
Kebijakan sistem sewa tanah diberlakukan ketika Indonesia dijajah oleh Inggris. Tepatnya, pada masa kepemimpinan Letnan Gubernur Thomas Stamford Raffles sekitar tahun 1811–1816. Kalau kamu ingin mengetahui lebih lebih banyak tentang sistem tersebut, mending langsung artikel di bawah ini.
Mulai tahun 1811, Indonesia berada dibawah jajahan pemerintah Inggris. Sama seperti era penjajahan sebelumnya, mereka menerapkan kebijakan-kebijakan yang harus dipatuhi oleh rakyat. Salah satunya adalah penerapan sistem sewa tanah atau Land Rent System.
Kebijakan tersebut berlaku ketika Thomas Stamford Raffles ditunjuk sebagai Letnan Gubernur Hindia Belanda. Tujuan utamanya tentu saja adalah untuk meningkatkan perekonomian pemerintah Inggris.
Lantas, seperti apa dan bagaimana jalannya sistem sewa tanah tersebut? Tidak usah basa-basi lagi, daripada semakin penasaran, kamu bisa langsung menyimak informasi lengkapnya di bawah ini, ya!
Kedatangan Inggris ke Indonesia
Sumber: Wikimedia Commons
Sebelum membahas tentang sistem sewa tanah, tidak ada salahnya membaca sedikit ulasan tentang bagaimana Inggris bisa menjajah Indonesia. Pada akhir abad ke-18, Kerajaan Prancis yang dipimpin oleh Napoleon Bonaparte berhasil menduduki Belanda.
Pewaris tahta Belanda yang bernama Willem V berhasil melarikan diri ke Inggris dan diterima dengan baik. Di sana, ia menemukan surat dari pejabat Belanda yang menginginkan wilayah mereka, termasuk daerah jajahan, untuk dipegang oleh Inggris daripada Prancis.
Berbekal surat tersebut, Inggris bergerak untuk merebut Hindia Belanda. Pertama-tama, mereka menjatuhkan pangkalan utama milik Prancis di Mauritius pada tahun 1810. Kemudian pada tanggal 4 Agustus 1811, mereka berhasil menaklukkan pangkalan utama milik Belanda.
Inggris berhasil membuat Belanda bertekuk lutut pada tanggal 18 September 1811 lewat Perjanjian Tuntang. Isi dari perjanjian tersebut yaitu Belanda menyerahkan kepemimpinan Hindia Belanda pada Inggris. Poin yang lainnya adalah tentara Belanda kemudian menjadi tawanan perang Inggris.
Selanjutnya, pemerintah Inggris mengangkat Thomas Stamford Raffles sebagai letnan gubernur untuk memimpin Pulau Jawa. Sedangkan yang menjabat sebagai gubernur jendral adalah Lord Minto yang masih memimpin di Kalkuta, India.
Baca juga: Informasi Lengkap tentang Ken Arok, Sang Pendiri Kerajaan Singasari yang Punya Masa Lalu Kelam
Latar Belakang Pemberlakuan Sistem Sewa Tanah
Sewaktu menjabat, Thomas Raffles memberlakukan beberapa kebijakan sebagai pembaharuan. Salah satunya adalah sistem sewa tanah.
Sistem tersebut sebenarnya merupakan pengganti dari kebijakan wajib pajak hasil bumi atau contingenten yang berlaku pada masa penjajahan sebelumnya. Dengan memberlakukan sistem tersebut, Raffles yakin bahwa Pulau Jawa dapat berkembang menjadi lebih besar.
Mengapa sang letnan gubernur memilih untuk menerapkan sistem tersebut? Hal tersebut berkaitan dengan dirinya yang menganut paham liberal. Makanya, ia ingin rakyat mendapatkan kebebasan untuk berusaha atau berdagang. Sementara itu, pemerintah hanya boleh untuk menarik pajak tanah dari petani.
Seperti yang mungkin telah kamu ketahui, pada masa penjajahan sebelumnya para petani tidak memiliki kebebasan. Mereka diharuskan untuk menyetorkan semua hasil panen kepada Belanda karena adanya monopoli perdagangan.
Para petani sulit untuk berdagang ke pihak lain. Nah, monopoli ini yang kemudian diganti oleh Raffles menjadi sistem perdagangan bebas.
Baca juga: Peninggalan-Peninggalan Sejarah Era Kerajaan Ternate yang Masih Ada Hingga Sekarang
Pengertian Sistem Sewa Tanah
Sumber: Wikimedia Commons
Sistem sewa tanah atau yang dikenal dengan nama landrente adalah sebuah metode yang diberlakukan oleh pemerintah Inggris di mana para petani diharuskan untuk membayar pajak kepada pemerintah. Pajak tersebut dianggap sebagai uang sewa. Hal ini berdasarkan paham bahwa semua tanah adalah kepunyaan negara.
Kebijakan tersebut digagas oleh Thomas Raffles karena sistem yang berlaku sebelumnya terlalu mengikat. Keterikatan tersebut menyebabkan hasil yang diperoleh tidaklah terlalu baik.
Rakyat, khususnya para petani, menjadi tertekan dan kehilangan semangat untuk berkembang. Menurutnya, ini sangatlah kacau karena nantinya pasti berimbas pada rendahnya pendapatan negara.
Maka dari itu, ia memberikan kebebasan para petani untuk menanam dan bebas menjual hasilnya. Dengan demikian, mereka diharapkan menjadi terdorong untuk mendapatkan hasil yang lebih banyak.
Jika masyarakat menjadi berkembang dan memiliki keinginan sendiri untuk menanam tanaman yang diperdagangkan di wilayah internasional, siapa lagi yang akan diuntungkan? Tentu saja pemerintahan Kerajaan Inggris.
Baca juga: Ulasan Lengkap Mengenai Silsilah Raja-Raja Penguasa Kerajaan Banten
Pelaksanaan Sistem Landrente
Adapun ketentuan sistem sewa tanah yang diberlakukan oleh Thomas Raffles adalah:
a. Petani wajib bayar sewa tanah
Meskipun menjadi pemilik tanah yang sah, para petani tetap harus menyewa tanah dan membayar pajak. Hal ini berkaitan dengan anggapan bahwa semua tanah adalah milik negara.
Jadi, para petani harus membayar pajak sewa sesuai yang telah ditentukan. Dengan apa mereka membayarkan uang pajak? Ya, tentu saja dari hasil menjual tanaman yang mereka tanam.
b. Jumlah pajak yang harus dibayarkan
Besaran harga sewa atau pajak tergantung pada kondisi tanahnya. Pajak tanah untuk sawah dan ladang juga dibedakan. Itupun nanti masih dibagi sesuai kelasnya masing-masing.
- Sawah kelas I besar pajaknya adalah 1/2 dari hasil panen. Lalu, sawah kelas II besaran pajaknya yaitu 2/5 dari hasil panen. Sementara itu, untuk sawah kelas III pajak yang harus dibayar adalah 1/3 dari hasilnya.
- Ladang kelas I dikenakan pajak sebesar 2/5 dari hasil panen. Kemudian, besaran pajak yang harus dibayar untuk ladang kelas II adalah 1/3 dari hasil. Dan yang terakhir, untuk ladang kelas III harus membayar pajak sebesar 1/4 dari hasil panen.
c. Pembayaran sewa menggunakan uang tunai
Hal ini berbeda dengan ketentuan pada zaman penjajahan sebelumnya yang dapat membayar pajak menggunakan hasil bumi. Dengan menggunakan uang tunai, maka tolok ukur menjadi lebih jelas.
d. Penduduk yang tidak punya tanah akan dikenakan pajak kepala
Sayang sekali untuk ketentuan yang satu ini tidak banyak sumber yang menjelaskan lebih lanjut. Akan tetapi intinya adalah meski tidak memiliki tanah, rakyat tetap harus membayar pajak.
Baca juga: Peninggalan Bersejarah yang Membuktikan Keberadaan Kerajaan Pajajaran
Kegagalan Sistem Sewa Tanah
Sumber: Wikimedia Commons
Walaupun sudah dirancang sedemikian rupa dan terlihat menguntungkan rakyat, namun sistem ini tidak berjalan seperti yang diharapkan. Beberapa kelemahan dari sistem sewa tanah adalah sebagai berikut.
1. Penerapan Sistem Tidak Berjalan dengan Baik
Pada masa penjajahan Belanda, para penguasa daerah bisa dibilang merupakan kaki tangan dari pemerintah untuk mengumpulkan upeti dari rakyat. Apabila hasil panen rakyat melebihi dari yang telah ditentukan, biasanya tidak akan kembali pada petani lagi. Akan tetapi, kebanyakan akan masuk ke kantong para perjabat tersebut.
Nah, Raffles mengubah sistem ini. Ia ingin meminimalisir keterlibatan para penguasa. Salah satu caranya adalah dengan memberikan tugas penarikan upeti atau pajak kepada pegawai yang berasal dari Eropa. Bahkan, dirinya juga berencana untuk menghapuskan jabatan bupati.
Di satu sisi, ini adalah hal yang baik. Namun di sisi lain, kebijakan ini menimbulkan keresahan untuk para bupati. Karena selain sumber penghasilan berkurang, mereka juga terancam kehilangan jabatan.
Selain itu, sistem pengumpulan pajak menjadi kacau. Hal tersebut dikarenakan tidak banyak pegawai yang memahami pekerjaan mereka karena kurangnya pengalaman.
Raffles memang tidak menyukai para penguasa daerah yang korupsi dan hanya memanfaatkan hasil panen rakyat untuk kepentingan sendiri. Namun yang meleset dari pemikirannya adalah kalau ternyata para pegawainya juga melakukan tindakan serupa.
2. Kesulitan untuk Mengumpulkan Pajak
Selanjutnya pada masa pendudukan, upeti yang dikumpulkan kepada VOC biasanya merupakan pajak kolektif desa, bukan perorangan. Jadi, kepala desalah yang menentukan besarnya pajak yang harus dibayar tiap petani. Inilah yang menjadi salah satu faktor mengapa para kepala desa bisa sewenang-wenang dan rakyat dirugikan.
Raffles menghapuskan sistem tersebut dan menetapkan langsung pajak perorangan. Niat awalnya memang baik supaya tidak ada pungutan yang dilebih-lebihkan. Sayangnya, pelaksanaannya banyak terganjal kendala.
Salah satunya adalah tidak adanya standar pengukuran yang jelas untuk menggolongkan kondisi tanah. Dengan kata lain, para pegawai kesusahan menentukan tingkat kesuburan tanah.
Padahal, pengukuran kondisi tanah erat kaitannya dengan pajak yang akan dibayarkan oleh rakyat. Karena bisa saja sebenarnya tanah kondisinya tidak terlalu subur, tapi malah dimasukkan dalam kelas I. Kalau begitu, beban rakyat bukannya menjadi ringan, tetapi malah bertambah.
Selain itu, tidak semua petani memiliki luas sawah atau kebun yang sama. Luas tanah tersebut sedikit banyak berpengaruh terhadap hasil panen yang didapatkan oleh petani.
Faktor lain penyebab kegagalan sistem sewa tanah adalah para petani pada saat itu masih belum mengenal pentingnya uang. Maka dari itu, motivasi untuk meningkatkan produktivitas panen tidak ada.
Baca juga: Informasi tentang Prasasti Bersejarah Peninggalan Kerajaan Sriwijaya yang Perlu Kamu Ketahui
3. Turunnya Komoditas Ekspor
Ketika menjalankan sistem sewa tanah, pemerintah Inggris membebaskan rakyat untuk menanam tanaman untuk diekspor seperti kopi, gula, teh, karet, dan lain-lain. Setelah itu, mereka bisa bebas untuk menjualnya kepada siapa saja.
Namun karena para petani minim pengalaman, perdagangan bebas tersebut tidak bisa berjalan dengan semestinya. Kegiatan ekspor pun menurun drastis dan menyebabkan pendapatan negara menjadi turun.
Pasalnya, para petani kesulitan untuk mencari pembeli sendiri. Maka dari itu, urusan penjualan mereka serahkan kepada kepala desa.
Kalau kejadiannya seperti ini, maka tidak ada bedanya dengan masa penjajahan sebelumnya. Hasil panen milik petani dapat dengan mudah dimanfaatkan oleh para kepala desa.
Ketidakmampuan petani untuk menjual barang dagangannya sendiri tersebut tentu saja berkaitan dengan masa penjajahan sebelumnya. Karena dulu, rakyat hanya mengumpulkan hasil panen lalu pemerintah Belanda yang menjualnya ke luar.
Baca juga: Ulasan tentang Raden Patah, Sang Pendiri Kerajaan Demak yang Masih Keturunan Ningrat
Sudah Puas Menyimak Ulasan tentang Sistem Sewa Tanah Ini?
Itulah tadi ulasan mengenai pemberlakuan sistem Laundrente pada masa pendudukan Inggris yang dapat kamu baca di PosKata. Bagaimana? Semoga pertanyaan-pertanyaanmu dapat terjawab setelah menyimak artikel di atas, ya!
Tak hanya soal penjajahan, kamu juga dapat menyimak ulasan tentang kerajaan-kerajaan yang pernah ada di Indonesia di sini, lho. Baik itu kerajaan yang bercorak Hindu-Buddha, maupun Islam. Baca terus, yuk!