
Informasi tentang silsilah raja-raja yang menduduki tahta Kerajaan Banjar memang menarik untuk diikuti. Apabila kamu juga tertarik, ulasan lengkapnya bisa kamu simak di bawah ini, ya!
Setiap kerajaan pasti memiliki detail silsilah mengenai raja-raja yang pernah berkuasa, begitu pula dengan Kerajaan Banjar. Kerajaan yang bercorak Islam pertama di Pulau Kalimantan ini didirikan oleh Sultan Suriansyah atau yang juga dikenal sebagai Suryanullah pada tahun 1520.
Nah, kamu mungkin pernah mendengar tentang Pangeran Antasari, kan? Salah satu Pahlawan Nasional yang berjasa besar dalam melawan Belanda ini juga merupakan pemimpin kerajaan tersebut, lho.
Kamu sepertinya sudah penasaran dan tidak sabar ingin segera menyimak ulasan lengkap mengenai silsilah para raja di Kerajaan Banjar ini, ya? Daripada kebanyakan basa-basi, langsung saja cek selengkapnya berikut ini, yuk!
Silsilah Nama Raja-Raja yang Pernah Memimpin Kerajaan Banjar
Berikut ini adalah nama-nama para raja yang pernah menjadi penguasa Kerajaan Banjar. Namun karena informasinya cukup banyak, maka akan dibagi ke dalam beberapa periode.
1. Sultan Suryanullah
Sumber: Wikimedia Commons
Pendiri sekaligus raja pertama Kerajaan Banjar yang terletak di Kalimantan Selatan ini adalah Sultan Suryanullah. Ia resmi dinobatkan menjadi raja pada tahun 1520 Masehi.
Sultan yang memiliki nama asli Raden Samudera ini adalah anak dari Putri Galuh Intansari. Sang ibu merupakan anak perempuan dari Maharaja Sukarama, raja dari Kerajaan Dipa.
Sementara itu, ayahnya yang bernama Raden Mantri Alit. Ia adalah anak dari Raden Begawan, saudara dari Maharaja Sukarama.
Pada saat itu, kakeknya sakit keras dan hendak memilih orang yang tepat untuk menggantikan posisinya. Syarat untuk menjadi penerus tahta Kerajaan Dipa adalah anak laki-laki pertama dan memiliki ibu yang berdarah raja.
Nah, Raden Samudera memenuhi kriteria tersebut. Maka dari itu, sang kakek menunjuknya menjadi penerus tahta selanjutnya. Namun rupanya, keputusan tersebut tidak dapat diterima oleh paman-pamannya, yaitu Pangeran Mangkubumi, Pangeran Tumenggung, dan Bagalung.
Maharaja Sukarama tidak dapat memilih di antara ketiga putranya karena mereka tidak memenuhi syarat. Hal itu dikarenakan tidak ada satupun istrinya yang memiliki darah keturunan raja.
Meskipun ditolak mentah-mentah oleh ketiga pamannya, wasiat sang kakek tetaplah berlaku. Raden Samudera ditetapkan menjadi pewaris Kerajaan Dipa Selanjutnya.
Mendirikan Banjar
Ketika Maharaja Sukarama meninggal dunia, usia Raden Samudera masih sangat muda. Untuk sementara, pemerintahan dipegang oleh Pangeran Mangkubumi sampai sang raden dewasa nanti.
Setelah beberapa tahun menjadi wali, Pangeran Mangkubumi dibunuh pengawalnya sendiri yang dihasut oleh Pangeran Tumenggung. Setelah itu, kerajaan pun diambil alih.
Sementara itu, Raden Samudera pergi dari kerajaan dan sampailah ke sebuah daerah bernama Banjar. Ia bertemu dengan Patih Masih, tetua daerah tersebut. Setelah itu, dirinya menyamar sebagai nelayan.
Tak berapa lama kemudian, Pangeran Tumenggung mengetahui hal tersebut dan berniat menyerang Banjar. Untuk menghadapi situasi ini, Patih Masih menyarankan Raden Samudera untuk minta bantuan Demak.
Kerajaan yang dipimpin oleh Sultan Trenggono itu mau membantu, asalkan nanti sang pemimpin dan rakyatnya harus masuk Islam. Setelah dipikirkan dengan seksama, syarat tersebut disetujui.
Ketika Pangeran Tumenggung menyerang, Raden Samudera yang dibantu oleh pasukan Kerajaan Demak berhasil menghadapinya. Bahkan, ia dapat mengalahkan pamannya itu dan berhasil merebut kembali Kerajaan Dipa. Selanjutnya, daerah Kerajaan Dipa dan Banjar kemudian disatukan.
Pada masa pemerintahannya, Raden Samudera yang bergelar Pangeran Suriansyah menunjuk Patih Masih sebagai mangkubumi. Jabatan mangkubumi memang diisi oleh rakyat biasa yang dianggap berjasa terhadap kerajaan.
Pada tanggal 24 September 1526, Sultan Suriansyah baru resmi menjadi seorang mualaf atau memeluk Islam. Ia kemudian mendapatkan gelar Suryanullah yang berarti matahari Alllah. Sejak saat itu, para penerusnya nanti memiliki gelar yang berakhiran -Allah.
Baca juga: Nama Para Raja yang Pernah Memerintah Kerajaan Kutai
2. Sultan Rahmatullah
Pengisi daftar silsilah raja-raja Kerajaan Banjar selanjutnya adalah Sultan Rahmatullah. Anak lelaki tertua mendiang Sultan Suryanullah tersebut naik tahta pada tahun 1540 Masehi.
Tidak banyak informasi yang dapat diulas dari Sultan Rahmatullah. Yang jelas, ia cukup lama memimpin, yaitu selama 30 tahun. Dalam mengurus pemerintahan, ia dibantu oleh Aria Taranggana yang menjabat sebagai mangkubumi.
Selanjutnya, diketahui sang sultan memiliki seorang adik yang bernama Pangeran Anom. Jabatannya pada saat itu adalah sebagai seorang adipati.
Mengenai siapa nama istri-istri Sultan Rahmatullah juga tidak ada sumber jelas yang menuliskannya. Namun menurut beberapa sumber, ia memiliki tiga orang anak laki-laki. Mereka adalah Pangeran Demang, Pangeran Hidayatullah, dan Raden Zakaria.
3. Sultan Hidayatullah I
Selanjutnya, yang menduduki urutan ketiga dalam silsilah penerus Kerajaan Banjar adalah Sultan Hidayatullah I. Ia resmi dinobatkan menjadi pemimpin pada tahun 1570 Masehi. Dalam memimpin, ia dibantu oleh seorang mangkubumi yang bernama Kiai Anggadipa.
Semasa hidup, putra tertua dari Sultan Rahmatullah ini memang dikenal religius. Tak hanya memperdalam agama saja, ia juga banyak membangun masjid dan langgar hingga sampai ke pelosok-pelosok desa.
Keadaan ekonomi di masa pemerintahannya bisa dibilang cukup baik. Terutama perdagangan ladanya yang semakin lama semakin berkembang.
Hanya saja, pada era kepemimpinannya ini pula terjadi sebuah konflik yang cukup rumit dan mengakibatkan pertumpahan darah. Konflik politik tersebut melibatkan etnis Biaju yang pada saat itu sedang mendominasi dengan etnis Banjar.
Menurut sumber sejarah yang tertulis, sultan ketiga Kerajaan Banjar tersebut memiliki tiga orang istri. Yang pertama adalah Putri Nur Alam binti Pangeran Di-Laut.
Sementara itu, kedua istrinya yang lain tidak disebutkan namanya. Hanya saja, mereka juga merupakan anak dari orang-orang yang berpengaruh. Masing-masing adalah anak dari Tuan Khatib Banun dan Kiai Di-Podok.
Anak-anak dari ketiga pernikahannya itu cukup banyak, yaitu 31 orang. Salah satu puteranya nanti yang bernama Raden Senapati akan mewarisi tahta kerajaan.
Baca juga: Ulasan tentang Raden Patah, Sang Pendiri Kerajaan Demak yang Masih Keturunan Ningrat
4. Sultan Mustain Billah
Pada tahun 1595, Pangeran Senapati naik tahta menggantikan Sultan Hidayatullah. Gelarnya adalah Sultan Musta’ainu-Billah. Pemerintahannya berlangsung cukup lama, yaitu sampai tahun 1642. Di bawah kekuasaannya ini, Kerajaan Banjar mencapai puncak kejayaan.
Selama memimpin kerajaan, ia juga dibantu oleh mangkubumi. Yang pertama adalah Kiai Jayanegara. Setelah sang kiai wafat, ia kemudian digantikan oleh Tumenggung Raksanagara.
Sebenarnya, yang berhak meneruskan silsilah pemimpin Kerajaan Banjar selanjutnya adalah Pangeran Mangkunegara atau Subamanggala. Ia adalah anak dari Putri Nur Alam yang memiliki darah keturunan raja.
Sementara itu, Pangeran Senapati adalah anak Sultan Hidayatullah dengan selirnya, yaitu putri dari Tuan Khatib Banun yang berasal dari etnis Bianju. Meskipun anak sulung, ia sebenarnya tidak bisa mewarisi tahta karena ibunya bukanlah keturunan raja.
Namun seperti yang kamu baca di atas, di masa pemerintahan Sultan Hidayatullah terjadi konflik etnis. Karena etnis Bianju mendominasi, maka Pangeran Senapati-lah yang kemudian lebih didukung untuk menjadi raja selanjutnya.
Sama seperti pendahulu-pendahulunya, Sultan Mustain Billah juga memiliki beberapa istri. Permaisurinya yang pertama bernama Putri Juluk. Dari pernikahan tersebut, pasangan ini dianugerahi lima orang anak.
Sementara itu, ia memiliki tiga orang selir. Namanya adalah Rasmi yang berasal dari Bali, Nyai Biang Lawai dari Biaju, dan yang satu lagi berasal dari Jawa namun tidak diketahui namanya.
Memiliki Hubungan dengan Belanda
Pada awalnya, Kerajaan Banjar dan Belanda memiliki hubungan yang kurang baik. Hal tersebut bermula dari Belanda yang merampok kapal dagang berisi lada milik kerajaan tersebut saat sedang menepi di Pelabuhan Banten.
Selanjutnya, kedua kubu tersebut menjadi saling menyerang satu sama lain. Namun kemudian sekitar tahun 1620-an, Belanda berniat memperbaiki hubungan dengan Kesultanan Banjar dengan harapan bisa memonopoli perdagangan lada di sana.
Keadaan menjadi semakin rumit ketika Karajaan Mataram yang sedang gencar memperluas wilayah berniat untuk menaklukkan Kerajaan Banjar. Untuk menghadapi pasukan Mataram itu, Sultan Mustain Billah kemudian mengajak Belanda untuk bekerja sama. Ia berniat menjadikan pasukan bangsa asing itu tersebut sebagai tameng.
Setelah itu mereka melakukan perjanjian dagang. Salah satu isinya adalah Kerajaan Banjar tidak boleh menjual lada ke luar wilayah selama di sana ada orang-orang VOC. Sebagai gantinya, Belanda harus membantu kerajaan menghadapi Mataram.
Belum selesai urusan dengan Kerajaan Mataram, wilayah kerajaan kemudian didatangi oleh para pedagang dari Inggris yang juga berniat untuk memonopoli perdagangan raja. Akhirnya, kekacauan pun terjadi di mana-mana. Peperangan itu terjadi selama bertahun-tahun.
Sultan Mustain Billah sendiri meninggal pada tahun 1642. Ia dimakamkan di desa Tabukan, Tangkas, Banjarmasin.
Baca juga: Informasi Lengkap tentang Ken Arok, Sang Pendiri Kerajaan Singasari yang Punya Masa Lalu Kelam
5. Sultan Inayatullah
Sepeninggal Sultan Mustain Billah, silsilah kepemimpinan Kerajaan Banjar kemudian jatuh ke tangan Pangeran Dipati Tuha I. Gelarnya adalah Sultan Inayatullah.
Pada beberapa sumber sejarah mencatat bahwa sang sultan sudah mulai memimpin mulai tahun 1636. Konon, ayahnya menjadi pikun sehingga menyerahkan kekuasaan lebih awal. Akan tetapi, ia secara resmi diangkat menjadi pemimpin Kerajaan Banjar pada tahun 1642, yaitu setelah sang ayah meninggal dunia.
Di era kekuasannya ini, mulai diberlakukan sistem pemerintahan yang baru. Pada pemerintahan sebelumnya, jabatan mangkunegara dipegang oleh orang biasa yang yang berjasa pada kerajaan. Namun sekarang, mangkubumi dipegang oleh keturunan sultan yang lain.
Ketika Pangeran Dipati Tuha I diangkat menjadi Sultan Muda. Putra Sultan Mustain Billah nomor dua yang bernama Pangeran Dipati Anom II kemudian dilantik menjadi mangkubumi.
Semasa hidupnya, Sultan Inayatullah juga memiliki beberapa orang istri. Namanya adalah Gusti Timbuk, Dayang Putih, dan Nyai Mas Tarah.
Tidak diketahui dengan pasti berapa keseluruhan jumlah keturunannya. Yang jelas ada enam anak yang dikatahui namanya. Mereka adalah Pangeran Suryanata, Pangeran Purbanagara, Gusti Sari Bulan, Gusti Bata, Putri Juluk II, dan Raden Kasuma Alam.
Konflik yang Terjadi pada Masa Kepemimpinan Sultan Inayatullah
Pada awal pemerintahannya, Sultan Inayatullah sempat akan dikudeta oleh sepupunya sendiri yang bernama Pangeran Martasari. Sang sepupu itu bahkan sudah merencanakan semuanya dan bekerjasama dengan Kerajaan Mataram. Sayangnya, ia meninggal terlebih dahulu sebelum rencananya dapat terlaksana.
Selanjutnya, konflik di kerajaan tersebut terjadi karena perebutan wilayah monopoli perdagangan antara pihak Belanda dan Inggris. Sultan Inayatullah pada mulanya mengizinkan Belanda untuk mendirikan loji dagang di wilayahnya. Sementara itu, ia tidak memberi izin Inggris karena mereka menghasut orang-orang Makassar untuk menyerang Banjar.
Tindakan tersebut rupanya menimbulkan perpecahan di tubuh istana. Pasalnya, ada beberapa pihak yang lebih memihak Inggris. Mereka memihak Inggris karena ingin memperjuangkan perdagangan bebas. Karena pada saat itu, perdagangan lada dimonopoli oleh Belanda.
Akhirnya, timbullah peperangan antara kubu-kubu tersebut. Selama bertahun-tahun, mereka tidak berhenti saling menyerang satu sama lain. Hingga akhirnya, diadakanlah perjanjian damai pada tahun 1640.
Sultan Inayatullah memimpin Kerajaan Banjar sampai pada tahun 1645. Ia meninggal dunia dan kemudian dimakamkan di Sungai Kitano, Banjarmasin. Selanjutnya, kepemimpinan kerajaan tersebut jatuh ke tangan Raden Kasuma Alam.
Baca juga: Faktor yang Dinilai Menjadi Penyebab Runtuhnya Kerajaan Kediri
6. Sultan Saidullah
Pada tahun 1647, Raden Kasuma Alam sang pewaris tahta resmi dinobatkan sebagai pemimpin Kerajaan Banjar. Ia adalah anak lelaki dari sultan sebelumnya dengan sang selir yang bernama Nyai Mas Tarah.
Gelar yang sering dipakai adalah Ratu Anom. Sementara itu, julukan Sultan Saidullah hanya dipakai saat ia sedang berkhotbah.
Kalau kamu cermati di atas, Sultan Inayatullah meninggal pada tahun 1645, tapi Ratu Anom baru diangkat di tahun 1647. Nah selama kekosongan pemerintahan tersebut, Kerajaan Banjar untuk sementara dipimpin oleh pamannya yang bernama Panembahan di Darat.
Pada waktu itu, sang mangkubumi pengaruhnya sangat cukup kuat. Ia memegang wewenang kekuasaan politik dan pemerintahan. Maka dari itu, Sultan Ratu Anom bisa dibilang sangat bergantung padanya.
Di era pemerintahannya ini, jabatan mangkunegara berganti selama beberapa kali. Setelah Panembahan di Darat meninggal dunia, jabatan kemudian diteruskan kepada Ratu Bagawan.
Lima tahun kemudian, ia mengundurkan diri karena sudah tua. Jabatan mangkunegara selanjutnya berada di tangan Pangeran Dipati Tapesana atau Pangeran Dipati Mangkubumi.
Kehidupan Pribadi hingga Meninggalnya
Sementara itu, penerus keenam silsilah Kerajaan Banjar tersebut tercatat pernah menikah sebanyak empat kali. Istri pertamanya adalah Putri Intan.
Ia adalah anak dari Pangeran Singasari dan Ratu Ayu. Bisa dibilang, mereka ini masih sepupu. Namun entah apa sebabnya, mereka kemudian berpisah.
Selanjutnya, sang sultan memiliki tiga orang selir. Selirnya yang pertama adalah Nyai Wadon. Sayangnya, ia meninggal setelah melahirkan anak laki-laki bernama Raden Bagus.
Selir keduanya bernama Nyai Wadon Raras. Dari wanita ini, ia juga mendapatkan seorang anak lelaki yang diberi nama Raden Basus.
Kemudian yang terakhir, ia menikah Nyai Wadon Gadung dan mendapatkan seorang anak perempuan. Namanya adalah Gusti Gade.
Sultan Saidullah memimpin kerajaan kurang lebih selama 13 tahun. Ia meninggal dunia pada tahun 1660, pada saat itu anak-anaknya masih kecil-kecil.
7. Sultan Riayatullah
Setelah Sultan Saidullah wafat, silsilah kepemimpinan Kerajaan Banjar seharusnya jatuh ke tangan Raden Bagus Kasuma. Namun karena ia masih belum cukup umur, maka untuk sementara pemerintahan dipegang oleh sang mangkubumi, yaitu Pangeran Tapesana.
Mangkubumi itu naik tahta dan bergelar Sultan Ratu. Sedangkan gelar untuk saat dia berkhotbah adalah Sultan Riayatullah atau Rakyatullah.
Nama aslinya adalah Raden Halit. Ia sendiri adalah anak dari Sultan Mustain Billah dengan sang selir yang berasal dari Jawa.
Sang sultan memiliki dua orang istri. Istri pertamanya adalah Andin Hayu. Dari pernikahan tersebut, mereka mendapatkan dua orang anak, yaitu Pangeran Aria Wiraraja dan Putri Samut. Selanjutnya, ia menikah lagi dengan Nyai Mas Tapi dan mendapatkan seorang anak perempuan bernama Putri Kumkuma.
Masa pemerintahan Sultan Riayatullah hanya berjalan sekitar tiga tahun saja. Karena setelah itu, terjadi konflik perebutan kekuasaan. Lebih tepatnya, Pangeran Kasuma Lelana mengadakan kudeta.
Karena situasi semakin genting, sang sultan kemudian menobatkan Raden Bagus Kasuma untuk menjadi pemimpin Kerajaan Banjar selanjutnya. Penobatan itu terjadi pada tahun 1663.
Baca juga: Candi-Candi Peninggalan yang Menjadi Bukti Peradaban Kerajaan Singasari
8. Masa Pemerintahan Sultan Amrullah Bagus Kasuma dan Sultan Agung
Seperti yang sudah kamu baca di atas, Raden Bagus Kasuma dinobatkan pada tahun 1663. Gelarnya adalah Sultan Amrullah Bagus Kasuma.
Namun sayang sekali karena usianya memang belum cukup dewasa, Pangeran Kasuma Lelana pun dapat merebut paksa tahta dengan mudah. Caranya adalah dengan menyingkirkan mangkubumi yang sebelumnya, setelah itu mengangkat dirinya sebagai mangkubumi.
Tak berapa lama, ia kemudian menobatkan dirinya sendiri menjadi Sultan Kerajaan Banjar. Ia memakai gelar Pangeran Suryanata. Gelarnya yang lain adalah Sultan Agung.
Untuk yang belum tahu, Pangeran Suryanata merupakan salah satu anak lelaki Sultan Inayatullah. Ibunya adalah Gusti Timbuk yang masih memiliki darah keturunan raja.
Kerajaan Banjar di bawah kepemimpinan Sultan Agung bisa bilang berkembang cukup baik, terutama di sektor perdagangan ladanya. Pada waktu itu, para bangsawan atau tuan tanah diperbolehkan untuk memiliki pasukan sendiri untuk menjaga kebunnya. Bahkan, pada pekerjanya juga dibekali dengan senjata.
Selain itu, di wilayah Banjarmasin diberlakukan kembali perdagangan bebas. Tidak seperti kepemimpinan yang sebelumnya yang terikat dan dimonopoli oleh VOC.
Karena hal tersebut, banyak sekali pedagang-pedagang asing yang kembali ke sini. Para saudagar juga diperbolehkan untuk mengatur barang dagangannya sendiri asalkan sesuai dengan peraturan yang telah disepakati. Hal ini kemudian membuat pertumbuhan ekonomi kerajaan semakin meningkat.
Mengambil Kembali Tahta Kerajaan
Sementara itu, Raden Bagus Kasuma pergi dari kerajaan ketika Sultan Agung mengangkat dirinya menjadi raja. Ia lalu tiba di sebuah tempat yang bernama Alai.
Di sana, ia menyusun rencana untuk mengambil kembali tahta yang seharusnya memang menjadi miliknya. Dirinya dibantu oleh orang-orang yang setia kepadanya.
Rencana merebut kembali tahta Kerajaan Banjar ini baru terealisasikan pada tahun 1679. Dengan dibantu oleh adiknya, yaitu Raden Basus, ia menyerang Banjarmasin.
Peperangan yang sengit pun tidak dapat dihindarkan. Banyak sekali korban jatuh dari kedua belah pihak. Termasuk di dalamnya adalah Sultan Agung beserta anak lelakinya.
Pertarungan akhirnya dimenangkan oleh Raden Bagus Kasuma. Dengan demikian, mulai tahun 1680, Kerajaan Banjar dipimpin kembali oleh Sultan Amrullah Bagus Kasuma atau Sultan Tahlilullah.
Sayang sekali, tidak banyak informasi yang dapat diulas pada masa pemerintahan penerus silsilah Kerajaan Banjar yang satu ini. Yang jelas, ia memiliki seorang anak laki-laki bernama Pangeran Abdullah.
Sultan Amrullah Bagus Kasuma cukup lama memegang pemerintahan Kerajaan Banjar. Kurang lebih selama dua puluh tahun.
Ia meninggal dunia pada tahun 1700 dan dimakamkan di daerah Dalam Pagar. Gelar anumertanya adalah Panembahan Kusuma Dilaga.
Baca juga: Candi-Candi yang Menjadi Bukti Kemegahan Kerajaan Mataram Kuno
9. Silsilah Penerus Kerajaan Banjar Periode Tahun 1700 – 1800
Adapun nama raja-raja yang menempati daftar silsilah penerus Kerajaan Banjar tahun 1700-an adalah sebagai berikut:
a. Sultan Tahmidullah I
Pangeran Abdullah naik tahta menggantikan ayahnya pada tahun 1700. Seperti para pendahulunya, ia juga memiliki dua gelar. Gelar yang dipopulerkan adalah Sultan Suria Alam. Sementara gelar satunya adalah Sultan Tahmidullah I.
Pada masa kekuasaannya, keadaan ekonomi kerajaan Banjar bisa dibilang masih cukup baik. Lada masih menjadi komiditi pertamanya.
Mereka juga menjalin kembali hubungan dengan VOC supaya dapat mengirimkan kembali rempah-rempah ke Batavia. Permintaan itu disetujui dan perekonomian berjalan semakin lancar.
Namun sayangnya, di era pemerintahannya ini kembali terjadi perang antara Banjar dan Biaju. Hal tersebut tentu saja mempengaruhi produksi lada kerajaan tersebut.
Setelah itu, Sultan Suria Alam meminta bantuan kepada Belanda untuk menghadapi orang-orang Biaju. Penjajah itu menyetujui karena imbalannya adalah mendapatkan kembali hak monopoli lada.
Penerus silsilah Kerajaan Banjar kesebelas ini meninggal pada tahun 1717. Ia dimakamkan di Kampung Dalam Pagar, Martapura.
b. Panembahan Kusuma Dilaga
Tak banyak yang dapat diulas dari pengganti Sultan Tahmidullah ini. Menurut catatan sejarah, ia mulai resmi memerintah pada tahun 1717 hingga 1730.
Ia sendiri adalah anak dari Sultan Amrullah. Yang berarti, ia merupakan adik dari Sultan Tahmidullah.
Gelarnya saat menjadi raja adalah Malik Allah. Diketahui, ia juga meneruskan kebijakan kakaknya untuk menjalin kerjasama dengan Belanda.
Baca juga: Informasi Lengkap tentang Silsilah Raja-Raja Pemimpin Kerajaan Pajajaran
c. Sultan Hamidullah
Setelah Panembahan Kusuma Dilaga mangkat pada tahun 1730, kekuasaan Kerajaan Banjar kemudian jatuh ke tangan Pangeran Dipati. Ia merupakan anak lelaki Sultan Tahmidullah I.
Gelarnya adalah Sultan Chamidullah atau juga dikenal sebagai Hamidullah. Untuk menjalankan pemerintahan, ia dibantu oleh adiknya yang bernama Pangeran Tamjidullah I.
Pemimpin yang juga dijuluki Sultan Kuning ini dikenal sebagai sosok yang bijaksana, cerdas, dan tangguh. Maka dari itu, pemerintahannya bisa dibilang begitu stabil dan aman.
Tidak ada yang namanya kudeta maupun perang saudara. Lawan-lawan politiknya pun takut jika ingin mengusik ketentraman kerajaan.
Namun sayang sekali, keadaan tersebut tak berlangsung lama. Pada tahun 1735, Sultan Hamidullah meninggal dunia dan membuat orang-orang memperebutkan tahta kerajaan.
Pangeran Tamjidullah I yang menjadi mangkubumi juga memiliki niat yang jahat. Ia ingin menjadikan dirinya dan keturunannya nanti sebagai penguasa kerajaan selanjutnya.
d. Sultan Tamjidullah I
Sumber: Wikimedia Commons
Silsilah kepemimpinan Kerajaan Banjar selanjutnya diteruskan oleh Pangeran Tamjidullah I pada tahun 1735. Ia juga dikenal sebagai Panembahan Badarul Alam. Gelarnya yang lain adalah Sultan Sepuh.
Seperti yang telah kamu baca di atas, Pangeran Tamjidullah memang menginginkan keturunannya untuk meneruskan tahta. Maka dari itu, salah satu cara untuk mewujudkan niatnya adalah dengan menikahkan anaknya dengan Pangeran Muhammad Aliuddin.
Lelaki tersebut adalah anak dari Sultan Hamidullah yang menjadi pewaris sesungguhnya. Dengan demikian, ia akan merasa sungkan merebut kerajaan dari mertuanya sendiri.
Dalam menjalankan pemerintahannya, Sultan Tamjidullah menunjuk adiknya, yaitu Pangeran Nullah untuk menjadi mangkubumi. Sementara itu, ia juga menunjuk Pangeran Mas Dipati, adiknya yang lain sebagai kepala daerah negara.
Sultan Tamjidullah I juga mengikat perjanjian dengan Belanda pada tanggal 18 Mei 1747. Salah satu isinya adalah Kerajaan Banjar hanya boleh menjual ladanya kepada mereka. Para pedagang Tiongkok tidak diperbolehkan membeli langsung dari kerajaan, tetapi harus lewat VOC.
Selain lada, Kerajaan Banjar menambah rotan dan damar sebagai komoditi ekspor. Di era pemerintahan ini, juga sudah dikenal mata uang sebagai alat tukar.
Baca juga: Kisah Lengkap tentang Sultan Maulana Hasanuddin, Sang Pendiri Kerajaan Banten
e. Sultan Aliuddin Aminullah
Selanjutnya, Sultan Aliuddin Aminullah yang memiliki nama asli Muhammad Aliuddin ini seharusnya menjadi penerus silsilah raja-raja Kerajaan Banjar setelah Sultan Hamidullah. Namun karena kekuasaan kemudian dipegang oleh mertuanya, ia menjadi sungkan untuk merebutnya kembali.
Setelah berpuluh-puluh tahun mengalami pergolakan batin, akhirnya ia berniat untuk mendapatkan kembali posisinya. Pada mulanya, ia meminta bantuan dari VOC untuk melawan paman yang juga menjadi mertuanya itu.
Namun karena tidak kunjung mendapatkan balasan, ia kemudian keluar dari istana dan pergi ke pelabuhan penting di Banjarmasin, yaitu Tabanio. Di sana, ia mengumpulkan masa untuk menyerang Banjar dan merebut tahta kerajaan.
Pada tahun 1759, akhirnya Pangeran Muhammad Aliuddin menjalankan rencananya. Ia pun berhasil mendapatkan kekuasaan Kerajaan Kembali setelah dipegang oleh pamannya selama lebih dari 20 tahun.
Setelah naik tahta, ia kemudian mengangkat Pangeran Nata Dilaga sebagai mangkubumi. Sang mangkubumi merupakan adalah anak dari Sultan Tamjidullah I.
Sayangnya, masa pemerintahan Sultan Aliuddin hanya berjalan sampai tahun 1761. Ia meninggal dunia akibat penyakit parau-paru. Pada saat itu, ahli warisnya masih berusia tujuh tahun. Karena hal tersebut, pemerintahan kemudian dijalankan oleh Mangkubumi Wira Nata yang menjadi wali putra mahkota.
f. Sunan Nata Alam
Penerus silsilah Kerajaan Banjar selanjutnya seharusnya berada di tangan Raden Abdullah. Namun karena usianya masih sangat belia, pemerintahan kemudian dijalankan oleh Mangkubumi Nata Dilaga.
Setelah menjadi wali pada tahun 1761, Mangkubumi Nata Dilaga mendapatkan gelar Panembahan Kaharuddin Halilullah. Lalu pada tahun 1762, ia naik tahta dan dikenal sebagai Sultan Tahmidillah II. Selain itu, ia juga dikenal sebagai Sunan Nata Alam atau Panembahan Ratu.
Ketika menjalankan kekuasaan, ia dibantu oleh saudaranya yang bernama Pangeran Prabujaya. Ia dilantik menjadi mangkubumi tak lama setelah sang sultan naik tahta.
Sunan Nata Alam rupanya tidak berniat untuk memberikan kekuasaan kepada Pangeran Abdullah. Tanpa belas kasih, ia membunuh sang pewaris tahta berserta saudaranya yang bernama Pangeran Rahmat. Keturunan Sultan Aliuddin hanya tersisa satu orang, yaitu Pangeran Amir.
Diam-diam, Sunan Nata mencari dukungan dari bangsawan lain agar keturunannya nanti yang menguasai kerajaan. Setelah merasa mendapatkan sekutu yang cukup kuat, ia kemudian menobatkan anaknya, yaitu Sulaiman Saidullah sebagai putra mahkota pada tahun 1767. Padahal pada saat itu, anaknya masih berusia enam tahun.
Baca juga: Bukti Peninggalan-Peninggalan Sejarah dari Kerajaan Gowa-Tallo, Serambi Mekah di Indonesia Timur
10. Silsilah Penerus Kerajaan Banjar Periode Tahun 1800 – 1850
Sumber: Wikimedia Commons
Selanjutnya, berikut ini adalah ulasan tentang raja-raja Banjar yang memimpin pada periode tahun 1800-an:
a. Sultan Sulaiman al-Mutamidullah
Sunan Nata Alam meninggal dunia pada tahun 1801. Selanjutnya, tumpu kekuasaan jatuh ke tangan Sultan Sulaiman Saidullah. Ia juga dikenal sebagai sultan Sulaiman Rahmatillah.
Sementara itu, yang menjabat sebagai mangkubumi adalah Pangeran Mangku Dilaga, adiknya. Namun tak berapa lama kemudian, jabatan itu digantikan oleh Pangeran Husin. Pasalnya, Pangeran Mangku Dilaga dituduh akan melakukan kudeta sehingga dieksekusi oleh sang sultan.
Sultan Sulaiman al-Mutamudullah mengikuti jejak ayahnya untuk menobatkan anak lelakinya yang masih kecil, yaitu Adam Al-Watsiq menjadi putra mahkota. Hal itu dilakukan supaya tahta tetap dipegang oleh garis keturunannya.
Nah, pada masa pemerintahannya ini, Sultan Sulaiman memindahkan pusat pemerintahan ke Karang Intan. Selain itu, perjanjian dengan Belanda juga masih berlaku.
Semasa hidupnya, penerus silsilah Kerajaan Banjar tersebut memiliki sembilan istri. Anaknya pun tidak kalah banyak, yaitu 23 orang.
Sang sultan memerintah Kerajan Banjar kurang lebih selama 24 tahun. Ia meninggal dunia pada tahun 1825.
b. Sultan Adam Al-Watsiq Billah
Pada tahun 1825 hingga 1857, Sultan Ada Al-Watsiq memegang pemerintahan Kerajaan Banja menggantikan Sultan Sulaiman. Ia adalah anak tertua dari sang mendiang sultan dengan permaisuri yang bernama Nyai Ratu Intan Sari.
Sebelum resmi menggantikan ayahnya sebagai raja, Sultan Adam Al-Watsiq sudah terlebih dahulu diangkat menjadi Sultan Muda mulai tahun 1782. Gelarnya setelah menjadi sultan adalah Panembahan Adam.
Untuk mengurus pemerintahan, ia didampingi oleh Sultan Muda Abdur Rahman. Sultan muda tersebut merupakan calon penerus tahta nanti.
Di masa pemerintahannya, ada pembagian sistem sosial yang berlaku di masyarakat. Yang pertama adalah golongan jaba yang terdiri dari masyarak biasa. Lalu golongan yang satunya lagi adalah golongan teratas yang terdiri dari bangsawan dan pejabat birokasi.
Sultan Adam juga memindahkan pusat kerajaaan. Yang semula berada di Karang Intan, kemudian pindah ke Martapura.
Baca juga: Informasi Lengkap tentang Silsilah Raja-Raja yang Memerintah Kerajaan Mataram Islam
c. Sultan Tamjidullah II
Setelah kepemimpinan Sultan Adam, tahta Kerajaan Banjar seharusnya diteruskan oleh Sultan Muda Abdur Rahman. Namun karena ia meninggal secara mendadak jauh sebelum sang ayah turun tahta.
Maka dari itu, kekuasaan pun jatuh ke tangan Sultan Tamjidullah II. Ia memang anak lelaki tertua dari sang mendiang sultan muda.
Sultan Banjar ke-19 tersebut memiliki nama asli Gusti Wayuri. Ia merupakan anak lelaki dari Sultan Muda Abdur Rahman dengan seorang selir yang berdarah Tiongkok. Namanya adalah Nyai Besar Aminah
Sebenarnya, keluarga kerajaan tidak setuju dengan pengangkatan tersebut. Pasalnya, mereka menginginkan penerus tahta yang memiliki darah asli Banjar.
Lagi pula, Sultan Adam sendiri sebelum meninggal sudah membuat wasiat. Isinya adalah mengangkat Gusti Andarun atau Hidayatullah II sebagai sultan baru Kerajaan Banjar.
Cucunya yang lain ini juga merupakan anak dari Sultan Muda Abdur Rahman, tapi ibunya berasal dari keturunan bangsawan, yaitu Ratu Siti. Jadi jika menganut sistem legitimasi politik keturunan, Hidayatullah memang yang berhak meneruskan tahta.
Pada tanggal 1 November 1857, Sultan Adam meninggal dunia. Beberapa hari kemudian, Sultan Tamjidillah raja oleh pemerintah Hindia Belanda.
Belanda dapat mencampuri urusan kerajaan tersebut karena pada masa pemerintahan Tahmidullah II, Kesultanan Banjar berstatus tanah pinjaman dari VOC. Hal tersebut tertuang dalam perjanjian yang ditandatangi pada tanggal 13 Agustus 1787.
Sayangnya, masa pemerintahannya memang tidak bertahan lama. Pada tahun 1859, ia dimakzulkan dan dibuang ke Bogor.
d. Sultan Hidayatullah Halilillah / Hidayatullah II
Setelah Sultan Tamjidillah diasingkan di Bogor, silsilah penerus Kerajaan Banjar selanjutnya berada di tangan Pangeran Hidayatullah. Hal tersebut berjalan sesuai dengan wasiat yang dituliskan oleh mendiang Sultan Adam.
Namun kemudian pada tanggal 5 Februari 1860, Belanda menghapus jabatan mangkubumi miliknya. Beberapa bulan kemudian, Pemimpin Residen Belanda kemudian secara sepihak juga menghapuskan Kerajaan Banjar.
Situasi kemudian menjadi semakin pelik. Akhirnya, Sultan Hidayatullah menyingkir ke Gunung Pamaton dan mendirikan benteng pertahanan. Di sanalah, ia menyusun rencana dan bekerja sama dengan para pejuang lainnya untuk mengusir Belanda dari wilayah mereka.
Pada tanggal 20 Juni 1861, Sultan Hidayatullah sebenarnya akan melancarkan aksi untuk menyerang Belanda. Namun, rencana itu bocor dan Belanda menyerang duluan beberapa hari sebelumnya. Beruntung, pihak sang sultan dapat mengatasinya dan memukul mundur pasukan Belanda.
Setelah itu Belanda tidak menyerah dan menyerang benteng pertahanan sang sultan di Gunung Pamaton. Meskipun begitu, usaha mereka tidak ada yang berhasil.
Pihak penjajah itu lama kelamaan menjadi geram karena hal tersebut. Hingga kemudian, mereka menggunakan cara licik untuk menangkap pemimpin Kerajaan Banjar itu, yaitu dengan menyandera ibunya.
Sultan Hidayatullah pada akhirnya dapat ditangkap pada tanggal 2 Maret 1862. Bersama dengan keluarga dan pengikutnya, ia dibuang ke Cianjur.
Sang sultan meninggal dunia pada tanggal 24 November 1904 dan dimakamkan di Cianjur. Kemudian di tahun 1999, ia mendapatkan gelar Bintang Mahaputera Utama dari pemerintah Republik Indonesia.
Baca juga: Masa Kejayaan dan Faktor yang Menjadi Penyebab Runtuhnya Kerajaan Islam Ternate
11. Pangeran Antasari
Penerus silsilah Kerajaan Banjar selanjutnya adalah Gusti Inu Kertapati atau yang lebih dikenal dengan nama Pangeran Kertapati. Ia mengambil alih kepemimpinan Kerajaan Banjar setelah Sultan Hidayatullah diasingkan ke Cianjur.
Ia merupakan cucu dari Pangeran Amir. Kakeknya itu adalah satu-satunya anak dari Sultan Aliuddin Aminullah yang tidak dibunuh oleh Sunan Nata Alam.
Ayahnya bernama Pangeran Masud, anak dari Pangeran Amir. Sementara itu, ibunya adalah Gusti Hadijah yang merupakan anak perempuan Sultan Sulaiman.
Pemimpin Kerajaan Banjar ini juga merupakan kakak ipar dari Sultan Muda Abdur Rahman. Namun sayang sekali, adiknya meninggal dunia bersama dengan anaknya yang baru saja dilahirkan.
Menurut catatan sejarah, Pangeran Antasari semasa hidupnya menikah sebanyak dua kali. Istri pertamanya adalah anak perempuan Sultan Adam yang bernama Ratu Idjah. Sementara itu, istrinya yang lain adalah Nyai Fatimah.
Dari pernikahan tersebut, ia mendapatkan empat orang anak. Nah dua anak lelakinya yang bernama Panembahan Muhammad Said dan Muhammad Seman akan meneruskan perjuangannya untuk mengusir Belanda.
Perjuangan Melawan Belanda
Keputusan pemimpin yang juga disebut Panembahan Amirudin Khalifatul Mukminin untuk melanjutkan perjuangan melawan Belanda mendapatkan dukungan dari banyak pihak. Tidak hanya rakyat saja, tetapi para panglima Dayak, bangsawan Banjar, dan juga alim ulama.
Kemudian pada tahun 1859, meletuslah Perang Banjar. Pada waktu itu, Pangeran Antasari mengerahkan pasukannya untuk melakukan penyerangan ke Pengaron, tempatnya di tambang batu bara milik Belanda.
Perang tersebut hanyalah hidangan pembuka bagi Belanda. Setelah itu, penyerangan-penyerangan lain gencar dilakukannya, tentu saja dengan bantuan-bantuan para panglimanya.
Pertarungan antara pihak Belanda dengan salah satu raja Kerajaan Banjar yang terkenal ini menjadi semakin sengit. Pihak penjajah bahkan menawarkan hadiah bagi siapa pun yang berhasil menangkap sang pangeran. Namun tidak ada yang mau menerima penawaran itu.
Hingga akhirnya, Pangeran Antasari meninggal dunia pada tahun 1862 akibat terkena penyaki paru-paru dan cacar. Pada tahun 1968, ia kemudian dianugerahi gelar Pahlawan Nasional oleh pemerintah Indonesia.
Perjuangan melawan Belanda kemudian dilanjutkan oleh anaknya, yaitu Muhammad Seman. Sayangnya, semakin lama perjuangan rakyat Banjar semakin melemah setelah ia gugur pada tahun 1905.
Baca juga: Menilik Silsilah Kerajaan Ternate Ketika Sudah Bercorak Islam
Sudah Puas Menyimak Ulasan Silsilah Lengkap Raja-Raja Kerajaan Banjar di Atas?
Itulah tadi silsilah lengkap raja-raja Kerajaan Banjar yang dapat kamu simak di sini. Cukup panjang, ya? Namun semoga saja, bermanfaat untuk menambah pengetahuanmu.
Nah, buat kamu yang mungkin ingin mendapatkan informasi serupa tentang kerajaan-kerajaan lain di nusantara, bisa langsung menyimak artikel-artikel yang lain. Nggak hanya kerajaan bercorak Islam saja, tapi ada juga yang bercorak Hindu dan Buddha.