Apakah kamu sedang mencari informasi lengkap seputar raja-raja yang pernah menjadi pemimpin Kerajaan Ternate? Kalau iya, pas banget, nih, karena kamu bisa menyimak ulasannya di sini. Yuk, langsung saja disimak!
Kerajaan Ternate merupakan salah satu kerajaan Islam terbesar di daerah Indonesia bagian timur. Pada mulanya, kerajaan tersebut bukanlah kerajaan Islam. Namun kemudian berganti menjadi bercorak Islam ketika Sultan Zainal Abidin naik tahta untuk meneruskan silsilah pemimpin Kerajaan Ternate pada tahun 1486.
Sebenarnya, kerajaan ini didirikan pada tahun 1257 oleh Baab Mashur Malamo dengan nama Gapi. Pada waktu itu, pusat pemerintahannya berada di Ternate, sehingga kemudian lebih dikenal sebagai Kerajaan Ternate. Sayangnya, informasi mengenai raja-raja yang memimpin kerajaan sebelum memeluk Islam sangat terbatas.
Maka dari itu, di artikel ini akan lebih fokus membahas pada raja-raja sesudah memeluk Islam. Sepertinya kamu sudah penasaran dan tidak sabar untuk segera menyimak ulasan lengkapnya, ya? Kalau begitu, tunggu apalagi? Kamu bisa langsung membacanya di bawah ini.
Silsilah Raja-Raya yang Pernah Menjadi Pemimpin Kerajaan Islam Ternate
Adapun, nama dari raja-raja yang pernah menjabat sebagai penguasa Kerajaan Ternate adalah sebagai berikut:
1. Sultan Zainal Abidin
Pemimpin Kerajaan Ternate pertama yang akan diulik pada artikel ini adalah Sultan Zainal Abidin. Ia merupakan anak dari Kolano Marhum, pemimpin kerajaan sebelumnya.
Ia resmi dinobatkan pada tahun 1486 Masehi. Pada waktu itu, gelarnya masih memakai Kolano atau raja, bukan sultan.
Jika dilihat dari urutannya, Sultan Zainal Abidin menempati urutan ke-18 dalam daftar silsilah raja-raja Kerajaan Ternate. Akan tetapi nantinya, ia menjadi sultan pertama setelah kerajaan berubah menjadi bercorak Islam.
Sebelum menjadi pemimpin, sang kolano diketahui memang sudah belajar agama Islam sejak masih muda. Hal itu juga dipengaruhi ayah dan beberapa keluarga lainnya yang menjadi pemeluk Islam atau mualaf.
Zainal Abidin muda mendapatkan pelajaran tentang agama tersebut melalui seorang ulama dari Jawa yang bernama Datu Maulana Hussein. Diketahui, sang ulama tidak hanya memiliki pengetahuan yang luas, tetapi juga lihai membuat kaligrafi.
Pergi ke Pulau Jawa
Beberapa tahun setelah menjadi seorang pemimpin, ia kemudian memutuskan pergi ke Pulau Jawa untuk semakin mendalami agama Islam. Peristiwa ini terjadi sekitar tahun 1494-an Masehi.
Dalam buku yang ditulis oleh M Adnan Amal yang berjudul Kepulauan Rempah-Rempah, di situ disebutkan bahwa Zainal Abidin belajar di pesantren milik Sunan Giri. Sang sunan adalah salah satu dari Walisongo atau penyebar agama Islam nusantara yang menetap di daerah Gresik, Jawa Timur.
Oleh orang-orang di wilayah tersebut, pemimpin dari Kerajaan Ternate ini dipanggil Raja Bulawa yang artinya adalah raja cengkih. Pasalnya, ia membawa cengkih dari kerajaannya sebagai hadiah untuk para ulama di sini.
Pemimpin dari Kerajaan Ternate ini menetap di Jawa sekitar tiga bulan. Konon, kedatangannya ke Gresik bukanlah semata-mata untuk belajar agama saja. Namun, itu adalah sebagai salah satu usahanya untuk mengeratkan hubungan dengan Gresik yang sudah terjalin dengan baik.
Kembali ke Kerajaan Ternate dan Mengubahnya menjadi Bercorak Islam
Kolano Zainal Abidin kembali ke kerajaan dengan membawa serta ulama-ulama dari Jawa untuk menyebarkan agama Islam di wilayahnya. Salah satu ulama yang turut serta adalah Tuhubahanul. Ia nantinya yang membantu sang raja untuk mengejar agama dan juga kebudayaan Islam.
Nah pada saat inilah, ia mengubah kerajaan menjadi bercorak Islam. Selain itu, ia juga mengganti gelarnya yang semula kolano menjadi sultan.
Sultan Zainal Abidin kemudian menjalankan ajaran syariat Islam yang kemudian menjadi hukum yang berlaku wilayah Kerajaan Ternate. Untuk membantu mengatur dan mengawasi pelaksanaan hukum tersebut, ia membentuk sebuah lembaga yang bernama Bobato.
Selain itu, ia juga mendirikan sebuah pesantren yang digunakan sebagai pusat pengajaran agama Islam. Yang mengajar tentu saja adalah ulama-ulama murid Sunan Giri yang turut serta datang ke Ternate.
Sang sultan cukup lama memimpin kerajaan tersebut, yaitu sekitar 14 tahun. Ia meninggal dunia pada tahun 1500 Masehi dan menurunkan kepemimpinan kepada anak lelakinya.
Baca juga: Ulasan Lengkap Silsilah Raja-Raja yang Memerintah Kerajaan Majapahit
2. Sultan Bayanullah
Penerus silsilah raja-raja yang menduduki tahta Kerajaan Islam Ternate adalah Sultan Bayanullah. Ia adalah anak pertama mendiang sultan yang sebelumnya.
Pemimpin yang semasa mudanya dikenal sebagai Kaicil Leliatur tersebut meneruskan kebijakan ayahnya untuk menyebarkan agama Islam. Sebuah hal yang tidak mengherankan karena ia memang dididik di lingkungan Islam yang cukup ketat.
Sultan yang baru merupakan orang yang tangguh, bijaksana, baik, dan taat beragama. Ia juga dikenal suka belajar, terutama mengenai strategi-strategi perang, pembangunan sarana prasarana, dan tentang persenjataan. Hal tersebut banyak dipelajarinya dari negara-negara asing.
Di mata pedagang-pedagang luar yang datang ke sini, Sultan Bayanullah adalah sosok yang begitu dihormati dan disegani. Ia adalah sosok yang benar-benar memiliki integritas.
Semakin Menancapkan Ajaran Islam di Wilayah Kepemimpinan
Pada era pemerintahannya, Sultan Bayanullah mengesahkan syariat Islam sebagai dasar hukum yang mengikat seluruh penduduk di wilayah Kerajaan Ternate. Salah satu kebijakan yang diambilnya adalah mewajibkan seluruh rakyat untuk mengenakan pakaian yang menutup aurat. Hal ini tidak hanya berlaku untuk wanita, tetapi juga pria.
Pada waktu itu, memiliki beberapa selir adalah hal yang lumrah bagi petinggi maupun pejabat kerajaan. Namun, hal ini rupanya tidak berlaku dan berkenan di hati sang sultan.
Ia dengan tegas menolak praktik tersebut dan menganggapnya sebagai sebuah kemunduran. Peraturan-peraturan yang dibuat pada waktu itu benar-benar tidak memiliki celah untuk orang yang akan poligami.
Bahkan, pejabat yang ketahuan memiliki selir atau gundik akan langsung dipecat. Maka dari itu, pemimpin yang juga dikenal sebagai Sultan Bolief tersebut menjadi pelopor anti-poligami.
Sesuai dengan peraturan yang ditetapkan, sultan yang masuk ke daftar silsilah penerus Kerajaan Islam ternate ke-19 ini semasa hidupnya hanya memiliki seorang istri. Namanya adalah Nyai Cili Boki Nukila.
Masih terkait soal pernikahan, sang sultan juga memberi kebijakan supaya pengantin wanita untuk tidak meminta uang mahar yang terlampau besar. Pada waktu itu, praktiknya memang pihak laki-laki biasanya dimintai uang yang sangat besar jumlah jika ingin meminang seseorang.
Kedatangan Portugis untuk Pertama Kali
Di masa pemerintahannya pula, bangsa Portugis datang pertama kali ke wilayah Maluku. Armada asing tersebut dipimpin oleh Fransisco Serrao dan mendarat pada tahun 1511.
Pada awalnya, kedatangan mereka adalah untuk berdagang. Maka dari itu, Sultan Bayanullah menyambutnya dengan baik. Hubungan kedua pemimpin ini kemudian terjalin dengan sangat erat.
Sang sultan tercatat memberikan hak-hak istimewa dalam perdagangan kepada bangsa asing terebut. Bahkan, ia mengangkat Serrao sebagai penasihat kesultanan.
Keputusan inilah yang nantinya membuka celah bagi Portugis untuk ikut campur tangan dan mengacaukan pemerintahan penerusnya. Sementara itu, Sultan Bayanullah diketahui meninggal dunia pada tahun 1522.
Baca juga: Dapunta Hyang Sri Jayanasa, Sosok Pendiri Kerajaan Sriwijaya
3. Sultan Hidayatullah
Ketika meninggal dunia, Sultan Bayanullah meninggalkan pewaris kerajaan yang usianya masih sangat belia. Namanya adalah Dayalu atau Hidayatullah. Usianya saat itu masih berumur enam tahun ketika diangkat menjadi raja pada tahun 1522.
Penerus silsilah raja-raja Kerajaan Islam Ternate yang ke-20 ini merupakan anak tertua dari pasangan Sultan Bayanullah dan Nyai Nukila. Ibunya adalah putri dari Sultan Almansur yang merupakan pemimpin Kerajaan Tidore.
Karena waktu itu Hidayatullah masih belum cukup umur, untuk sementara pemerintahan kerajaan akan dipegang oleh sang ibu dengan dibantu pamannya, yaitu Pangeran Taruwase. Kepemimpinan nanti akan diserahkan kepadanya setelah menginjak dewasa.
Lalu pada tahun 1526, Sultan Almansur meninggal dunia sehingga kepemimpinan Kerajaan Tidore mengalami kekosongan. Yang ditunjunk oleh mendiang sultan menjadi pewarisnya adalah Hidayatullah. Dari situlah, timbul pemikiran Sultanah Nukila untuk menggabungkan kedua kerajaan ini.
Sayangnya, keputusan tersebut sangat tidak disukai oleh Portugis. Pasalnya, kalau kedua kerajaan bergabumg, mereka akan lebih kesulitan untuk menguasai wilayah Malaku.
Pihak Portugis kemudian mencari cara untuk menggagalkan rencana penyatuan Kerajaan Ternate dan Tidore. Mereka kemudian menghasut Pangeran Taruwase untuk menentang keputusan kakaknya. Jika nantinya berhasil, sang pangeran diming-imingi tahta Kerajaan Ternate.
Pangeran Taruwase terbujuk dan akhirnya bersekutu dengan Portugis. Maka dari itu, meletuslah perang saudara di kerajaan tersebut.
Sultan Hidayatullah yang pada waktu itu masih remaja turut serta dalam peperangan. Pertarungan antara kubu pendukung sultan dengan Pangeran Taruwase yang terjadi sekitar tahun 1529 ini berlangsung dengan sengit.
Sayang sekali, sang sultan muda tewas dalam peperangan tersebut. Peperangan pun dimenangkan oleh pihak Pangeran Taruwase yang didukung oleh Portugis.
Menariknya, kemenangan itu tidak berlangsung lama. Pada tanggal 31 Oktober 1529, Pangeran Taruwase tewas dalam sebuah pemberontakan.
4. Sultan Abu Hayat II
Sultan Hidayatullah meninggal dunia saat usinya masih sangat muda. Tentu saja, ia juga tidak memiliki keturunan. Maka dari itu, yang meneruskan silsilah pemimpin Kerajaan Ternate selanjutnya adalah Sultan Abu Hayat II.
Ia merupakan adik kandung dari sang mendiang sultan. Kerajaan Ternate resmi dipimpin olehnya pada tahun 1529.
Rupanya, kematian sang kakak menimbulkan kebencian kepada Portugis yang teramat dalam. Mereka tidak hanya membuat kakaknya tewas, tetapi sering mencampuri urusan kerajaan sehingga menjadi semakin runyam.
Karena hal tersebut, Sultan Abu Hayat II sering terlibat konflik dengan Portugis. Hingga kemudian di tahun 1531, sang sultan dituduh telah mendalangi pembunuhan terhadap Gubernur Jenderal Portugis, Gonzalo Pereira.
Entah itu sebuah kebenaran atau tidak, tapi Sultan Abu Hayat ditangkap dan dipenjara oleh pihak Portugis. Setelah beberapa waktu, ia sempat dibebaskan.
Namun kemudian, sang sultan ditangkap kembali lalu dibuang ke Malaka. Ia meninggal dalam pengasingan itu setahun kemudian.
Baca juga: Nama Para Raja yang Pernah Memerintah Kerajaan Kutai
5. Sultan Tabariji
Selanjutnya, yang menjadi pengisi daftar silsilah raja-raja Kerajaan Ternate Islam ke-22 adalah Sultan Tabariji. Ia merupakan adik tiri dari Sultan Abu Hayat. Diketahui, keduanya memiliki ayah yang sama, tapi beda ibu.
Tabariji resmi dinobatkan menjadi pemimpin kerajaan tersebut pada tahun 1533. Usianya juga masih sangat muda waktu itu, yaitu 15 tahun. Ia diangkat oleh Portugis setelah penjajah itu berhasil menyingkirkan kakaknya.
Pada awalnya, Portugis mungkin berpikiran kalau sultan muda itu mudah untuk disetir. Namun faktanya, ia juga memiliki keberanian seperti kakaknya.
Karena sering bertengkar dan menunjukkan ketidaksukaannya, Sultan Tabariji difitnah oleh Portugis dengan tuduhan melakukan persengkongkolan. Hal itu kemudian membuatnya dibuang oleh Portugis ke Goa, India.
Pada waktu itu, pengaruh dari Portugis sangatlah kuat. Mereka bisa dengan mudahnya untuk menyingkirkan pemimpin yang menjegal kepentingan mereka.
Rumor tentang Perpindahan Agama Hingga Akhir Hayatnya
Ketika sang sultan diasingkan, pihak Portugis mengangkat Khairun Jamil sebagai pemimpin Kerajaan Ternate. Penobatan itu terjadi pada tahun 1534.
Sementara itu dipengasingan, konon Sultan Tabariji dipaksa untuk masuk Kristen oleh Portugis kalau ingin kembali ke Ternate. Tak hanya kembali, tahta kerajaan nanti juga akan dikembalikan padanya.
Untuk sementara waktu, ia juga harus menyerahkan beberapa wilayah penting kepada Portugis. Wilayah-wilayah itu adalah Buru, Seram, dan Ambon. Karena sangat ingin kembali ke kampung halaman, ia pun terpaksa menyetujuinya.
Akan tetapi menurut sumber lainnya, Sultan Tabariji masuk Kristen karena keinganan pribadi, bukan paksaan. Ketika sedang di India itu, ia bertemu dengan Jordai de Freytas. Bangsawan Portugis tersebut menyarankan sang sultan untuk masuk Kristen untuk menampik tuduhan atas persengkongkolan jahat yang didalanginya.
Keputusannya untuk berpindah agama itu rupanya membuat Raja Portugis menjadi simpati. Karena itu, ia akhirnya dipulangkan dan dipulihkan jabatannya.
Di lain sisi, rakyat Ternate yang mendengar kabar tersebut merasa tidak suka dan marah. Mereka tidak mau dipimpin oleh pemimpin yang sudah berpindah agama.
Bersama dengan Sultan Khairun Jamil, rakyat merapatkan barisan untuk menolak kedatangan Tabariji. Namun pada akhirnya, sultan yang tertolak itu tidak pernah lagi menginjakkan ke Ternate hidup-hidup. Hal itu dikarenakan ia meninggal dunia dalam perjalan pulang setelah berhenti sejenak di Malaka.
Baca juga: Informasi Lengkap tentang Ken Arok, Sang Pendiri Kerajaan Singasari yang Punya Masa Lalu Kelam
6. Sultan Khairun Jamil
Seperti yang sudah kamu baca di atas, Sultan Khairun Jamil naik tahta pada tahun 1534. Pemimpin yang baru ini juga merupakan anak dari Sultan Bayanullah. Yang berarti, ia adalah saudara kandung dari Abu Hayat II.
Menurut catatan sumber sejarah, penerus silsilah raja-raja Kerajaan Ternate ke-23 ini juga naik tahta ketika usianya masih muda. Selama memimpin, ia dikenal sebagai orang yang tegas, pemberani, dan orang yang menjunjung tinggi toleransi.
Salah satu bukti dari sifatnya yang menjunjung tinggi toleransi adalah ketika misionaris yang bernama Santo Fransikus Xaverius datang ke Ternate pada tahun 1546. Ia dengan terbuka menerimanya untuk menyebarkan ajaran agama Kristen Katholik di wilayahnya.
Namun syarat yang harus dipenuhi adalah Santo Fransiskus Asisi hanya boleh melakukan misinya kepada orang yang masih menganut kepercayaan animisme. Ia tidak boleh membujuk orang yang beragama muslim untuk pindah.
Ketika naik tahta, Sultan Kahirun Jamil pun dianggap remeh oleh Portugis karena usianya dan kurangnya pengalaman dalam pemerintahnya. Mereka berpikir kalau sultan baru ini juga mudah dipengaruhi. Namun lagi-lagi, pemikiran bangsa penjajah itu meleset.
Pemimpin yang juga disebut Sultan Hairun ini juga tidak menyukai Portugis dan merupakan lawan yang tangguh. Ia juga sangat tidak menyukai tindakan bangsa penjajah itu.
Namun pada awal masa pemerintahan, ia berusaha menolerir mereka dan diam-diam menghimpun kekuatan untuk melawan. Karena kalau bertindak ceroboh, ia pasti akan bernasib sama dengan saudara-saudaranya. Karena pada saat itu, kedudukan Portugis masih sangatlah kuat.
Usaha Melawan Portugis
Penerus silsilah raja-raja yang memimpin di Kerajaan Islam ternate ini berhasil menghimpun dukungan dari luar. Salah satunya adalah dengan menjalin kerjasama dengan Kesultanan Aceh.
Dari hubungannya dengan kesultanan tersebut, ia dapat berhubungan dengan kekaisaran Turki yang juga tidak menyukai Portugis. Lewat kekaisaran tersebut, Kerajaan Ternate mendapatkan bantuan berupa meriam dan senjata-senjata untuk pertempuran yang lain.
Puncak kemarahan Sultan Khairun jamil terhadap Portugis terjadi ketika bangsa penjajah itu menggunakan agama untuk mengadu domba. Portugis memaksa sejumlah kerajaan kecil yang beragama muslim untuk berpindah agama dan kemudian menentang Ternate.
Maka dari itu, pada tahun 1558 ia menyatakan perang terhadap Portugis secara terang-terangan. Benteng-benteng milik Portugis di wilayah Ternate pun dikepung. Tak hanya itu saja, pasukan-pasukannya yang berada di luar wilayah juga diserang.
Sang sultan bekerja sama dengan Demak dan Aceh untuk menggempur pertahanan Portugis di Malaka. Selain itu, ia juga menyuruh anaknya yang bernama Pangeran Laulata untuk menundukkan pasukan Portugis di Ambon.
Baca juga: Informasi Lengkap Mengenai Silsilah Raja-Raja yang Memimpin Mataram Kuno
Kisah Sang Sultan yang Berakhir dengan Tragis
Usaha-usaha yang dilakukan selama beratahun-tahun tersebut rupanya berhasil. Kerajaan Ternate berhasil membuat Portugis bertekuk lutut dan memilih jalan damai pada tahun 1569. Sang sultan tentu saja menyambut baik hal tersebut.
Bangsa Portugis masih tetap boleh berdagang di wilayah Kerajaan Ternate. Akan tetapi, semua hak istimewa yang dipunyai dicabut saat itu juga.
Untuk sementara waktu, keadaan menjadi lebih kondusif. Gereja-geraja juga sudah mulai dibuka dan diperbolehkan menjalankan aktivitas. Namun, Portugis yang licik diam-diam memanfaatkan hal itu untuk menyusun rencana dan menyingkirkan sang sultan.
Pada tanggal 25 Februari 1570, Portugis menjalankan rencana busuknya. Sang Gubernur, yaitu Lopes de Mesquita berhasil menjebak Sultan Khairun Jamil untuk datang ke bentengnya. Sang sultan yang pada waktu itu tidak berpikiran buruk hanya datang dengan beberapa pengawal saja.
Naas sekali, sesampainya di sana, ia bersama beberapa pengawalnya langsung dibunuh. Tidak berhenti di situ saja, tubuh sang sultan kemudian ditenggelamkan ke laut.
Portugis berharap dengan adanya kejadian ini, kerajaan akan menjadi tercerai berai. Namun yang terjadi adalah kematian sang sultan tambah mengobarkan api kebencian di dalam diri para rakyat. Mereka semakin bahu membahu untuk mengusir mereka.
Baca juga: Kisah Lengkap tentang Sultan Maulana Hasanuddin, Sang Pendiri Kerajaan Banten
7. Sultan Baabullah Datu Syah
Sepeninggal Sultan Khairun Jamil, tahta Kerajaan Islam Ternate kemudian jatuh ke tangan Baabullah Datu Syah. Ia adalah anak lelaki sang sultan dengan permaisurinya yang bernama Boki Tanjung. Ibunya tersebut merupakan anak dari pemimpin Kerajaan Bacan yang bernama Sultan Alauddin I.
Penerus silsilah Kerajaan Ternate yang ke-24 ini memiliki sifat yang tidak beda jauh dari ayahnya. Sejak kecil ia digembleng dengan pendidikan keagamaan. Bahkan, ia juga diajari untuk menyampaikan dakwah.
Selain itu, ia juga adalah orang yang tangguh dan pemberani. Bahkan, ia pernah bersama dengan ayahnya ketika menjalani pengasingan sementara di Goa, India. Peristiwa itu terjadi sekitar tahun 1545-an.
Sultan yang semasa mudanya dipanggil Kaicili Baab ini resmi dinobatkan menjadi sultan pada tahun 1570. Pengangkatannya sebagai pemimpin merupakan hasil dari keputusan para dewa diraja Ternate yang terdiri dari para kaicili dan sangaji atau penguasa daerah.
Tak lama setelah itu, sang sultan kemudian menyerukan permusuhan kepada Portugis di seluruh wilayah, tanpa terkecuali. Ia kemudian menggalang kekuatan dan menyusun strategi untuk menyerang Portugis.
Supaya posisinya semakin kuat, Sultan Baabullah menikah dengan salah satu putri dari Sultan Tidore. Selain itu, ia juga menghimpun kekuatan dari beberapa kerajaan lain. Dari situ, ia mendapatkan dukungan dari panglima perang yang sangat kuat, yaitu Sultan Jailolo, Kapita Kapalaya, Kapita Rubohongi, dan Kapit Kalasinka.
Sebagai langkah awal, raja yang paling terkenal di daftar silsilah penerus Kerajaan Ternate ini kemudian menyuruh pasukannya untuk menangkap Lopes de Mesquita dan mengadilinya. Setelah itu, ia merobohkan benteng-benteng Portugis seperti Tolucco, Santa Lucia, dan Santo Pedro.
Pasukan Ternate kemudian mengepung satu-satunya benteng pertahan yang masih tersisa, yaitu Sao Joao Baptista. Benteng tersebut diputus aksesnya dari dunia luar sehingga menjadi terisolasi. Pasokan bahan makanan sangat dibatasi sehingga tidak akan cukup untuk memberi makan orang-orang di dalam benteng.
Meraih Kemenangan
Portugis semakin lama semakin terdesak. Ruang geraknya dibatasi dan beberapa wilayah kekuasannya sudah diambil alih lagi oleh Kerajaan Ternate. Kemudian pada tahun 1575, Sultan Baabullah memberikan penawaran kepada mereka.
Mereka semua akan dibebaskan dengan syarat harus mau segera meninggalkan Ternate. Sang sultan masih berbaik hati karena mereka disediakan kapal dan pasokan makanan untuk pergi ke Ambon.
Akhirnya, orang-orang Portugis itu menyerah dan memilih untuk pergi dari Ternate. Sultan Baabullah juga memenuhi janjinya untuk menyediakan segala sesuatu dan tidak menyakiti mereka.
Setelah semuanya selesai, sang sultan kemudian mengambil alih Benteng Sao Joao Baptista. Ia memperkuat pertahanan benteng itu dan dijadikan sebagai istana.
Di bawah pemerintahannya, Kerajaan Islam Ternate kemudian mencapai puncak kejayaaan. Jalur perdagangan internasional mulai ramai kembali. Tidak ada lagi hak istimewa untuk pedagang asing, mereka semua diperlakukan dengan sama.
Harga cengkih kemudian melambung tinggi. Hal tersebut kemudian membuat kerajaan tersebut memiliki pengaruh yang kuat dalam perdagangan rempah-rempah.
Penerus silsilah Kerajaan Ternate itu juga semakin mempererat hubungan dengan orang berpengaruh dan kerajaan-kerajaan lain di luar Maluku. Contohnya adalah menjalin hubungan dengan ulama-ulama di pesisir Pantai Utara Jawa dan bersahabat dengan Kerajaan Gowa.
Namun sayang sekali, di balik kejayaannya itu, hubungan Kerajaan Ternate dan Tidore malah memburuk. Untuk mengusir penjajah kedua kerajaan itu memang bersatu. Tapi setelah semuanya selesai, keduanya kembali bermusuhan.
Sultan Baabullah meninggal sekitar bulan Juli pada tahun 1583. Hal itu berarti, ia memerintah Kerajaan Ternate selama tiga belas tahun lamanya.
Baca juga: Informasi Lengkap tentang Silsilah Raja-Raja yang Memerintah Kerajaan Mataram Islam
Menambah Wawasan dengan Membaca Silsilah Raja-Raja yang Pernah Memimpin Kerajaan Islam Ternate
Itulah tadi ulasan lengkap tentang raja-raja yang masuk ke dalam silsilah penerus Kerajaan Islam Ternate. Bagaimana? Apakah sudah memuaskan rasa penasaranmu? Semoga saja iya.
Nah, gimana kalau kamu ingin menyimak ulasan serupa tentang kerajaan-kerajaan lain di nusantara? Nggak perlu bingung mencarinya ke mana-mana lagi karena kamu dapat menemukannya di sini.
Tidak hanya kerajaan bercorak Islam saja, kok, tetapi ada juga kerajaan yang bercorak Hindu maupun Buddha. Contohnya ada Kerajaan Singasari, Majapahit, Mataram Kuno, dan masih banyak lagi. Yuk, baca terus PosKata!