
Ada banyak sekali kerajaan-kerajaan di nusantara yang menarik untuk dibahas. Salah satunya adalah Kerajaan Gowa-Tallo yang berada di kawasan Indonesia bagian timur ini. Ulasan lengkap tentang sejarah Kerajaan Gowa-Tallo bisa kamu simak berikut.
Berbicara mengenai kerajaan-kerajaan di Indonesia, sepertinya kurang pas jika belum membahas kerajaan yang satu ini. Menurut catatan sejarah, Kerajaan Gowa-Tallo didirikan sekitar abad ke-14 dan masih memiliki kepercayaan animisme dan mendapatkan pengaruh Hindu. Lalu, beberapa abad kemudian berubah menjadi Islam.
Di sini nanti, kamu tidak hanya akan menyimak tentang sejarah berdirinya saja, lho. Akan tetapi, juga mengenai silsilah singkat raja-raja yang pernah memimpin, peninggalan-peninggalan, dan juga fakta-fakta menariknya.
Sudah tidak sabar ingin segera menyimak ulasan sejarah mengenai Kerajaan Gowa-Tallo? Kalau begitu tunggu apalagi? Kamu bisa menyimak selengkapnya di bawah ini! Selamat membaca!
Ulasan tentang Masa Kejayaan dan Penyebab Runtuhnya Kerajaan Gowa-Tallo
Kerajaan Gowa-Tallo merupakan salah satu kerajaan bercorak Islam yang besar di daerah Indonesia bagian Timur. Lantas, apa yang menjadi penyebab runtuhnya kerajaan tersebut? Kalau ingin ...
Bukti Peninggalan-Peninggalan Sejarah dari Kerajaan Gowa-Tallo, Serambi Mekah di Indonesia Timur
Peradaban sebuah kerajaan, dapat diketahui dari benda atau bangunan peninggalannya. Nah, buat yang penasaran dengan keberadaan kerajaan Gowa-Tallo, kamu bisa menyimak ulasan tentang bukti-bukti ...
Lokasi Kerajaan Gowa-Tallo
Sumber: Wikimedia Commons
Kerajaan Gowa-Tallo merupakan salah satu kerajaan bercorak Islam yang berada di kawasan Indonesia bagian timur. Letaknya berada di Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan. Dulu, nama ibu kotanya adalah Ujung Pandang.
Nah, kerajaan tersebut berada di jalur pelayaran yang sangat strategis. Maka dari itu, tidak heran jika menjadi salah satu pusat perdagangan penting di Nusantara.
Sejarah Kerajaan Gowa-Tallo
Lantas, bagaimana sejarah berdirinya Kerajaan Gowa-Tallo yang sebenarnya? Kamu bisa menyimaknya berikut ini.
Periode Pra-Islam
Informasi mengenai sejarah Kerajaan Gowa-Tallo memang tidak dapat dipisahkan dari sebuah legenda. Konon, kerajaan yang awal mulanya didirikan sekitar tahun 1300-an ini dipimpin oleh Tamanurung Bainea.
Masyarakat daerah ini mempercayai bahwa ia merupakan seorang dewi yang langsung datang dari langit. Pada waktu itu, ia diutus langsung untuk memimpin Gowa yang sedang terjadi perang saudara.
Menariknya, Tamanurung Bainea ternyata bukanlah nama aslinya. Karena namanya tidak diketahui, jadi panggilan tersebut disematkan untuk memudahkan dalam penyebutan.
Pandangan masyarakat tentang adanya dewa atau dewi yang turun langsung dari langit ini rupanya tidak lepas dari kepercayaan animisme yang mereka anut. Terlebih lagi, mereka juga mendapatkan pengaruh dari agama Hindu yang juga mempercayai dan menyembah dewa-dewi.
Tamanurung Bainea memimpin kerajaan tersebut dengan didampingi oleh suaminya, yaitu Karaeng Bayo. Mereka memerintah tahun 1320 sampai 1345.
Pada awalnya, Kerajaan Gowa dapat mempertahankan eksistensinya selama beberapa puluh tahun dengan damai. Hingga kemudian saat dipimpin oleh Tunangka Lopi sekitar tahun 1400-an, terjadilah perang saudara.
Anaknya yang bernama Karaeng Loe ri Sero dan Batara Gowa saling menyerang satu sama lain. Pertarungan dimenangkan oleh Batara Gowa. Setelah itu, Karang Loe ri Sero pergi dan mendirikan Kerajaan Tallo.
Sekitar abad ke-16, Kerajaan Gowa yang dipimpin oleh Daeng Mantanre mengadakan perjanjian damai dengan pihak Tallo. Ia ingin menyudahi perang dingin yang terjadi selama berpuluh-puluh tahun.
Kedua belah pihak baru menyetujui dan menandatangani perjanjian sekitar tahun 1565 Masehi. Kerajaan Gowa bersatu kembali dengan Tallo yang kemudian juga dikenal sebagai Kerajaan Makassar.
Untuk sistem pembagian kekuasaan juga telah ditetapkan bersama. Raja yang memimpin akan berasal dari Gowa. Sementara itu, perdana menterinya yang memiliki garis keturunan Tallo.
Baca juga: Ulasan Lengkap tentang Silsilah Raja-Raja Pemimpin Kerajaan Aceh Darussalam
Masuknya Agama Islam
Masuknya agama Islam ke wilayah kerajaan tersebut tidak terlepas dari kegiatan perdagangan. Pada waktu itu, banyak sekali pedagang muslim yang singgah ke sini.
Kalau dibandingkan di daerah Jawa atau Sumatra memang bisa dikatakan sangat lambat. Namun, para pedagang memang baru ramai mengunjungi wilayah Gowa di akhir abad ke-16.
Para pedagang muslim tersebut tidak hanya melakukan kegiatan dagang saja. Mereka bahkan menetap dan membuat pemukiman di daerah tersebut. Agama Islam kemudian benar-benar mengalami perkembangan yang pesat ketika mangkubumi dari Kerajaan Gowa masuk Islam.
Namanya adalah I Malingkang Daeng Manyori yang kemudian berganti nama menjadi Sultan Abdullah Awwalul-Islam. Hal tersebut tertulis dalam penelitian milik Christian Pelras yang diberi judul “Religion, Tradition and the Dynamics of Islamization in South Sulawesi.”
Di tahun yang sama, yaitu 1605, Raja Gowa yang bernama Daeng Manrabia juga menjadi mualaf. Ia kemudian mengganti namanya menjadi Sultan Alauddin.
Lalu tepat pada tanggal 9 November 1607, sang sultan mengeluarkan sebuah dekrit. Isinya adalah Islam menjadi agama resmi kerajaan Gowa-Tallo.
Rakyat juga dihimbau untuk memeluk keyakinan tersebut. Keputusan ini pun diterima oleh semua orang dengan baik. Demikianlah sekelumit sejarah dari Kerajaan Gowa-Tallo.
Baca juga: Mengenal Lebih Dekat Raden Wijaya, Sang Pendiri Kerajaan Majapahit
Nama Para Raja yang Pernah Menduduki Singgasana Kerajaan Gowa-Tallo
Sumber: Wikimedia Commons
Di bawah ini adalah daftar silsilah raja-raja yang pernah memimpin Kerajaan Gowa-Tallo. Ulasannya adalah sebagai berikut:
1. Raja-Raja Pra-Islam
Adapun nama raja-raja Gowa sebelum Islam berkembang adalah:
a. Tamanurung Bainea
Konon pada awal mulnya, wilayah Gowa dulunya dipimpin oleh empat orang raja. Mereka adalah Batara Guru, Ratu Supu, saudara dari Batara Guru, dan Karaeng Katangka.
Kerajaan Gowa sendiri masih terdiri dari beberapa kasuwiyang atau perkampungan kecil. Beberapa kampung tersebut adalah Lakiung, Saumata, Parang-Parang, Tombolo, Data, Agang Je’ne, Sero, Bisei, dan Kalling.
Hingga kemudian, terjadilah perang saudara yang melibatkan kampung-kampung tersebut. Sang ketua perkampungan tidak dapat mengatasi peperangan yang terjadi.
Ketika suasana semakin rumit, datanglah Tamanurung Bainea yang diutus langsung dari langit. Oleh masyarakat yang pada saat itu menganut animisme, ia dipercaya mampu meredam peperangan yang sedang terjadi.
Situasi pun mereda. Atas kesepakatan bersama, Tamanurung Bainea kemudian diangkat menjadi pemimpin dari kesembilan kasuwiyang tersebut.
Tamanurung Bainea kemudian menjalankan roda pemerintahan dengan dibantu oleh suaminya, yang bernama Karaeng Bayo. Mereka memerintah sekitar tahun 1320 hingga 1345 Masehi.
b. Tumassalangga Barayang
Sejarah silsilah Kerajaan Gowa selanjutnya diturunkan kepada Tumasaalangga Barayang. Ia adalah putra mahkota dari pemimpin yang sebelumnya.
Raja Kerajaan Gowa yang kedua ini bisa dibilang memiliki kondisi fisik yang berbeda dari orang-orang pada umumnya. Ia digambarkan memiliki bahu yang tidak rata, telinga berbeda bentuk, serta telapak kaki yang panjang.
Meskipun begitu, dirinya memiliki keistimewaan karena dapat mendengar suara dari jauh. Orang-orang yang menghormatinya juga akan memiliki kehidupan yang layak.
Tidak banyak yang dapat diulik dari Tumassalangga Barayang. Namun tercatat bahwa pemerintahannya berlangsung dari tahun 1345 sampai 1370.
Selain itu, ia menikah dengan seorang wanita yang tidak diketahui namanya. Dari pernikahan tersebut, mereka memiliki seorang anak laki-laki bernama I Puang Loe Lembang.
Baca juga: Mengenal Sosok Kundungga, Sang Pendiri Kerajaan Kutai
c. Raja-Raja Keempat dan Kelima
Sepeninggal Tumassalangga Barayang, Kerajaan Gowa kemudian dipimpin oleh I Puang Loe Lembang. Sayang sekali, tidak banyak informasi yang didapat mengenai sang raja.
Ia bisa dibilang memimpin kerajaan cukup lama, yaitu sekitar 25 tahun. Periode pemerintahnnya yaitu dari tahun 1370 hingga 1395.
Selanjutnya, secara berturut-turut kerajaan tersebut dipimpin oleh I Tuniatabanri dan Karampang ri Gowa. Namun sayang sekali, tidak banyak sumber yang mengulik tentang raja keempat dan kelima ini.
d. Tunatangka Lopi
Hingga kemudian sekitar tahun 1400-an, muncullah nama Tunantangka Lopi yang menempati urutan keenam pada daftar silsilah raja-raja Kerajaan Gowa.
Di masa pemerintahannya ini, kedua anaknya saling berperang untuk memperebutkan tahta. Mereka adalah Batara Gowa dan Karaeng Loe ri Sero.
Hingga kemudian, Kerajaan Gowa pun terpecah menjadi dua. Mengenai perpecahan ini terdapat dua versi cerita yang berbeda.
Versi pertama adalah sang raja merasa sedih melihat anaknya bertikai sehingga membagi kerajaan menjadi dua, yaitu Gowa dan Tallo.
Sementara itu, versi yang lainnya mengatakan bahwa Batara Gowa dan Karaeng berperang hebat. Hasil akhirnya, pertarungan dimenangkan oleh Batara Gowa.
Setelah itu, ia mengusir adiknya keluar dari kerajaan. Sang adik nantinya mendirikan kerajaan sendiri yang disebut Tallo.
e. Raja-Raja yang Lain
Sejarah kepemimpinan Kerajaan Gowa-Tallo tentunya tidak berhenti di situ saja. Sekitar tahun 1510, nama Daeng Matanre Tumapaqrisiq Kallonna muncul sebagai raja yang mewarisi Kerajaan Gowa.
Di era pemeritahan ini, hukum tertulis mulai digunakan di wilayah kerajaan. Ia pun melakukan pembaharuan terhadap struktur pejabat birokrasi.
Selain itu, Raja Daeng Matanre melakukan perluasan wilayah dan menjalin hubungan yang baik dengan kerajaan-kerajaan tetangga. Ia jugalah yang menggagas perjanjian damai untuk menyudahi perang dingin dengan Kerajaan Tallo.
Baru pada sekitar tahun 1546, kedua belah pihak menandatangani perjanjian dan mau bersatu. Pada saat itu, kepemimpinan Gowa sudah jatuh ke tangan Karaeng Lakiung Tunipallangga.
Setelah menjadi satu, peran pemerintahan juga dibagi menjadi dua. Yang nantinya menjadi raja adalah keturunan dari Gowa. Sementara itu, keturunan dari Tallo akan menjadi perdana menterinya.
Situasi kerajaan menjadi semakin membaik setelah kedua kerajaan ini bersatu. Kerajaan Gowa-Tallo atau yang kemudian disebut Kerajaan Makassar ini menjelma menjadi pusat perdagangan besar di wilayah Timur.
Pemerintahaan Tunipalangga berakhir sekitar tahun 1565. Secara berturut-turut penerusnya adalah I Tajibarani Daeng Marompa Karaeng Data Tunibatte, I Manggorai Daeng Mammeta Karaeng Bontolangkasa Tunijallo, dan I Tepu Karaeng Daeng Parabbung Tunipasulu.
Baca juga: Nama Raja-Raja yang Pernah Memerintah Kerajaan Sriwijaya
2. Raja-Raja Setelah Memeluk Islam
Sementara itu, raja-raja yang sudah masuk ke periode Islam adalah sebagai berikut:
a. Sultan Alauddin
Era pemerintahan Kerajaan Gowa-Tallo yang bercorak Islam dimulai saat I Manggarangi Daeng Manrabbia meneruskan tahta. Ia menempati urutan ke-14 dalam daftar silsilah raja-raja Kerajaan Gowa-Tallo.
Daeng Manrabbia menjadi raja pertama yang menerima Islam. Masa pemerintahannya berlangsung dari tahun 1593 hingga 1639. Setelah menjadi mualaf, ia kemudian bergelar Sultan Alauddin.
Secara langsung, sang raja-lah membuat agama tersebut berkembang dengan pesat di sana. Hal itu dikarenakan ia mewajibkan rakyat yang tinggal di wilayahnya, termasuk daerah-daerah taklukkannya, untuk memeluk Islam.
Pada awalnya, sempat mendapatkan penolakan dari beberapa daerah bawahan dan menimbulkan Musu Assalengeng atau Perang Islam. Namun semuanya dapat diatasi dengan baik dan orang-orang tersebut akhirnya menurut juga.
Dalam menjalani pemerintahan, sang sultan dibantu oleh Majelis Sembilan. Sementara itu, yang mengawasi undang-undang pemerintahan adalah hakim atau paccalaya.
b. Sultan Malikussaid
Sepeninggal Sultan Alauddin, sejarah mencatat penerus tahta Kerajaan Gowa-Tallo selanjutnya adalah Sultan Malikussaid. Nama aslinya adalah Manuntungi Daeng Matolla. Ia naik tahta pada tahun 1639 Masehi.
Di bawah pemerintahannya, wilayah kerajaan menjadi bandar pelabuhan perdagangan internasioanal yang besar. Ia menjalin kerjasama dengan para pengusaha dan pedagang baik dari dalam dan luar negeri.
Karena itulah, namanya beserta Kerajaan Gowa-Tallo menjadi begitu terkenal. Tidak hanya di sekitar Asia, tetapi juga wilayah Eropa.
Perkembangan yang pesat tersebut ternyata tidak terlepas dari peran Karang Patinalloang. Ia adalah mangkubumi yang menjadi wali dan menjalankan pemerintahan sebelum Sultan Malikussaid dewasa.
Kerajaan Makassar diperintah oleh Sultan Malikussaid kurang lebih selama 14 tahun. Ia meninggal dunia pada tahun 1655 karena gugur dalam peperangan melawan VOC.
Baca juga: Nama Para Raja yang Pernah Memerintah Kerajaan Kutai
c. Sultan Hasanudin
Penerus tahta Kerajaan Gowa-Tallo selanjutnya adalah Muhammad Bakir I Mallombasi Daeng Mattawang Karaeng Bonto Mangape. Ia adalah anak dari Sultan Malukussaid dengan I Sabbe To’omo Lakuntu yang lahir pada taggal 12 Januari 1631.
Karaeng Bonto Mangape dikenal memiliki kepribadian yang baik. Tak hanya jago urusan pelajaran, ia pun pandai bergaul dengan semua orang.
Sang sultan resmi naik tahta pada tahun 1655. Usianya pada saat itu masih sangat muda, yaitu 23 tahun. Gelarnya adalah Sultan Hasanudin.
Di era pemerintahannya ini, peperangan menghadapi VOC tidak juga kunjung padam. Banyak korban yang berjatuhan dari kedua belah pihak. Perjanjian damai tidak kunjung terlaksana dan selalu berakhir buntu.
Pasalnya, Belanda ingin memonopoli perdagangan rempah di wilayah bagian timur. Sementara itu, sang raja hanya memperbolehkan mereka untuk membeli rempah di Maluku.
Raja yang dijuluki Ayam Jantan dari Timur itu akhirnya dapat memukul mundur pasukan VOC pada tahun 1660. Namun pada tahun 1667, keadaan berbalik.
Sultan Hasanuddin terkepung dan mau tidak mau harus menandatangi Perjanjian Bongaya yang sangat merugikan rakyat. Namun, ia tidak dapat berbuat banyak. Ia lalu memutuskan untuk turun tahta pada tahun 1669.
c. Raja-Raja yang Lain
Sejarah mencatat tumpu kekuasaan setelah Sultan Hasanudin jatuh ke tangan anak lelakinya, yaitu I Mappasomba Daeng Nguraga. Usianya masih sangat belia ketikan dinobatkan menjadi raja, yaitu 13 tahun.
Saat menjadi raja, gelarnya adalah Sultan Amir Hamzah. Sayang sekali, masa pemerintahannya tidaklah lama. Ia wafat pada tahun 1674.
Sang sultan kemudian digantikan oleh saudaranya, yaitu I Mappaossong Daeng Mangewai Karaeng Bisei. Ia naik tahta tahun 1674 dan bergelar Sultan Ali.
Meskipun berkali-kali berganti berganti kepemimpinan, sultan Kerajaan Gowa-Tallo tidak memiliki kedaulatan dalam politik. Hal tersebut adalah imbas dari adanya Perjanjian Bongaya. Belanda semakin kuat menancapkan taringnya dan menguasai seluruh wilayah.
Baca juga: Peninggalan Sejarah yang Menjadi Bukti Eksistensi Kerajaan Kediri
Peninggalan Kerajaan Gowa-Tallo
Eksistensi Kerajaan Gowa-Tallo dapat diketahui dari peninggalan-peninggalan sejarah yang ditemukan. Apa sajakah itu? Jawabannya adalah berikut ini:
1. Masjid Tua Al-Hilal Katangka
Salah satu peninggalan sejarah Kerajaan Gowa-Tallo ini lokasinya berada di Kelurahan Katangka, Kecamatan Somba Opi, Gowa. Namanya sendiri diambil karena bangunan tersebut dibangun menggunakan kayu pohon Katangka.
Masjid ini dulunya merupakan tempat ibadah pemimpin Kerajaan Gowa. Menurut tulisan dalam sebuah prasasti, tempat ini dibangun pada tahun 1603. Namun, beberapa sejarawan menduga kalau masjid baru dibagun sekitar abad ke-18.
Perpaduan dari berbagai budaya dapat dilihat pada bangunan Masjid Katangka. Atapnya dua lapis seperti bangunan Joglo. Tiang penyangganya berbentuk bulat khas Eropa. Sementara itu, mimbarnya ada pengaruh budaya Tiongkok karena arsitekturnya menyerupai bangunan klenteng.
Masjid yang digunakan sebagai pusat penyebaran Islam di Gowa pada zaman dulu ini berdiri di area seluas 600 m². Luas bangunannya sendiri mencapai 200 m².
2. Benteng Somba Opu
Peninggalan Kerajaan Gowa-Tallo selanjutnya adalah Benteng Somba Opu. Menurut catatan, benteng ini dibangun pada abad ke-16 oleh Daeng Matanre Karaeng Tumapa’risi’ Kalolona. Kemudian, diperluas dan diperkuat oleh penerusnya, Karaeng Lakiung Tunipallangga.
Letaknya sendiri berada di Jalan Daeng Tata, Kelurahan Benteng Somba Opu, Kecamatan Barombang, Kabupaten Gowa. Kalau dari Kota Makassar, jaraknya sekitar 6 km.
Pada zaman dulu, benteng ini digunakan sebagai pusat perdagangan rempah-rempah. Tidak tanggung-tanggung, luasnya mencapai lebih dari 113.000 m².
Selain untuk perdagangan, Benteng Somba Opu juga digunakan sebagai pusat pertahanan. Di sini, dilengkapi dengan meriam yang memiliki panjang 9 meter.
Baca juga: Kisah Lengkap tentang Sultan Maulana Hasanuddin, Sang Pendiri Kerajaan Banten
3. Museum Balla Lompoa
Di urutan ketiga ada Museum Balla Lompoa. Namanya sendiri memiliki arti istana atau rumah besar untuk raja-raja Gowa.
Lokasinya berada di Kelurahan Sungguminasa, Kecamatan Sumba Opu. Bangunan ini didirikan pada tanggal 11 Desember 1973 pada masa pemerintahan Raja Gowa ke-25.
Secara keseluruhan, luar areanya mencapai lebih dari 7.600 m². Sementara itu, luas bangunannya adalah 1.144 m².
Museum tersebut digunakan sebagai tempat untuk menyimpan benda-benda peninggalan Kerajaan Gowa-Tallo. Contohnya saja ada peta, foto-foto para raja, mahkota, dan juga bendera.
Selain digunakan sebagai tempat penyimpanan, museum ini bisanya juga dipakai untuk melaksanakan upacara-upacara adat. Salah satunya adalah Upacara Accera Kalompoang yaitu kegiatan untuk mencuci benda-benda pusaka.
4. Istana Tamalate
Bukti peninggalan lain dari masa kejayaan Kerajaan Gowa-Tallo adalah Istana Tamalate. Lokasinya berada tepat di sebelah Museum Balla Lompia.
Sebenarnya, bangunan tersebut hanyalah sebuah replika dari Istana Tamalate yang telah rusak puluhan tahun lalu. Dulunya, istana tersebut merupakan kediaman para raja dan pusat administrasi kerajaan sebelum pindah ke Benteng Somba Opu.
5. Fort Rotterdam
Kemudian, yang terakhir adalah Fort Rotterdam atau Benteng Ujung Pandang. Bangunan purbakala tersebut dibangun pada masa pemerintahan Daeng Bonto Karaeng Lakiung sekitar tahun 1545.
Ketika pertama kali didirikan, Benteng Ujung Pandang ini dibangun dengan menggunakan campuran batu dan bata. Beberapa puluh tahun kemudian, Sultan Alauddin mengganti konstruksinya dengan menggunakan batu padas.
Bentuk dari benteng ini sangatlah unik karena menyerupai penyu yang akan turun dari lautan. Maka dari itu, masyarakat sekitar juga menyebutnya sebagai Benteng Penyu.
Pada tahun 1667, bangunan tersebut diambil alih oleh Belanda setelah berhasil memaksa Sultan Hasanudfin untuk menandatangani perjanjian Bongaya. Pada masa inilah, namanya kemudian berganti menjadi Fort Rotterdam.
Beberapa puluh tahun kemudian, tepatnya pada tahun 1970, Benteng Fort Rotterdam diserahkan kepada Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Bangunan ini baru diresmikan sebagai Benda Cagar Budaya pada tahun 2010.
Baca juga: Candi-Candi yang Menjadi Bukti Kemegahan Kerajaan Mataram Kuno
Fakta Menarik dari Sejarah Kerajaan Gowa-Tallo
Sumber: Wikimedia Commons
Pada bagian terakhir ini, kamu akan menyimak beberapa fakta menarik dari Kerajaan Gowa-Tallo yang sayang sekali untuk dilewatkan. Fakta menariknya adalah sebagai berikut:
1. Kehidupan Ekonomi
Menurut catatan sejarah, penopang perekonomian Kerajaan Gowa-Tallo yang utama adalah perdagangan. Hal tersebut dikarenakan daerah ini merupakan salah satu penghasil rempah-rempah yang besar.
Letak kerajaan yang berada di jalur pelayaran yang ramai juga sangat menguntungkan. Banyak sekali pedagang-pedagang, terutama muslim, yang kemudian pergi ke daerah Indonesia timur setelah Malaka jatuh ke tangan Portugis.
2. Kehidupan Sosial Budaya
Dikarenakan Sultan Alauddin mengubah agama utama kerajaan menjadi Islam, maka norma-norma yang mengikat adalah berdasarkan agama tersebut. Meskipun begitu, peraturan-peraturan adat yang sudah terjadi selama ratusan tahun juga tetap dijunjung tinggi.
Masyarakat di kerajaan ini juga mengenal sistem pembagian strata sosial. Untuk kalangan bangsawan disebut Anakarung atau Karaeng. Rakyat biasa namanya adalah to Maradeka. Sementara itu untuk golongan yang paling bahwa adalah Ata.
Seperti yang telah kamu ketahui, kerajaan ini kehidupannya begitu dekat dengan laut. Mereka pun dikenal sebagai pembuat kapal yang ulung. Jenis kapal yang dibaut adalah Pinisi dan Lombo yang sudah dikenal hingga ke mancanegara.
Baca juga: Masa Kejayaan dan Faktor Penyebab Runtuhnya Kerajaan Banten
Sudah Puas Menyimak Ulasan Lengkap tentang Kerajaan Gowa-Tallo Ini?
Demikianlah informasi lengkap tentang Kerajaan Gowa-Tallo, mulai dari lokasi, sejarah, silsilah raja, peninggalan-peninggalan, dan fakta menariknya. Bagaimana? Semoga saja kamu mendapatkan pengetahuan yang bermanfaat setelah membacanya, ya.
Apabila kamu menginginkan untuk membaca ulasan serupa dari kerajaan-kerajaan lain di nusantara, tidak usah bingung. Mending langsung saja cek artikel-artikel yang lainnya. Tidak hanya yang bercorak Islam saja, kamu pun akan menemukan tentang kerajaan bercorak Hindu dan Buddha. Yuk, baca terus!