
Kamu penasaran nggak, sih, dengan benda-benda sejarah peninggalan Kerajaan Kediri? Jika iya, pas banget, nih. Kamu bisa menyimak penjelasan sekaligus melihat gambarnya berikut ini. Yuk, langsung saja dibaca!
Benda-benda purbakala sangatlah penting guna mengungkap keberadaan dari sebuah peradaban, tak terkecuali sebagai bukti eksistensi suatu kerajaan. Nah, berikut ini ada ulasan mengenai peninggalan dari era Kerajaan Kediri yang bisa kamu simak.
Salah satu kerajaan Hindu besar di nusantara ini memiliki banyak sekali barang peninggalan. Tidak hanya berupa prasasti saja, tetapi juga candi, karya sastra, dan beberapa arca.
Apakah kamu semakin penasaran dan tidak sabar untuk mengetahui apa saja peninggalan dari Kerajaan Kediri bersera penjelasannya ini? Kalau gitu, nggak usah kebanyakan basa-basi. Cek artikel lengkapnya berikut ini.
Prasasti Peninggalan Kerajaan Kediri yang Bersejarah
Berikut ini adalah ulasan mengenai beberapa prasasti penting milik kerajaan yang didirikan oleh Samarawijaya:
1. Prasasti Panumbangan
Sumber: Kebudayaan Kemdikbud
Benda peninggalan sejarah Kerajaan Kediri pertama yang bisa kamu baca di sini adalah Prasasti Panumbangan. Letaknya berada di situs Cagar Budaya Gapura Plumbangan di Kabupaten Blitar.
Prasasti yang juga disebut Panumbangan I ini memiliki tinggi sekitar 78 cm, dengan tebal 26 cm, lebar atas 120 cm, dan lebar bawah 90 cm. Di bawahnya, terdapat semacam penyangga dengan ukuran 35 x 90 cm.
Pada batu purbakala tersebut terukir tanggal pembuatannya, yaitu tahun 1042 Saka. Isinya adalah Raja Bameswara yang menetapkan Desa Panumbangan sebagai sima. Untuk yang belum tahu, sima adalah anugerah keistimewaan dari raja untuk orang-orang di suatu wilayah yang dianggap berjasa dan setia.
Beberapa contoh keistimewaan yang diberikan untuk Desa Panumbangan adalah dibebaskan membayar pajak, memiliki tempat duduk kayu yang dibubut, punya lesung kuning, rumah berlantai. Tak hanya itu saja, desa tersebut juga menjadi daerah perdikan bagi orang-orang yang menganut agama Buddha Bajradhara. Aliran tersebut memperbolehkan pendetanya untuk menikah dan memiliki keturunan.
Sementara itu, Prasasti Panumbangan II ditemukan di daerah Petung Ombo. Peninggalan yang masih memiliki kaitan dengan Prasasti Panumbangan I tersebut kini diletakkan di depan Pendopo Kabupaten Blitar.
2. Prasasti Kamulan
Prasasti Kamulan diterbitkan pada saat Kerajaan Kediri dipimpin oleh Raja Kertajaya pada tanggal 31 Agustus tahun 1194 Masehi. Tanggal tersebut kemudian dijadikan sebagai peringatan ulang tahun Kabupaten Trenggalek.
Tulisan yang terpahat dalam benda purbakala itu adalah tentang serangan sebuah kerajaan dari timur terhadap Kerajaan Kediri. Beruntungnya, musuh dapat dikalahkan.
Untuk yang ingin berkunjung, lokasinya berada di Desa Kamulan, Kabupaten Trenggalek, Provinsi Jawa Tumur. Prasasti tersebut cukup terawat dan ukiran yang di dalamnya masih terlihat dengan jelas. Selain itu, juga sudah diberi pelindung berupa pendopo supaya tidak cepat rusak terkena hujan.
Baca juga: Ulasan tentang Raden Patah, Sang Pendiri Kerajaan Demak yang Masih Keturunan Ningrat
3. Prasasti Jaring
Selanjutnya adalah Prasasti Jaring yang pertama kali ditemukan oleh Thomas Raffles saat mengunjungi Hutan Gurit di wilayah Lodaya. Lebih tepatnya, kini berada di Kelurahan Kembangarum, Kecamatan Sutojayan, Kabupaten Blitar.
Benda yang terbuat dari batu ini memiliki lebar 86 cm, tinggi 166 cm, dan tebal 67 cm. Aksara yang tertoreh di dalam prasasti tersebut menggunakan bahasa Jawa Kuno.
Tulisan yang terdapat pada prasasti yang dikeluarkan oleh Raja Sri Gandra ini ada delapan baris dan ditulis pada tahun 19 November 1181 Masehi. Isinya adalah tentang warga Desa Jaring yang mengutus Senapati Sarjawala untuk menagih janji raja sebelumnya, Arryeswara.
Janjinya adalah menjadikan desa tersebut sebagai daerah sima karena sudah setia dan bisa mengalahkan musuh. Tanpa mengulur waktu, Raja Sri Gandra pun mengabulkannya.
Selain itu, di situ tertulis pula mengenai gelar pejabat Kediri yang memakai nama hewan. Contohnya adalah Macan Kuning, Lembu Agra, dan Menjangan Puguh.
Baca juga: Prasasti Peninggalan yang Menunjukkan Keberadaan Kerajaan Kutai
4. Prasasti Sirahketing
Seperti namanya, prasasti peninggalan Kerajaan Kediri ini ditemukan di Dukuh Sirahketing, Desa Dedingin, Ponorogo, Jawa Timur. Isinya adalah tentang Raja Jayawarsa yang menganugerahi Desa Marjaya sebagai desa sima atau daerah perdikan. Alasannya tentu saja karena rakyat di daerah tersebut sangat berjasa dan sudah setia terhadap raja.
Pada awalnya, transkripsi mengenai kapan diterbitkannya prasasti tersebut memiliki dua pendapat yang berbeda. W.F. Stutterheim dan J.L.A. Brandes mengatakan kalau terbitnya adalah pada tahun 1026 Saka. Sementara itu, Louis-Chales Damais melakukan pembacaan dan menemukan hasil tahun 1126 Saka.
Setelah itu, para peneliti mencoba mengumpulkan bukti-bukti dan mulai membandingkan data-data kembali. Dari situ, kesimpulan yang diperoleh adalah pembacaan dari Louis Chales-lah yang tepat. Saat ini, prasasti bersejarah ini disimpan di Museum Nasional.
5. Prasasti Padelegan
Di urutan kelima, ada Prasasti Padelegan yang diterbitkan pada masa pemerintahan Raja Bamesawara pada tahun 1117 Masehi. Benda bersejarah ini memiliki tinggi sektiar 145 cm, tebal 18 cm, lebar atas 81 cm, dan lebar bawah 70 cm. Pada batu purbakala tersebut terdapat pahatan berupa Candrakapala.
Candrakapala merupakan sebuah lencana berwujud tengkorak yang cukup seram. Tulang pipinya menonjol dengan dahi terdapat lengkungan bulan sabit seperti perhiasan yang dikenakan oleh Dewa Siwa. Kemudian, terdapat pula pahatan sulur-sulur yang melingkar di kedua sisinya.
Prasasti Padelegan pertama kali ditemukan di Desa Pikatan, Kecamatan Srengat, Kabupaten Blitar pada tahun 1891. Beberapa puluh tahun setelahnya, baru dipindahkan ke Museum Penataran Kabupaten Blitar.
Sementara itu, isi dari prasasti tersebut adalah perihal penetapan Desa Padelegan sebagai sima. Adapun beberapa hak istimewa yang diberikan untuk warga yang tinggal di sana adalah bisa mengucapkan doa, memakan babi yang diadu, dan memiliki dinding rumah yang bertiang.
6. Prasasti Talan
Peninggalan sejarah Kerajaan Kediri yang lainnya adalah Prasasti Talan. Lokasinya berada di Dusun Gurit, Kelurahan Babadan, Kabupaten Blitar.
Benda yang juga disebut Prasasti Mungut ini diterbitkan pada tahun 1136 Masehi. Isinya adalah tentang Raja Airlangga yang memberikan sima kepada warga di Desa Talan.
Pada awalnya, bukti mengenai pemberian anugerah tersebut tertulis pada lembaran daun lontar lengkap dengan cap Garadamukha. Cap tersebut merupakan lambang khas pada masa pemerintahan Airlangga.
Beberapa puluh tahun kemudian, datanglah perwakilan dari desa tersebut menghadap Raja Jayabaya supaya buktinya diabadikan dalam prasasti saja. Sang raja pun mengabulkannya dan kemudian menambahkan beberapa hak istimewa lainnya.
Baca juga: Informasi tentang Prasasti Bersejarah Peninggalan Kerajaan Sriwijaya yang Perlu Kamu Ketahui
7. Prasasti Hantang
Prasasti peninggalan Kerajaan Kediri yang terbuat dari batu andesit ini ditemukan di Kecamatan Ngantang, Kabupaten Malang. Di situ, tertulis tanggal pembuatannya adalah 7 September 1135 Masehi.
Benda bersejarah ini pertama kali diteliti dan ditranskrip oleh ahli bahasa kuno asal Belanda, yaitu J.L.A. Brandes pada tahun 1913. Setelah itu, baru disempurnakan oleh D.S. Setyawardhani pada tahun 1971.
Kedua sisi batu bersejarah itu dipahat dengan sangat rapi dan ada cap lambang kerajaan di tengahnya. Lambang Kerajaan Kediri adalah seorang manusia berkepala singa yang merupakan perwujudan dari Dewa Wisnu dan biasa disebut sebagai Narasinga.
Di bagian depan terdapat 26 baris dan pada bagian belakangnya ada 29 baris. Tulisannya menggunakan aksara dan bahasa Jawa Kuno. Sayangnya, ada beberapa bagian yang sudah hilang sehingga sulit untuk dibaca.
Sementara itu, peninggalan yang memiliki nama lain Prasasti Ngantang ini dikeluarkan pada masa pemerintahan Raja Jayabaya. Isinya adalah mengenai pemberian anugerah desa sima untuk Desa Hantang dan beberapa desa di sekitarnya. Kini, prasasti tersebut disimpan di Museum Nasional.
Baca juga: Peninggalan Bersejarah dari Kerajaan Demak yang Masih Bisa Dilihat Hingga Kini
Candi Peninggalan Kerajaan Kediri yang Bersejarah
Setelah menyimak penjelasan mengenai prasastinya, saatnya beralih ke peninggalan Kerajaan Kediri yang berupa candi. Penjelasannya adalah sebagai berikut:
1. Candi Penataran
Bangunan peninggalan Kerajaan Kediri yang juga disebut Candi Palah ini bisa dibilang ukurannya paling besar jika dibandingkan dengan yang lain. Lokasinya berada di Desa Panataran, Kecamatan Ngleggok, Kabupaten Blitar. Wilayahnya memiliki luas kurang lebih sekitar 12.946 m².
Para ahli memperkirakan candi tersebut dibangun pada sekitar tahun 1200 Masehi. Tujuan pembangunannya adalah sebagai tempat pemujaan kepada dewa supaya dihindarkan dari amukan Gunung Kelud. Sebagai tambahan informasi, candi ini terletak di sebelah barat daya lereng gunung tersebut.
Salah satu bukti keberadaan Kerajaan Kediri tersebut pertama kali ditemukan oleh Thomas Raffles dan Dr. Horsfield pada tahun 1815. Kemudian, hasil penelitian mengenai candi tersebut yang dilakukan oleh Andre de la Porte dan J. Knebel diterbitkan pada tahun 1900.
Candi Penataran sebenarnya adalah sebuah kompleks yang terdiri dari beberapa bangunan beserta arca-arcanya. Situs tersebut terbagi dalam tiga area, yakni:
a. Pelataran Depan
Di sini, kamu menjumpai Bale Agung yang bentuknya seperti sebuah panggung dengan ukuran 37 x 18,84 meter. Bangunan tersebut diperkirakan dulunya adalah sebuah bangunan, akan tetapi sekarang hanya tersisa lantainya saja.
Selain itu, ada juga bangunan serupa yang ukurannya lebih kecil dan berhiaskan patung naga. Konon, di situ dulunya digunakan sebagai tempat tinggal pendeta. Sebenarnya ada banyak peninggalan di sini, akan tetapi beberapa di antaranya sudah benar-benar rusak.
b. Pelataran Tengah
Pada area ini terdapat sebuah candi yang terbuat dari batu andesit. Namanya Candi Angka Tahun yang dibuat pada tahun 1369 Masehi. Di dalamnya, terdapat arca Ganesha.
Kemudian, ada juga Candi Naga yang berukuran 4,83 x 6,57 x 4,7 meter. Bangunan tersebut pernah mengalami pemugaran di bagian kaki dan tubuhnya pada tahun 1917. Konon, candi ini fungsinya untuk menyimpan benda-benda kepunyaan dewa.
c. Pelataran Dalam
Pada bagian ini, ada sebuah candi yang besar dan dianggap suci. Namanya adalah Candi Induk yang memiliki tiga teras dengan ukuran yang berbeda.
Pada dindingnya terpahat relief kisah Ramayana dan Krisnayana. Selain itu, di sini juga ditemukan Prasasti Palah yang diterbitkan pada tahun 1197 Masehi oleh Raja Srengga.
Untuk dapat berjalan-jalan ke kompleks candi ini, wisatawan cukup membayar Rp3.000 saja. Tempatnya dibuka dari jam 8 pagi hingga 5 sore.
Baca juga: Dapunta Hyang Sri Jayanasa, Sosok Pendiri Kerajaan Sriwijaya
2. Candi Tondowongso
Hampir sama seperti Candi Penataran, Candi Tondowongso ini juga merupakan kompleks percandian. Hanya saja, nasibnya berbeda karena kurang mendapatkan perhatian dari pemerintah. Lokasinya berada di Desa Gayam, Kecamatan Gurah, Kabupaten Kediri.
Situs ini baru ditemukan sekitar tahun 2006 karena terkubur oleh materi vulkanik akibat dari aktivitas Gunung Kelud. Di sini, terdapat candi induk yang berukuran sekitar 8 x 8 meter. Di sekitarnya, dikelilingi beberapa candi pendamping. Hanya saja bentuknya sudah tidak utuh, kebanyakan berupa reruntuhan saja.
Dilihat dari sisa-sisa bangunannya, para peneliti mengatakan kalau candi tersebut dibangun dengan menggunakan bata merah. Sementara itu, hanya sebagian kecil yang menggunakan batu andesit.
Tak hanya candi, di area ini juga ditemukan beberapa benda seperti Arca Brahma, Durga, Agastya, dan Candra. Artefak yang bercorak Hindu tersebut kini disimpan di Balai Pelestarian Purbakala Mojokerto.
3. Candi Gurah
Pada tahun 1950 lalu, kurang lebih 200 meter dari situs Candi Tondowongso ditemukan bangunan peninggalan yang diberi nama Candi Gurah. Candi tersebut ditemukan pada sebuah halaman milik warga.
Ciri-ciri yang terdapat pada bangunan purbakala ini serupa dengan apa yang ada di Candi Tondowongso. Maka dari itu, peneliti dari Balai Arkeologi Yogyakarta memberikan hipotesa kalau kedua candi tersebut sebenarnya terhubung dan dulunya merupakan satu wilayah.
Pada tahun 1958, Soekmono melakukan penelitian terhadap bangunan itu selama satu tahun. Diketahui, Candi Gurah memiliki ukuran 9,5 x 9,5 meter. Di sini, juga ditemukan beberapa arca yang sama dengan apa yang di temukan di Candi Tondowongso.
Sayangnya, peninggalan sejarah Kerajaan Kediri tersebut tidak terurus lagi. Bahkan, kini sudah rata dengan tanah karena ditimbun kembali dan lahannya dijadikan sebagai tempat tinggal.
Baca juga: Candi Peninggalan Kerajaan Majapahit yang Begitu Bersejarah
4. Candi Mirigambar
Peninggalan dari Kerajaan Kediri selanjutnya adalah Candi Mirigambar. Para ahli memperkirakan periode pembanguan candi ini terjadi antara tahun 1214 Saka hingga 1310 Saka.
Bangunan yang disusun dari bata merah ini dinamai sesuai dengan daerah ditemukannya, yaitu di Desa Mirigambar, Sumbergempor, Tulungagung. Meski sudah berusia ribuan tahun, kamu masih dapat melihat sisa-sisa kemegahannya.
Pada bagian dindingnya terdapat relief-relief cerita. Dulunya berjumlah sekitar 10 panel relief. Akan tetapi, sekarang yang tersisa hanya tinggal empat saja. Relief tersebut menceritakan tentang kisah cinta Pangeran Panji dan Dewi Sekartaji.
Menurut para sejarawan, bangunan kuno ini dulunya digunakan sebagai tempat untuk pemujaan. Hal itu terlihat dari ornamen bentuk awan yang terdapat paca candi tersebut.
Pada tanggal 20 Februari 2021, dilakukan pemugaran total oleh Balai Pelestarian Cagar Budaya Jawa Timur karena kerusakannya cukup berat. Selain itu, juga dilakukan perbaikan struktur tanah agar semakin kokoh menopang bangunan tersebut.
5. Candi Tuban
Nasib memprihatinkan dari peninggalan Kerajaan Kediri rupanya tidak hanya dialami oleh Candi Gurah saja. Candi Tuban juga memiliki nasib yang serupa.
Bangunan purbakala tersebut letaknya berada tidak jauh dari Candi Mirigambar. Tepatnya, berada di Desa Domasan, Kecamatan Kalidawir, Tulungagung.
Namun karena peninggalan tersebut tidak terurus, akhirnya malah disalahgunakan oleh warga sekitar. Ada yang mengambili bagian-bagiannya untuk membangun rumah atau menambal jalan.
Sekarang ini, candi tersebut sudah benar-benar hilang. Lokasi di mana bangunan itu berada sudah beralih fungsi menjadi kandang kambing.
Baca juga: Ulasan Lengkap Silsilah Raja-Raja yang Memerintah Kerajaan Majapahit
Karya Sastra Peninggalan Kerajaan Kediri yang Bersejarah
Sementara itu, ulasan singkat mengenai peninggalan Kerajaan Kediri yang berupa karya sastra bisa kamu baca berikut ini:
1. Kitab Smaradahana
Peninggalan sejarah yang berupa karya sastra ini ditulis dengan menggunakan bahasa Kawi oleh Mpu Dharmaja antara tahun 1115 hingga 1130 Masehi. Kitab tersebut mengisahkan tentang para dewa yang mengutus Batara Kamajaya untuk menjemput Dewa Siwa yang terlalu khusyuk bertapa sehingga lupa dengan khayangan.
Segala cara dilakukan oleh Kamajaya untuk membawanya, tapi tidak ada yang berhasil. Hingga kemudian, ia melepaskan Panah Pancawisesa sehingga membuat Siwa tiba-tiba merindukan istrinya.
Namun, Siwa marah sekali ketika menyadari kalau itu adalah gangguan dari Kamajaya. Tanpa membuang waktu, ia membakar sang batara hingga tak bersisa. Di lain sisi, Dewi Ratih yang mengetahui kalau suaminya dihancurkan kemudian membakar dirinya dengan api tadi.
Kejadian tersebut membuat dewa yang lain memohon ampun dan meminta agar kedua orang itu hidup kembali. Siwa mengabulkannya dengan memasukkan jiwa mereka pada anak laki-laki dan wanita di bumi.
Baca juga: Benda-Benda Bersejarah Peninggalan Kerajaan Majapahit
2. Kitab Kresnayana
Selanjutnya, ada Kakawin Kresnayana yang ditulis oleh Mpu Triguna pada tahun 1104 Masehi. Secara harfiah, judul tersebut bermakna perjalanan Kresna.
Lantas, perjalanan apakah itu? Jawabannya adalah perjalanan Kresna menuju ke tempat pujaan hatinya, yaitu Rukmini.
Kisahnya bermula dari Dewi Rukmini yang dijodohkan oleh ayahnya dengan raja dari Kerajaan Cedi bernama Suniti. Namun, sang ibu lebih memilih anak perempuannya menikah dengan Kresna.
Maka dari itu, ia diam-diam menyuruh Kresna untuk datang dan membawa kabur putrinya. Dalam perjalanan untuk melarikan diri, Kresna dan Rukmini ketahuan oleh Suniti. Mereka pun dikejar oleh pasukan Suniti.
Beruntungnya, kedua sejoli tersebut dapat menyelamatkan diri dan kemudian pergi ke Kerajaan Dwarawati untuk menikah. Cerita tentang Kresnayana ini juga dapat ditemukan pada relief Candi Panataran.
Selain itu, ada pula kitab yang kisahnya mirip dengan ini dengan judul Kakawin Hariwangsa. Buku tersebut bisa dibilang usianya lebih muda dibandingkan yang sebelumnya. Maka dari itu, para ahli menyimpulkan bahwa ini hanya ditulis ulang dengan alur yang lebih matang.
3. Kitab Bharatayuddha
Kitab yang juga dikenal sebagai Kakawin Bharatayuddha ini merupakan peninggalan Kerajaan Kediri yang paling terkenal. Di dalamnya, tertulis kalau buku tersebut selesai pada tanggal 6 November 1157. Tepatnya, pada masa pemerintahan Raja Jayabaya.
Bharatayuddha menceritakan tentang peperangan dua keluarga, yaitu antara Kurawa dan Pandawa dalam memperebutkan tahta Kerajaan Hastina. Konon, cerita tersebut diilhami dari kisah perebutan kekuasaan antara Jenggala dan Kediri.
Pada awalnya, kitab ini ditulis oleh Mpu Sedah. Namun karena sang mpu mendapatkan hukuman karena berbuat kurang ajar, kemudian kakawin tersebut diteruskan oleh Mpu Panuluh.
Baca juga: Candi-Candi Bersejarah Peninggalan dari Kerajaan Sriwijaya
4. Kitab Gatotkacasraya
Di urutan keempat adalah Kakawin Gatotkacasraya yang juga merupakan karangan Mpu Panuluh. Kitab tersebut menceritakan kisah cinta dari putra Arjuna yang bernama Abimanyu dengan Siti Sundari.
Pada mulanya, kisah cinta Abimanyu dan Sundari berjalan dengan lancar. Hingga kemudian, Sundari hendak dijodohkan dengan Laksanakumara oleh Raja Baladewa.
Saat ingin memperjuangkan sang kekasih, Abimanyu malah ditangkap oleh Dewi Durga dan hendak dijadikan persembahan. Namun karena kesaktiannya, ia beruntung dapat menyelamatkan diri.
Usaha untuk mendapatkan kembali Siti Sundari menemui jalan buntu. Malah atas saran Dewi Durga, ia disuruh untuk meminta bantuan kepada sepupunya, yaitu Gatotkaca. Sebagai tambahan informasi, Gatotkaca adalah anak dari Bima yang merupakan kakak dari Arjuna.
Gatotkaca kemudian membantu Abimanyu untuk membawa pergi kekasihnya. Tentu saja, kemudian terjadi perang yang cukup sengit dengan pasukan milik Laksanakumara.
Peperangan baru dapat dihentikan ketika Kresna datang. Cerita ini berakhir dengan bahagia karena Abimanyu dapat bersatu dengan sang kekasih.
5. Kitab Sumarasantaka
Kitab peninggalan Kerajaan Kediri terakhir yang bisa kamu simak ulasannya di sini adalah Kakawin Sumarasantaka. Buku tersebut merupakan karangan dari Mpu Monaguna. Sayangnya, Informasi mengenai kapan diterbitkannya buku ini tidak diketahui dengan pasti.
Isinya adalah tentang bidadari khayangan yang melakukan kesalahan lalu mendapatkan hukuman. Ia dikutuk menjadi manusia dan dikirim ke bumi. Sebelum dapat kembali ke khayangan, ia harus menyelesaikan masa hukumannya itu.
Baca juga: Peninggalan Sejarah yang Menunjukkan Eksistensi Kerajaan Tarumanegara
Sudah Puas Menyimak Informasi Mengenai Peninggalan Kerajaan Kediri di Atas?
Itulah tadi ulasan lengkap tentang peninggalan Kerajaan Kediri yang berupa prasasti, candi, dan juga karya sastranya. Menarik sekali, kan?
Semoga saja setelah membacanya, dapat menambah pengetahuan dan memuaskan rasa ingin tahumu, ya! Kalau misalnya masih ingin membaca ulasan lain tentang kerajaan tersebut, kamu bisa langsung cek saja artikel lainnya.
Nah, buat yang penasaran ingin membaca ulasan serupa tentang kerajaan-kerajaan lain yang ada di nusantara, kamu juga bisa menyimaknya di PosKata, lho. Jadi tunggu apa lagi, langsung saja dicek, yuk!