Kamu penasaran nggak, sih, dengan peninggalan-peninggalan Kerajaan Banten yang masih ada hingga sekarang? Jika iya, pas banget, nih. Kamu bisa menyimak penjelasan sekaligus melihat gambarnya berikut ini. Yuk, langsung saja dibaca!
Adanya peninggalan-peninggalan purbakala merupakan bukti nyata dari sebuah peradaban kerajaan. Seperti halnya Kerajaan Banten yang keberadaannya dapat diketahui dari peninggalan-peninggalan sejarahnya ini.
Berbeda dari kerajaan bercorak Hindu atau Buddha, kerajaan yang didirikan oleh Sultan Maulana Hasanuddin tersebut tidak memiliki peninggalan berupa prasasti. Namun, bukti nyata keberadaannya bisa dilihat dari beberapa bangunan penting yang ditinggalkan.
Penasaran apa sajakah itu? Kamu bisa menemukan ulasan lengkap tentang peninggalan-peninggalan Kerajaan Banten di bawah ini.
Peninggalan-Peninggalan Sejarah dari Kerajaan Banten
Adapun yang termasuk sebagai peninggalan berharga dari Kerajaan Banten adalah sebagai berikut:
1. Masjid Agung Banten
Bangunan peninggalan Kerajaan Banten di atas merupakan salah satu masjid tertua di Indonesia. Masjid ini didirikan pada tahun 1556 pada masa pemerintahan Sultan Maulana Hasanuddin.
Akan tetapi, masjid tersebut tapi baru selesai pada pemerintahan Maulana Yusuf. Tujuan pendiriannya tidak hanya untuk tempat ibadah saja, tetapi juga sebagai pusat penyebaran agama Islam.
Masjid Agung Banten terletak di Desa Banten, Kecamatan Kasemen, Kabupaten Serang. Kalau dari Kota Serang, jaraknya sekitar 10 km. Lokasinya sangat mudah dijangkau, baik menggunakan kendaraan pribadi maupun umum.
Tempat ibadah ini awalnya dirancang oleh seorang arsitektur dari Tiongkok bernama Tjek Ban Tjut. Hasil karyanya itu dapat kamu lihat lewat puncak masjid yang bertumpuk lima seperti Pagoda. Puncak tersebutlah yang kemudian menjadi ciri khas dari masjid ini.
Selain puncaknya, ciri khas lain yang terdapat pada Masjid Agung Banten adalah bangunan menaranya yang mirip dengan mercusuar. Letaknya berada di sebelah timur masjid dan memiliki tinggi sekitar 24 meter.
Apabila ingin pergi ke puncak menara, terlebih dahulu harus melewati sekitar 83 anak tangga. Di atas nanti, kamu dapat melihat pemandangan laut yang begitu luas dan lepas.
Di area bangunan peninggalan Masjid Agung Banten tersebut juga terdapat kompleks khusus untuk pemakaman keluarga sultan. Maka dari itu, tempat ini menjadi salah satu destinasi wisata religi.
Secara keseluruhan, luas semua bangunan yaitu sekitar 1,3 hektar. Sementara itu, luas semua areanya mencapai 2 hektar.
Semenjak didirikan, Masjid Agung Banten sudah mengalami beberapa kali pemugaran. Kemudian pada tahun 1998, Pemerintah Indonesia menetapkan bangunan tersebut sebagai salah satu cagar budaya yang dilindungi.
Baca juga: Benda-Benda Bersejarah Peninggalan Kerajaan Majapahit
2. Keraton Surosowan
Istana atau Keraton Surosowan ini juga merupakan salah satu peninggalan penting dari Kerajaan Banten. Menurut sejarawan, bangunan tersebut didirikan sekitar tahun 1522 di era pemerintahan Sultan Maulana Hasanuddin.
Tempat yang juga sering digunakan sebagai destinasi wisata sejarah ini letaknya tak jauh dari Masjid Agung Banten. Tepatnya berada di Desa Banten, Kecamatan Kasemen, kawasan Banten Lama.
Keraton Surosowan digunakan sebagai tempat tinggal untuk sultan dan keluarganya. Tidak hanya berfungsi sebagai tempat tinggal, istana tersebut juga menjadi pusat pemerintahan. Luasnya diperkirakan mencapai 4 hektar.
Bangunan purbakala ini dulunya dikelilingi oleh benteng yang terbuat dari campuran pasir, tanah liat, dan kapur. Tinggi bentengnya kurang lebih sekitar 2 meter. Sementara itu, di luar benteng sendiri terdapat sungai buatan yang tersambung dengan Sungai Cibanten.
Istana ini juga mempunyai tiga gerbang masuk yang berada di sisi timur, selatan, dan utara. Entah apa alasannya, gerbang selatan ditutup secara permanen. Sementara itu, gerbang utara dan timur memiliki atap setengah silinder untuk mencegah tembakan langsung dari luar.
Di tengah-tengah keraton terdapat sebuah kolam air yang dipenuhi dengan lumut. Sementara itu, dalamnya juga terdapat ruangan-ruangan yang menyambung dengan petirtaan.
Salah satunya adalah Kolam Rara Denok yang memiliki panjang 30 meter dengan lebar 13 meter. Kedalamannya sendiri mencapai 4,5 meter.
Pada akhir masa pemerintahan Sultan Ageng Tirtayasa, Keraton Surosowan ini mengalami kerusakan yang sangat parah akibat terjadinya pertempuran melawan Belanda. Perang tersebut terjadi sekitar tahun 1680.
Sesaat setelah Sultan Haji naik tahta menggantikan ayahnya, istana tersebut dibangun kembali oleh seorang arsitek Belanda yang kemudian menjadi mualaf. Karena jasanya itu, ia diberi gelar Pangeran Wiraguna.
Kemudian pada tahun 1813, Keraton Surosowan kembali diserang oleh Belanda yang dipimpin oleh Herman Daendels. Kali ini, kondisinya benar-benar hancur dan kemudian ditinggalkan oleh keluarga sultan.
Baca juga: Informasi tentang Prasasti Bersejarah Peninggalan Kerajaan Sriwijaya yang Perlu Kamu Ketahui
3. Keraton Kaibon
Satu lagi bangunan berupa istana yang merupakan peninggalan Kerajaan Banten, yaitu Keraton Kaibon. Menurut para ahli, bangunan tersebut didirikan sekitar tahun 1815.
Kalau dilihat dari namanya, kaibon dalam bahasa Sunda memiliki arti keibuan. Nah sesuai dengan namanya, istana tersebut memang hadiah dari Sultan Syaifuddin untuk ibunya.
Untuk yang belum tahu, Sultan Syaifuddin adalah pemimpin Kerajaan Banten yang memerintah pada tahun 1809–1815. Ia dinobatkan menjadi sultan ketika umurnya masih lima tahun. Sampai dirinya dewasa, pemerintahan dipegang oleh sang ibu, yaitu Ratu Aisyah.
Keraton ini dibangun menghadap ke arah barat. Pintu gerbangnya memiliki bentuk seperti candi bentar. Di sini juga dibangun sebuah masjid. Bentuknya persegi pajang dan memiliki mihrab yang terletak di dinding sebelah barat.
Sementara itu, pada gerbang sebelah barat istana ada sebuah tembok besar yang mempunyai tinggi sekitar 2 meter dengan panjang 80 meter. Pada tembok itu terpasang lima pintu yang menyimbolkan waktu sholat yang harus dilakukan oleh umat muslim.
Bentuk pekarangannya begitu unik karena berbentuk kotak. Selain itu, istana ini juga dilengkapi dengan akses langsung dari sungai sehingga perahu dapat langsung masuk.
Sayangnya pada tahun 1832, Belanda menyerang dan menghancurkan tempat ini. Penyebab dari penyerangan tersebut adalah karena Sultan Syaifuddin tidak mau memberikan izin untuk melanjutkan proyek jalan Anyer–Panarukan.
Sang sultan tidak hanya menolak dengan tegas, akan tetapi juga memancung utusan Belanda yang datang pada saat itu. Belanda pun sangat marah dan akhirnya meratakan keraton tersebut.
Baca juga: Ulasan tentang Raden Patah, Sang Pendiri Kerajaan Demak yang Masih Keturunan Ningrat
4. Danau Tasikardi
Selanjutnya, ada sebuah danau yang bernama Tasikardi. Tasikardi sendiri berasal dari kata tasik dan ardi yang dalam bahasa Sunda artinya adalah danau buatan.
Danau Tasikardi dibuat pada masa pemerintahan Maulana Yusuf, yaitu sekitar tahun 1570 Masehi. Tidak main-main, luasnya mencapai sekitar lima hektar. Tujuan pembuatan danau tersebut adalah sebagai penampung dari Sungai Cibanten.
Air tersebut kemudian digunakan untuk mengairi area persawahan. Selain untuk kepentingan pertanian, sebagian airnya juga digunakan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat dan keraton.
Sementara jika digunakan oleh keluarga keraton, harus melalui proses yang cukup rumit. Pertama-tama air dialirkan melalui pipa tanah liat. Setelah itu, baru disaring menggunakan penyaringan khusus yang disebut dengan pengindelan abang, lalu pengindelan putih, dan yang terakhir pengindelan emas.
Di tengah-tengah danau buatan yang luas itu, terdapat sebuah pulau yang bernama Kaputren. Di sana, Sultan Maulana Yusuf mendirikan sebuah istana khusus untuk sang ibu.
Pada istana tersebut terdapat pendopo, kamar mandi, dan juga kolam. Selain digunakan sebagai peristirahatan, tempat itu juga digunakan untuk bertafakur atau merenung dan beribadah mendekatkan diri kepada Allah.
Danau yang juga dikenal sebagai Situ Kardi ini sekarang menjadi salah satu objek wisata. Lokasinya berada di Desa Pegadingan, Kecamatan Kramatwatu, Serang, Banten.
Tempat ini dikelilingi oleh pohon-pohon yang rindang sehingga hawanya sejuk. Kalau kamu sedang membutuhkan angin segar untuk sekadar refreshing, datang saja ke sini.
Selain menikmati udara segar, kamu juga dapat memancing, lho. Atau bisa juga naik perahu dan pergi ke pulau yang ada di tengah danau untuk melihat langsung bangunan sejarah peninggalan Kerajaan Banten.
Baca juga: Peninggalan Sejarah yang Menunjukkan Eksistensi Kerajaan Tarumanegara
5. Vihara Avalokitesvara
Kesultanan Banten memang sebuah kerajaan yang becorak Islam. Namun tetap saja, pada waktu itu masih banyak masyarakat yang menganut kepercayaan lain.
Walaupun memiliki kepercayaan berbeda, dulu keadaannya begitu damai dan penuh toleransi. Salah satu perwujudannya adalah Vihara Avalokitesvara ini.
Menurut catatan sejarah, bangunan tersebut didirikan pada tahun 1542 Masehi oleh ayah dari Sultan Maulana Hasanuddin, yaitu Sunan Gunung Jati. Ia memiliki seorang istri asal Tiongkok yang bernama Putri Ong Tien. Nah, sang putri memiliki pengikut yang masih setia memegang kepercayaannya.
Untuk itu, Sunan Gunung Jati membangunkan sebuah vihara untuk mereka. Lokasi didirikannya tidak jauh dari Masjid Agung Banten, tepatnya di Desa Dermayon. Namun entah apa alasannya, tempat ibadah itu kemudian dipindahkan ke daerah Pamarican.
Namun ada juga sumber yang mengatakan kalau vihara tersebut didirikan sekitar tahun 1652. Tepatnya, pada saat masa kejayaan Kerajaan Banten di bawah pemerintahan Sultan Ageng Tirtayasa.
Jalan-Jalan ke Vihara Avalokitesvara
Kalau berkunjung ke sini, di gerbang kamu akan disambut dengan pintu yang berhiaskan dua ekor naga. Setelah itu, pada altar utamanya terdapat patung Dewi Kwan Im dan di samping-sampingnya terdapat 16 patung dewa.
Kemudian, pada dinding tempat ibadah tersebut terdapat ukiran-ukiran, lho. Ukirannya menceritakan tentang era kejayaan Kerajaan Banten ketika masih menjadi pusat pelabuhan yang ramai.
Vihara yang memiliki nama lain Kelenteng Tri Drama ini memiliki luas mencapai 10 hektar. Yang beribadah di sini tidak hanya umat Konghucu saja, tetapi juga Buddha dan Taoisme.
Umat dari agama lain juga boleh berkunjung, kok. Yang penting harus sopan dan menghormati tempat ibadah tersebut.
Pada tahun 1883, Vihara Avalokitesvara pernah digunakan sebagai tempat berlindung saat terjadinya letusan Gunung Krakatau dan tsunami. Kemudian di tahun 2009, tempat ini pernah mengalami kebakaran. Beruntungnya dapat diselamatkan sehingga bentuk aslinya masih terjaga.
Menariknya lagi, tempat ini juga terkenal memiliki sebuah sumber air yang dipercaya dapat menyembuhkan penyakit, mengabulkan permintaan, dan membuat awet muda. Air tersebut memiliki nama air ketulusan hati.
Baca juga: Ulasan Lengkap Mengenai Silsilah Raja-Raja yang Pernah Memimpin Kerajaan Kediri
6. Benteng Speelwijk
Masih berupa bangunan, peninggalan lain dari era Kerajaan Banten adalah Benteng Speelwijk. Lokasinya berada di Kampung Pamarican, Kasemen, Serang. Kalau dari Keraton Surosowan hanya berjarak sekitar 600 meter saja.
Benteng tersebut didirikan oleh Belanda pada tahun 1682 lalu. Ketika kedudukan mereka di Banten semakin kuat, bangunan ini pun kemudian mengalami perluasan sebanyak dua kali, yaitu pada tahun 1685 dan 1731.
Bangunan tersebut dinamakan Speelwijk untuk menghormati pemimpin Hindia Belanda pada saat itu, yaitu Cornelis Jansz Speelman. Sementara itu, benteng itu sendiri dirancang oleh seorang ahli bangunan bernama Hendrick Lucaszoon Cardeel.
Tujuan didirikannya adalah untuk menghalau penyerangan yang dilakukan oleh Sultan Ageng Tirtayasa. Selain digunakan untuk menahan serangan, benteng ini juga digunakan untuk tempat tinggal atau perlindungan bagi orang-orang Belanda.
Bahan baku untuk mendirikan benteng ini menggunakan campuran batu, pasir, dan kapur. Konon, bangunan tersebut dibangun dengan mempekerjakan orang-orang etnis Tionghoa dengan bayaran yang sangat rendah.
Denah area Speelwijk berbentuk persegi panjang yang pada bagian luarnya dikelilingi oleh parit dengan kedalaman 1,5 hingga 2 meter. Kemudian di setiap sudutnya, terdapat menara pengintai itu dilengkapi dengan jendela meriam. Untuk sekarang, yang masih tersisa dan dapat dimasuki adalah menara pengintai di sebelah utara.
Tempat ini juga dilengkapi dengan ruangan untuk menyimpan mesiu. Selain itu, ada juga ruang kantor, rumah komandan, dan gereja.
Masih di area yang sama, terdapat pula kerkhof atau pemakaman untuk orang-orang Belanda. Komandan Hugo Pieter yang gugur dalam perang juga dimakamkan di sini.
Secara keseluruhan, bangunan-bangunan di sini memang sudah banyak yang rusak. Namun, kamu masih dapat menjumpai ruang bawah tanahnya yang berhubungan dengan lorong bagian barat.
Baca juga: Informasi Lengkap tentang Ken Arok, Sang Pendiri Kerajaan Singasari yang Punya Masa Lalu Kelam
7. Meriam Ki Amuk
Berbeda dari peninggalan-peninggalan Kerajaan Banten sebelumnya yang berupa tempat atau bangunan, kali ini peninggalannya adalah berupa meriam. Namanya Meriam Ki Amuk.
Ada beberapa legenda tentang benda kuno yang satu ini. Menurut cerita yang berkembang di masyarakat, meriam tersebut merupakan penjelmaan dari salah seorang pasukan Kesultanan yang terkena kutukan.
Namun, kisah lain menyebutkan bahwa meriam itu adalah hadiah dari Sultan Trenggono dari Kerajaan Demak untuk Sultan Hasanuddin. Saat pertama kali diberikan, namanya adalah Ki Jimat.
Sementara itu, menurut catatan K.C. Crucq, seorang peneliti dari Eropa mengatakan bahwa meriam tersebut sudah ada dari zaman kejayaan Banten. Bahkan, gambar benda ini juga terlihat di peta perenacaan kota Banten yang dibuat pada abad ke-17.
Meriam Ki Amuk memiliki panjang sekitar tiga meter dan memiliki diameter luar sebesar 0,7 meter. Beratnya sendiri secara keseluruhan mencapai 7 ton dan dapat menembakkan peluru dengan berat 80 kilogram.
Pada bagian badan meriam tersebut terdapat tiga ukiran atau ornamen dalam bahasa Arab. Yang pertama letaknya di dekat mulut meriam dengan tulisan aqibah al-khairi sala mah al-imani.
Artinya adalah “buah kebaikan adalah keselamatan iman”. Kata-kata tersebut rupanya juga muncul di bagian tengah atas meriam.
Kemudian yang terakhir, ukirannya berada di dekat sumbu meriam bagian belakang. Tulisannya ada empat baris yang berbunyi, “la fata illa Ali la saifa illa, zu al-faqar isbir ala, ahwaliha la mauta, (illa) bi ajalin.”
Apabila diterjemahkan dalam bahasa Indonesia, kata-kata tersebut memiliki arti tidak ada pemuda kecuali Ali, tidak ada pedang kecuali Zulfaqar, sabarlah atas huru-hara, tidak ada kematian kecuali karena ajal.
Inti dari tulisan tersebut sebenarnya mengandung pesan kebaikan dan tidak ada unsur kekerasan. Sangat berlawanan sekali dengan fungsi dari meriam yang berguna untuk mengobarkan peperangan.
Baca juga: Prasasti-Prasasti Peninggalan yang Menjadi Bukti Eksistensi Kerajaan Mataram Kuno
Bangunan Peninggalan Kerajaan Banten Mana yang Ingin Kamu Kunjungi?
Itulah tadi beberapa peninggalan sejarah dari Kerajaan Banten yang dapat kamu temukan di sini. Karena sebagian tempat tersebut dijadikan destinasi wisata, kira-kira adakah yang ingin kamu kunjungi?
Nah, buat kamu yang mungkin penasaran dan ingin menyimak informasi serupa mengenai kerajaan lain di Indonesia, bisa banget baca artikel-artikel lainnya di PosKata. Beberapa di antaranya ada tentang Kerajaan Majapahit, Tarumanegara, Kediri, dan Singasari.