dengan sombong.
“Apa yang sebenarnya ia perbuat? Sungguh konyol,” ucap Abu Nawas dalam hati.
“Jadi, kau ingin beradu akal dengan Abu Nawas? Baiklah kalau begitu. Bila salah satu di antara kalian menang, maka ia akan mendapatkan satu kantung dinar. Untuk yang kalah, bersiap-siaplah untuk masuk ke penjara kerajaan selama tiga bulan,” tutur Baginda Raja.
Keledai Membaca Buku
Tak bisa mengelak dari perintah Baginda Raja, Abu Nawas terpaksa menyanggupi permintaan aneh tersebut. Lalu, Menteri itu datang membawa buku besar. Ia letakkan buku itu di depan Abu Nawas.
“Katamu, kau adalah orang yang cerdas dalam segala hal? Coba tunjukkan, berhasilkah kau mengajarkan keledai ini membaca?” perintah Menteri itu.
Tanpa berpikir panjang, pria cerdik ini lalu menggiring keledai ke buku tebal itu. Ia lalu membuka sampulnya. Keledai itu pun mulai memandang buku tebal di hadapannya. Beberapa saat kemudian, si keledai membalik halaman demi halaman dengan lidahnya.
Keledai itu terus membalik lembar demi lembar, hingga halaman paling akhir. Setelah sampai lembaran akhir, keledai itu memandang Abu Nawas.
“Demikian Baginda dan Tuan Menteri, keledaiku dapat membaca, bukan?” ucap Abu Nawas.
Menteri pun angkat bicara, “Bagaimana caranya kau mengajari dia membaca?.”
“Jadi, setelah Tuan berikan keledai ini pada saya, saya menyiapkan lembaran lembaran besar serupa buku. Saya sisipkan biji-biji gandum di dalamnya. Keledai itu haru belajar membalik halaman agar bisa memakan biji gandum. Hingga akhirnya, ia terlatih untuk bisa membalik halaman buku,” ucap Abu Nawas.
“Itu berarti, ia tak benar-benar tahu bacaannya?” bantah sang Menteri.
“Memang demikian cara keledai membaca. Dia hanya membalik-balik halaman tanpa tahu isinya. Itu berarti, bila kita hanya membuka buku tanpa tahu isinya, kita tak beda dengan keledai yang tolol ini, bukan?” jawab Abu Nawas enteng.
Jawaban cerdik Abu Nawas mendapat anggukan setuju dari Baginda Raja. “Aku setuju dengan perkataanmu. Lagipula, sepintar-pintarnya hewan, tak ada yang bisa sesempurna manusia. Hanya mausia bodoh saja yang memintanya untuk membaca,” ucap sang Raja.
Dengan begitu, sesuai janjinya, Raja memberi Abu Nawas sekantung dinar. Karena kalah, Menteri Kerajaan pun masuk penjara atas kelicikannya.
Baca juga: Legenda Putra Lokan Asal Riau dan Ulasannya, Kisah tentang Seorang Pangeran Tampan yang Dibuang
Unsur Intrinsik
Setelah membaca cerita Abu Nawas dan Keledai ini, kamu mungkin penasaran dengan unsur intrinsiknya. Sebut saja seperti tema, tokoh dan perwatakan, latar, alur, dan pesan moral. Kalau penasaran, berikut ulasannya;
1. Tema
Tema atau inti cerita dongeng 1001 Malam ini adalah tentang kecerdikan seorang pria. Meski seseorang yang licik mencoba menjebaknya, ia tetap bisa mengatasinya.
2. Tokoh dan Perwatakan
Ada dua tokoh utama dalam cerita ini, yaitu Abu Nawas dan Menteri Kerajaan. Tokoh protagonis dalam kisah ini tentu saja adalah Abu Nawas. Ia memiliki watak yang cerdik, bijak, dan tak mudah menyerah.
Meski sudah tahu kalau perintah yang dijalaninya tak masuk akal, ia tetap tak putus asa dan terus mencari cara untuk menyelesaikannya. Dengan kecerdikannya, ia pun berhasil menyelesaikan perintah itu.
Kisah ini tentunya memiliki toko antagonis, yakni Menteri Kerajaan. Ia memiliki sifat yang licik dan iri hati. Ia juga tak cukup pintar untuk menjatuhkan lawannya.
3. Latar
Dongeng ini tak menggunakan beberapa latar tempat. Sebut saja seperti di kerajaan, rumah Abu Nawas, dan kandang keledai. Untuk latar waktunya adalah pagi dan siang hari.
4. Alur Cerita Abu Nawas dan Keledai
Memiliki alur maju, cerita ini bermula dari seorang Menteri Kerajaan yang tiba-tiba memberikan keledai pada Abu Nawas. Bukan tanpa tujuan, Menteri memberikan keledai guna menjebak sang pria bijak yang kerap mendapatkan perhatian Baginda Raja ini.
Ia meminta Abu Nawas untuk mengajari keledai membaca dalam waktu dua minggu. Jangankan dua minggu, satu abad pun tak akan bisa seekor hewan membaca.
Namun, Abu Nawas tetap menerima perintah itu. Dengan kecerdasannya, ia bisa membuat keledai itu seperti sedang membaca. Pada akhirnya, ia pun mampu menaklukkan sang Raja dengan kecerdasannya. Sang Menteri yang licik pun berakhir masuk penjara.
5. Pesan Moral
Bisakah kamu menebak apa saja pesan moral dalam cerita Abu Nawas dan Keledai ini? Tentu ada beberapa amanat yang bisa kamu pelajari dari kisah ini.
Pertama, janganlah kamu merasa iri hati. Bersyukurlah atas apa yang kamu miliki saat ini dan jangan iri atas nikmat yang orang lain punya.
Selain tak boleh iri hati, janganlah juga kamu jadi orang yang licik. Menjatuhkan orang lain tak akan membuatmu terlihat lebih baik. Buktinya, sang Menteri yang licik berakhir masuk penjara karena ulahnya sendiri.
Terakhir, tak perlu membalas kejahatan orang lain dengan hal yang buruk pula. Pria cerdik ini sudah tahu bila Menteri sedang berniat jahat. Ia bisa saja mengadu pada sang Raja atas tindakan sang Menteri. Tapi, ia lebih memilih membalas kejahatan tersebut dengan kecerdikan yang ia miliki.
Selain unsur intrinsik, jangan lupakan juga unsur-unsur ekstrinsik yang membangun kisah ini. Unsur ekstrinsik biasanya berkaitan dengan latar belakang penulis, masyarakat, dan nilai yang dipegang teguh.
Baca juga: Legenda Batu Gantung Danau Toba dan Ulasannya, Kisah Tragis Wanita Cantik dari Sumatera Utara
Fakta Menarik
Sudah puas membaca cerita dan unsur intrinsik Abu Nawas dan Keledai? Kurang lengkap nampaknya bila kamu belum membaca fakta menariknya, berikut ulasannya;
1. Memiliki Beragam Versi Cerita
Cerita Abu Nawas dan Keledai sebenarnya memiliki beragam versi. Ada satu kisah yang tak kalah populer dengan cerita di artikel ini.
Kisahnya bermula dari Abu Nawas dan anaknya yang hendak membeli seekor keledai. Karena tak memiliki banyak uang, ia hanya bisa membeli seekor keledai yang sudah tua.
Ia dan anaknya lalu menuntun dan membawa keledai itu menuju ke rumah. Dalam perjalanan pulang, ada segerombolan orang yang mencemooh mereka. Kata mereka, untuk apa memberi keledai kalau tak ditunggangi.
Mendengar perkataan itu, Abu Nawas lalu menunggangi keledai dan melanjutkan perjalanan. Kemudian, ada orang yang kembali mencemooh mereka, “Kasian sekali anak itu. Ia berjalan kaki sedangkan sang ayah menaiki hewan,”.
Singkat cerita, apa pun yang ia perbuat selalu saja ada yang mengkritik dan mencemooh. Orang-orang memang tak ada hentinya mengomentari kehidupan orang lain.
Sudah Puas dengan Cerita Abu Nawas dan Keledai Ini?
Demikianlah kisah lucu dari Abu Nawas dan Keledai beserta ulasan lengkapnya. Kamu sudah puas dengan kisah yang kami bagikan? Bila suka, bagikan cerita ini pada saudara atau anakmu yang masih kecil.
Bila masih butuh kisah lainnya, tetaplah baca kanal Ruang Pena pada situs PosKata.com. Ada banyak kisah menarik yang bisa kamu baca, seperti kisah Ali Baba dan 40 Pencuri, cerita Nabi Daud Melawan Jalut, atau kisah istri Nabi Musa. Selamat membaca!